Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa utang masyarakat Indonesia melalui layanan "Buy Now Pay Later" (BNPL) atau "Bayar Nanti" telah mencapai Rp 28,05 triliun per September 2024. Angka ini mencerminkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan posisi per Agustus 2024 yang sebesar Rp 26,37 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (OJK) Agusman menyatakan bahwa pertumbuhan utang BNPL oleh perusahaan pembiayaan mencapai 103,40 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Total utang BNPL dari perusahaan pembiayaan mencapai Rp 8,24 triliun dengan Non Performing Financing (NPF) gross sebesar 2,60 persen.
Sementara itu, industri perbankan juga mencatat pertumbuhan yang signifikan dalam kredit BNPL. Per September 2024, baki debet kredit BNPL tumbuh 46,42 persen yoy menjadi Rp 19,81 triliun, dengan total jumlah rekening mencapai 19,82 juta. Pertumbuhan ini menunjukkan semakin banyaknya masyarakat yang memanfaatkan layanan BNPL untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan keuangan mereka.
Mengenai regulasi BNPL, Agusman menegaskan bahwa OJK masih dalam tahap kajian terkait persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL.
Aspek yang dipertimbangkan meliputi kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, serta manajemen risiko. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memastikan bahwa layanan BNPL dapat berjalan dengan aman dan terkendali, serta melindungi konsumen dari potensi risiko.
Pertumbuhan pesat utang BNPL menunjukkan bahwa layanan ini telah menjadi pilihan populer bagi masyarakat Indonesia.
Namun, penting bagi konsumen untuk bijak dalam menggunakan layanan ini dan memahami risiko yang mungkin timbul. OJK terus berupaya untuk mengawasi dan mengatur industri ini agar tetap sehat dan bermanfaat bagi masyarakat.