Sidang Kasus Novel Baswedan Dinilai Penuh Sandiwara

Tim advokasi Novel Baswedan menilai persidangan terhadap kedua pelaku kasus penyiraman air keras kepada kliennya terkesan penuh sandiwara.
Penyidik KPK Novel Baswedan (kanan) usai menjalani proses pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin malam, 6 Januari 2020. (Foto: Tagar/R Fatan)

Mataram - Tim advokasi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menilai persidangan yang dilakukan terhadap kedua pelaku kasus penyiraman air keras kepada kliennya terkesan penuh sandiwara.

Hal itu diungkapkan usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menuntut kedua pelaku dengan pidana satu tahun penjara.

Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya

"Penuntut pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta hanya menuntut dua terdakwa penyerang Novel Baswedan satu tahun penjara. Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan," kata Kurnia Ramadhana melalui keterangan pers yang diterima Tagar, Kamis, 11 Juni 2020.

Dia mengaku menemukan sejumlah kejanggalan sejak awal proses persidangan, yakni jaksa hanya mendakwa pelaku dengan pasal 351 dan pasal 355 KUHP terkait penganiayaan.

Baca juga: Menganiaya Novel Baswedan, Polisi Dituntut 1 Tahun Bui

"Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia. Sehingga Jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ujarnya.

Selain itu, sejumlah saksi penting dalam kasus tersebut juga tidak dihadirkan Jaksa di persidangan. Dalam pantauan mereka, setidaknya terdapat tiga orang yang seharusnya dapat dihadirkan di persidangan untuk memberikan keterangan.

Dia menilai, peran Jaksa Penuntut Umum terlihat seakan-akan membela terdakwa, serta jaksa yang memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan kepada Novel Baswedan juga telah menambah kecurigaan Tim Advokasi akan adanya upaya menutupi fakta.

"Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," ucapnya.

Atas kejanggalan tersebut, Tim Advokasi kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan menuntut. Pertama, Majelis Hakim tidak larut dalam sandiwara hukum dan harus melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan.

Kedua, Presiden Joko Widodo mesti membuka tabir sandiwara hukum ini dengan membentuk Tim Pencari Fakta Independen. Ketiga, Komisi Kejaksaan mesti menindaklanjuti temuan ini dengan memeriksa Jaksa Penuntut Umum dalam perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Baca juga: Penyiram Novel Baswedan: Rahmat Kadir-Ronny Bugis

"Persidangan kasus ini juga menunjukan hukum digunakan bukan untuk keadilan, tetapi sebaliknya hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman “alakadarnya”, menutup keterlibatan aktor intelektual, mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis, dan memberi bantuan hukum dari Polri kepada pelaku," ujar Kurnia.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menjelaskan, dua orang polisi aktif yang melakukan penyerangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun bui lantaran sudah meminta maaf dan menyesali perbuatannya.

"Dituntut hanya 1 tahun karena pertama, yang bersangkutan mengakui terus terang di dalam persidangan. Kedua, yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya, dan secara dipersidangan menyampaikan memohon maaf kepada keluarga Novel Baswedan, dan meminta maaf (pada) institusi kepolisian, institusi Polri itu tercoreng," kata JPU Ahmad Patoni di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni 2020. []

Berita terkait
Ruhut Bela Ahok, Novel: Cari Posisi dan Buat Gaduh!
Novel Bamukmin menduga pembelaan Ruhut terhadap Ahok dan pemerintah, semata-mata hanya menginginkan jabatan dan membuat gaduh.
Tim Hukum Novel Baswedan Desak 5 Lembaga Turun Tangan
Tim kuasa hukum Novel Baswedan mendesak Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Komnas HAM dan Ombudsman turun tangan.
Tim Hukum Novel Baswedan: Kejati DKI Tak Profesional
Tim Advokasi Novel Baswedan menilai Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tertutup dan tidak profesional menangani kasus penyiraman penyidik KPK.
0
Serahkan Alat Dukung Penyandang Disabilitas, Mensos Minta Tingkatkan Kepedulian Terhadap Sesama
Menteri Sosial (Mesos) Tri Rismaharini memuji konsistensi jemaat dan pimpinan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).