Tim Hukum Novel Baswedan Desak 5 Lembaga Turun Tangan

Tim kuasa hukum Novel Baswedan mendesak Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Komnas HAM dan Ombudsman turun tangan.
Penyidik KPK Novel Baswedan usai memenuhi panggilan Polda untuk diperiksa sebagai pelapor dalam kasus penyerangan terhadap dirinya di Ditreskrimum Polda, Jakarta, Senin malam, 6 Januari 2020. (Foto: Tagar/R Fatan)

Jakarta - Tim kuasa hukum Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa mendesak Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Komisi Nasional HAM, dan Ombudsman RI turun tangan.

Hal itu menyusul sidang dakwaan perdana kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (Jakut) pada Kamis, 19 Maret 2020 lalu, dinilai penuh kejanggalan.

Baca juga: Tim Hukum Novel Baswedan: Kejati DKI Tak Profesional

Hal ini sangat janggal bagi pengacara ketika tidak menggunakan hak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa

"Kita hanya minta mereka untuk memantau atau mengawasi. Dalam pemantauan biasanya mereka akan kumpulkan temuan dan berujung sanksi atau rekomendasi," ujar Alghiffari saat dihubungi Tagar, Selasa, 24 Maret 2020.

Alghiffari mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu mengirimkan surat permohonan pemantauan atau pengawasan kepada lima lembaga tersebut. 

Dia melanjutkan, dua dari lima lembaga tersebut sebelumnya telah terlibat mengawal perkara ini.

"Kalua Komnas HAM dan Ombudsman RI sebelumnya juga sudah terlibat. Seharusnya mereka lanjutkan keterlibatannya," ucapnya.

Alghiffari menilai sidang perdana pembacaan dakwaan pasal terhadap terdakwa Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete penuh dengan kejanggalan.

Pertama, kata dia, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menunjukkan bahwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel hanya sebagai tindak pidana penganiayaan biasa.

Kedua, dakwaan JPU menurut Alghiffari sangat bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri, yang menemukan bahwa motif penyiraman air keras terhadap Novel berkaitan dengan kasus-kasus korupsi besar yang ditanganinya.

Ketiga, Alghiffari mengatakan, dakwaan JPU yang mengamini motif sakit hati karena Novel dianggap telah mengkhianati dan melawan Institusi Kepolisian sebagaimana disampaikan kedua terdakwa, padahal sangat terkait dengan kinerja Novel di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tidak mungkin sakit hati karena urusan pribadi, pasti karena Novel menyidik kasus korupsi termasuk di kepolisian. Terlebih lagi selama ini, Novel tidak mengenal ataupun berhubungan pribadi dengan Terdakwa maupun dalam menyidik tindak pidana korupsi," kata Alghiffari.

Baca juga: Penyiram Novel Baswedan Disidangkan Perdana 19 Maret

Keempat, dalam dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. 

Dia menduga Jaksa sebagai pengendali penyidikan memiliki satu skenario dengan kepolisian agar kasus ini hanya sampai pelaku lapangan.

Kelima, Mabes Polri yang menyediakan sembilan orang pengacara untuk membela kedua terdakwa. Alghiffari mengatakan, hal itu sangat janggal karena perbuatan pidana Ronny dan Rahmat bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi, malahan mendapatkan pembelaan dari institusi kepolisian.

"Sembilan pengacara yang mendampingi para terdakwa tidak mengajukan eksepsi. Hal ini sangat janggal bagi pengacara ketika tidak menggunakan hak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa," katanya.

Kemudian keenam, sidang selanjutnya akan langsung masuk kepada tahap pembuktian dan didahului dengan pemeriksaan saksi. "Artinya sidang dibuat cepat dari lazimnya sidang pidana," ucapnya.

Ronny dan Rahmat ditangkap di kawasan Cimanggis, Depok, pada Kamis malam, 26 Desember 2020. Keduanya merupakan anggota Polri aktif.

Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, kedua polisi itu ditetapkan sebagai tersangka penyiraman air keras kepada Novel pada Jumat pagi, 27 Desember 2020. Kedua tersangka kemudian ditahan di Bareskrim Polri selama proses penyidikan.

Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tidak dikenal pada 11 April 2017 setelah menunaikan salat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat penyerangan itu, Novel mengalami luka di mata hingga menyebabkan gangguan pengelihatan. []

Berita terkait
Kapolri Ungkap Perkembangan Kasus Novel Baswedan
Kapolri Idham Azis membeberkan perkembangan kasus penyiraman air keras yang dialami penyidik KPK, Novel Baswedan.
Penyiram Novel Baswedan: Rahmat Kadir-Ronny Bugis
Dua nama polisi aktif yang menjadi tersangka penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, adalah Rahmat Kadir dan Ronny Bugis.
Polri Ungkap Pemeriksaan Kasus Novel Baswedan
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memberikan keterangan resmi mengenai penyerangan yang menerpa penyidik senior KPK Novel Baswedan.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)