Pergolakan Batin Sukarsih Tenaga Medis Positif Covid-19

Sukarsih, seorang perempuan ayu dengan rambut panjang tergerai. Usianya 29 tahun. Ia bekerja sebagai tenaga medis, melayani pasien Covid-19.
Sukarsih, tenaga medis yang menjadi pasien pertama terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Kudus. Kini ia telah sembuh. Foto diambil saat wawancara dengan Tagar di Rumah Sakit Mardi Rahayu, Kudus, Jawa Tengah, Minggu, 19 April 2020. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Kudus - Sukarsih, seorang perempuan ayu dengan rambut panjang tergerai. Usianya 29 tahun. Ia bekerja sebagai tenaga medis di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, Jawa Tengah. Ia memiliki riwayat bertugas di ruang isolasi, menangani pasien dalam perawatan (PDP) dalam kasus Covid-19. Sampai akhirnya ia tercatat sebagai tenaga medis yang menjadi pasien pertama terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Kudus.

Perempuan asal Kabupaten Pati itu tak tahu bagaimana virus corona penyebab sakit Covid-19 bisa masuk dan menginfeksi dirinya. Ia tak tahu kapan dan di mana pertama kali perjumpaannya dengan corona. Bagi dia, semua berjalan serba tiba-tiba.

Minggu, 19 April 2020, di sebuah ruangan di Rumah Sakit Mardi Rahayu, Sukarsih menceritakan masa-masa sulitnya kepada Tagar. Wawancara dilakukan dengan menjaga jarak fisik dua meter, Sukarsih dan wartawan Tagar sama-sama memakai masker. Pada saat wawancara dilakukan, Sukarsih telah satu minggu dinyatakan sembuh dari Covid-19.

Sukarsih tak akan pernah lupa, pada 25 Maret 2020, tiba-tiba saja ia tergolek lemas, rasa nyeri di sekujur badan, dan diare. Tidak nafsu makan membuatnya kian tak berdaya. Hingga ia harus dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat RS Mardi Rahayu.

Memiliki riwayat bertugas di ruang isolasi dan menangani pasien dalam pengawasan, membuat dia secara otomatis masuk kategori orang dalam pemantauan (ODP). Ia mendapat penanganan khusus di ruang IGD.

Sukarsih ditempatkan di sebuah ruang terpisah dari pasien lain. Sunyi, sepi, dan sendiri. Begitu yang ia rasakan selama menjalani pengobatan di ruang tersebut.

Saya masuk IGD, kedua orang tua saya tidak tahu. Saya sengaja tidak memberi tahu mereka, agar tidak panik, tidak cemas berlebihan.

SukarsihSukarsih, tenaga medis yang menjadi pasien pertama terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Kudus. Kini ia telah sembuh. Foto diambil saat wawancara dengan Tagar di Rumah Sakit Mardi Rahayu, Kudus, Jawa Tengah, Minggu, 19 April 2020. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

“Saya masuk IGD, kedua orang tua saya tidak tahu. Saya sengaja tidak memberi tahu mereka, agar tidak panik, tidak cemas berlebihan,” kata Sukarsih.

Tanggal 27 Maret 2020, dokter menyarankannya menjalani CT Scan Thorax. Karena selama perawatan di IGD, Sukarsih menunjukkan gejala batuk kering disertai sesak napas. Ia juga kerap sesak napas saat berjalan ke kamar mandi.

Benar saja, hasil CT Scan Thorax Sukarsih menunjukkan adanya infeksi di paru-paru mengarah ke Covid-19.

Mendengar hasil tersebut, ia syok bukan kepalang. Pikirannya melayang ke mana-mana, menyusuri ingatan perjalanan beberapa hari sebelumnya. Menerka-nerka dari mana dan kapan virus corona menyusup ke dalam badannya. Lewat hidung kah, mata kah, mulut kah. Ia memakai pakaian pelindung lengkap saat menjalankan tugas.

“Selama ini saya tidak pernah menaruh curiga apa pun pada diri saya. Saya menjalankan tugas di ruang isolasi sesuai SOP. Semua pasien yang ada di sana juga dinyatakan negatif Covid-19. Lalu saya dapat dari mana?” tutur Sukarsih.

Kala itu ia berpikir, “Apa mungkin dari acara hajatan yang saya ikuti beberapa waktu lalu? Atau dari perjalanan Kudus-Pati yang selalu saya lakukan setiap dua minggu sekali. Atau dari sumber lainnya?”

Rapid test ia jalani pada 28 Maret 2020, menunjukkan hasil senada. Reaktif mengarah Covid-19. Pada hari yang sama, dengan pikiran berkecamuk, Sukarsih menjalani pengambilan sampel lendir tenggorok, spesimennya dibawa ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga untuk diuji.

Di tengah pikiran yang kacau, Sukarsih masih berkeras tidak ingin menceritakan apa yang dialami kepada kedua orang tuanya.

***

Pada hari itu juga, Sukarsih dipindahkan ke ruang isolasi khusus, ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP). Di ruang tersebut pergolakan batinnya kian tidak menentu. Bagaimana nasib orang-orang yang pernah kontak dengan dirinya, mengganggu pikirannya.

“Dengan kesadaran diri, di ruang isolasi saya membuat daftar siapa saja yang pernah kontak dengan saya. Dokumen itu saya serahkan ke tim Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus untuk ditindaklanjuti. Saya berharap mereka baik-baik saja, jangan ada yang terinfeksi Covid-19 seperti saya,” tuturnya. 

Hingga akhirnya penetapan dirinya sebagai PDP terdengar ke telinga orang tuanya yang tinggal di Bumi Mina Tani. Dering video call dari orang tua, memaksa Sukarsih buka suara mengenai kondisinya saat itu.

Melihat kondisi putri tercinta baik-baik saja, kedua orang tunya merasa cukup lega. Meski tidak bisa menemani di sisi, perhatian yang ditujukan orang tua dengan video call saben hari. Bertanya kabar, memastikan kesehatannya hingga obrolan lucu, menjadi suntikan semangat bagi Sukarsih.

“Corona memang sempat membuat saya terpuruk. Tetapi saya beruntung, memiliki orang tua, keluarga, dan teman-teman yang selalu menyuntikkan kekuatan kepada saya untuk sembuh,” ujarnya.

***

Belasan hari menjalani isolasi, Sukarsih akui rasanya tidak mudah pada awalnya. Hidup sendiri di sebuah ruang asing, tanpa keluarga atau teman yang berkunjung, tanpa kegiatan. Ia sempat merasa kesepian, bosan, seolah dikucilkan.

Akan tetapi, kesadarannya untuk bertahan menjalani isolasi di ruang tersebut demi kenayamanan dan keamanan orang banyak terus ia sematkan di benak. Bersama keyakinan bahwa semua penyakit ada obatnya dan dirinya pasti sembuh. Ia menanamkan keyakinan itu semua dalam diri.

Ia berusaha keras membuang pikiran negatif di kepala, menggantinya dengan pikiran positif. Menurutnya, pikiran positif inilah yang membuatnya bertahan, hingga ia meraih kembali semangat hidup.

Sebagai tenaga medis dengan pasien cukup banyak, ia paham betul bagaimana pikiran positif bekerja meningkatkan semangat hidup, meningkatkan imunitas hingga menyerap baik obat-obatan yang diberikan dokter. Dilengkapi untaian doa tanpa putus, kesembuhan pun menjadi jawaban dari semua perjuangan.

“Hal ini yang coba saya terapkan kepada diri saya. Sekali lagi saya yakinkan diri saya, bahwa saya akan sembuh,” katanya.

***

Sukses membangkitkan semangat hidup, Sukarsih mulai menjalankan berbagai aktivitas yang dapat menunjang kesembuhan. Di ruang isolasi, ia melakukan senam secara rutin untuk merangsang organ paru-parunya berkembang dengan baik.

Ia juga lebih bersemangat mengonsumsi makanan bergizi agar imunitasnya meningkat. “Obat yang diberikan sempat membuat saya tidak nafsu makan, tapi terus saya paksakan makan, karena saya harus kembali sehat,” ujarnya.

Hampir sepekan ia dibuat menunggu. Pada 3 April 2020 hasil swab lendir tenggoroknya pun keluar. Hasilnya, B2P2VRP Salatiga mengkonfirmasi Sukarsih positif Covid-19. Semangat hidup yang sempat ia rengkuh, hilang kembali.

Lagi-lagi, keluarga, teman-temannya, dan tim medis RS Mardirahayu kembali hadir sebagai penyuntik semangat kehidupan bagi dirinya. Gejala batuk tidak berdahak disertai sesak napas tak lagi dirasakannya. Hilangnya gejala klinis covid ini membuat dirinya kembali menguat.

“Saya sudah tidak merasakan gejala apa pun. Saya pasti sembuh,” ujarnya berkali-kali menguatkan diri.

***

Dengan semangat membara, tanggal 4 dan 5 April 2020 Sukarsih menjalani swab tahap kedua. Dokter bilang, kalau hasil swab kedua menunjukkan negatif Covid-19, artinya virus asal Wuhan, China, itu telah lenyap dari tubuhnya, dan ia diperbolehkan pulang.

Benar saja. Semua berakhir indah pada waktunya. Tanggal 8 April 2020, hasil swab kedua Sukarsih dinyatakan negatif oleh B2P2VRP Salatiga. Bahagia tak terkira, setelah melewati masa pergolakan batin yang luar biasa.

Sukarsih menyebut masa isolasi sebagai masa perjuangan. Bukan sekadar menghabiskan waktu untuk rebahan. 

“Masa isolasi adalah masa perjuangan melawan corona, kesepian, kebosanan, kerinduan pada keluarga, pergolakan batin dan berbagai pikiran negatif yang mendera. Selama diisolasi memang tidak ada kegiatan, tapi tidak juga dihabiskan untuk rebahan. Tetap menjalankan pola hidup bersih dan sehat adalah jalan menuju kesembuhan,” tuturnya.

Kepada tenaga medis lain yang tengah menjalani isolasi, Sukarsih berpesan agar mereka bisa menjalani setiap proses dengan hati gembira dan terus berdoa. Karena hati yang gembira dan doa menjadi obat penyembuh berbagai penyakit.

Kepada masyarakat, Sukarsih berharap semua bisa menerima orang-orang yang sembuh dari Covid-19. Stigma negatif, lanjut Sukarsih, tak selayaknya dilayangkan kepada para penderita Covid-19.

“Saya sedih sekali kalau mendengar ada masyarakat yang menolak kepulangan orang yang sembuh dari covid. Mereka rela diisolasi dan berjuang sendiri di sana demi kita, agar kita tidak tertular. Setelah mereka sembuh, tugas kita hanya menerima mereka dengan tangan terbuka. Saya rasa ini pekerjaan yang mudah. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Deg-degan Pengantar Jenazah Covid-19 Menuju Kuburan
Tiga orang ini punya pengalaman mengantar jenazah Covid-19 ke kuburan. Dwi Prasetyo Cahyanto dan Putra, perawat. Andi, sopir ambulans.
Meninggal Sakit Covid-19 Kenapa Disebut Mati Syahid
Kenapa orang meninggal karena wabah penyakit, pandemi Covid-19 saat ini disebut masuk surga sebagaimana orang yang meninggal karena jalan syahid.
Layanan RS Mardi Rahayu Kudus untuk Pasien Covid-19
Satu kamar satu pasien Covid-19, berlaku untuk semua kelas tanpa biaya tambahan. Ini satu di antara keistimewaan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.