Setelah KPK Masuk ke Jaksa Pinangki

KPK akhirnya melakukan supervisi atas kasus Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki. Opini Lestantya R. Baskoro
Jaksa Pinangki bertemu dengan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan pertemuannya dengan pria yang diduga adalah Djoko Tjandra. (foto: riauoline.com).

SUDAH tepat langkah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi kasus dugaan korupsi Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditangani Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Dengan supervisi diharapkan kasus menghebohkan yang juga menyeret sejumlah petinggi kepolisian ini bisa terungkap tuntas dan seterang-terangnya.

Banyak pertanyaan besar dalam kasus ini. Misalnya: kenapa Pinangki bisa sampai sembilan kali ke luar negeri tanpa mendapat sanksi?

KPK memiliki dasar hukum kuat untuk melibatkan diri dalam pemeriksaan perkara ini. Dasar hukumnya: Pasal 10 dan 11 Undang-Undang No. 19 tentang KPK yang menyatakan lembaga ini berwenang menangani perkara yang berkaitan dengan penegak hukum. Keterlibatan KPK dalam kasus ini dinyatakan Wakil Ketua KPK Alexander Marwarta, Jumat, 4 September 2020.

Sejauh ini jaksa Pinangki memang diperiksa oleh institusinya, Kejaksaan Agung. Mantan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi Kejaksaan Agung tersebut dijadikan tersangka karena diduga menerima suap sekitar Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra. Pinangki diduga bertemu buron kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Rp 950 miliar di Kuala Lumpur, Malaysia. Foto Pinangki bersama Djoko Tjandra juga menyebar di media sosial.

Selain Pinangki, tiga pejabat Kepolisian juga diberhentikan dari jabatannya oleh Kapolri Jendral Idham Azis karena diduga membantu Djoko Tjandra sehingga sang buron bisa masuk Indonesia dan kemudian plesir ke Pontianak. Mereka: Brigjen Prasetijo, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.

Seperti Pinangki, para perwira tinggi tersebut juga telah diperiksa oleh institusinya. Bahkan dalam kasus Pinangki, Komisi Kejaksaan, komisi yang dibentuk untuk “menjaga kewibawaan jaksa” dan bertanggung jawab kepada presiden, yang ingin memeriksa Pinangki ditolak Kejaksaan Agung dengan alasan Pinangki telah diperiksa pengawasan internal.

Pemeriksaan oleh institusi sendiri tentu rawan untuk dipertanyakan. Kesan melindungi institusi –atau mereka yang mungkin terlibat kasus tersebut- bisa saja muncul. Apalagi dalam kasus ini semakin terungkap ada sejumlah orang lain terlibat: anggota partai politik dan adik ipar Djoko Tjandra yang disebut-sebut sebagai pemberi uang yang oleh Djoko dikatakan telah meninggal -hal yang perlu dicermati para penyelidik perkara ini.

Banyak pertanyaan besar dalam kasus ini. Misalnya: kenapa Pinangki bisa sampai sembilan kali ke luar negeri tanpa ketahuan dan mendapat sanksi? Atau benarkah tidak ada jaksa lain yang mengetahui pertemuan Pinangki dengan Djoko? Atau apakah demikian gampang Direktorat Imigrasi menghilangkan tanda red notice pada nama Djoko Tjandra tanpa konfirmasi juga ke Kejaksaan Agung?

KPK mesti menyelidiki semua ini. Kita mengharap KPK, yang kini dipimpin “jenderal polisi” bisa membuktikan ke publik instansi mereka benar-benar melakukan supervisi dalam arti sesungguhnya: mengawal kasus ini supaya siapa pun yang terlibat diajukan ke pengadilan. Kita tak ingin supervisi ini sekadar “gagah-gagahan,” tak bergigi.[]

Berita terkait
Jaksa Agung dalam Pusaran Kasus Jaksa Pinangki
Kasus Jaksa Pinangki yang bertemu buron kasus korupsi Djoko Tjandra harus diusut tuntas. Tak perlu ragu melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jaksa Pinangki dalam Pusaran Kasus Djoko Tjandra
Kejaksaan dan Kepolisian bisa menggandeng KPK untuk mengungkap kasus berkaitan dengan Djoko Tjandra. Opini Lestantya R. Baskoro
ICW: Kalau KPK Tangani Djoko Tjandra, Kita Tenang
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengaku tenang apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ambil alih kasus Djoko Tjandra.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)