Jaksa Agung dalam Pusaran Kasus Jaksa Pinangki

Kasus Jaksa Pinangki yang bertemu buron kasus korupsi Djoko Tjandra harus diusut tuntas. Tak perlu ragu melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (Foto: Antara/Aprillio Akbar)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

KASUS  Jaksa Pinangki mulai melebar ke mana-mana. Tidak lagi berpusat pada jaksa berwajah putih mulus ini saja. Menurut Pinangki seperti ditulis Tempo, ia telah melaporkan pertemuannya dengan Djoko Tjandra –terpidana korupsi Rp 950 miliar- kepada Jaksa Agung Burhanuddin. Bahkan Jaksa Agung sempat melakukan video call dengan Pinangki setelah pertemuannya dengan Djoko.

Pinangki ditetapkan sebagai tersangka setelah diketahui pernah bertemu dengan buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Rp 950 miliar, Joko Soegiarto Tjandra -demikian nama lengkap Djoko Tjandra-- di Malaysia. Menurut Kejaksaan, mantan Kepala sub Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan melakukan pelanggaran karena ia juga sembilan kali keluar negeri tanpa izin. Dalam plesir ke luar negeri itulah diduga Pinangki bertemu dengan Djoko. 

 Kita harap Pinangki tak perlu ragu juga untuk membuka apa yang sebenarnya terjadi.

Foto pertemuannya dengan terpidana berambut klimis yang kabur sebelas tahun silam, sehari sebelum di eksekusi itu, tersebar di media sosial. Pinangki diduga telah menerima US$ 500 ribu, sekitar Rp 7,5 miliar, dari Djoko Tjandra, untuk pengurusan kasusnya di Mahkamah Agung.

Sebelum Pinangki, Kapolri Jenderal Idham Azis juga telah memecat tiga anak buahnya dari jabatannya karena terlibat kasus Djoko. Mereka: Brigjen Prasetijo, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Prasetijo, misalnya, telah mengeluarkan surat izin sehingga Djoko Tjandra bisa bebas pergi-pulang ke Pontianak.

Pengakuan Pinangki yang menyatakan kepergiannya keluar negeri diketahui dan dilaporkan ke Jaksa Agung membuat publik bertanya: apakah Pinangki jujur atau bohong. Jika benar, tentu publik bertanya: Apa sebenarnya yang terjadi? Publik juga bisa mempertanyakan, kepergian sembilan kali ke luar negeri tanpa izin, bukankah mustahil terjadi jika tak ada yang mengizinkan atau sengaja membiarkan? Apalagi Pinangki jaksa dengan tugas terbilang penting yang tentu tak mudah meninggalkan pos pekerjaannya begitu saja.

Jaksa Agung Burhanuddin sendiri membantah bahwa dirinya pernah dilapori Pinangki perihal pertemuan bawahannya itu dengan Djoko. Dia juga membantah pernah melakukan video call dengan Pinangki.

Kasus Pinangki, seperti ditulis media ini, harus dibongkar. Siapa pun yang terlibat mesti diperiksa. Kita menyesalkan Kejaksaan yang menolak keinginan Komisi Kejaksaan untuk memeriksa Pinangki dengan alasan Pinangki telah diperiksa. Semestinya, jika perlu, saat memeriksa Pinangki, Kejaksaan juga bisa mengikutsertakan Komisi Kejaksaan –lembaga yang mendapat tugas dari undang-undang untuk “menjaga nama baik jaksa.”

Dan semestinya untuk memeriksa kasus yang memalukan ini, kejaksaan tak perlu ragu melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kita ingin “kasus Jaksa Pinangki” diusut setuntas-tuntasnya. Kita harap Pinangki tak perlu ragu juga untuk membuka apa yang sebenarnya terjadi. Jika perlu ia bisa meminta bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk perlindungan dirinya. []

Penulis: wartawan, pengamat hukum.

Berita terkait
Jaksa Pinangki dalam Pusaran Kasus Djoko Tjandra
Kejaksaan dan Kepolisian bisa menggandeng KPK untuk mengungkap kasus berkaitan dengan Djoko Tjandra. Opini Lestantya R. Baskoro
Persatuan Jaksa Indonesia Batal Dampingi Pinangki
PJI membatalkan upaya pendampingan hukum terhadap tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus grativikasi dari Djoko Tjandra.
MAKI: Jaksa Selain Pinangki Mungkin Terlibat
Hukuman pidana dapat menjerat Jaksa Pinangki atau jaksa lainnya jika terbukti melindungi sang buron.
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.