Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai pertumbuhan kredit perbankan selama setahun Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin masih dikategorikan rendah.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), tercatat pertumbuhan kredit perbankan berada di angka 0,6 persen year-on-year (yoy) per Agustus 2020.
"Padahal bank sudah dibantu dengan penempatan dana pemerintah. Intermediasi perbankan pun terganggu dengan naiknya DPK sebesar 11 persen di periode yang sama. Jika simpanan meningkat sementara pinjaman baru lambat disalurkan akan mempengaruhi supply dana untuk dunia usaha dan masyarakat," kata Bhima dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Selasa, 27 Oktober 2020.
Jadi kinerja perdagangan masih perlu dikritisi karena ekspor mengalami penurunan minus 5,81 persen sepanjang Januari-September 2020.
Baca juga: Risiko Utang Luar Negeri RI yang Kian Meningkat
Kemudian, kata Bhima, ketimpangan semakin meningkat karena orang kaya terus menabung di bank dengan lebih sedikit membelanjakan uangnya. Sedangkan, masyarakat miskin tidak mempunyai cukup tabungan.
"Pasca pandemi ketimpangan aset makin melebar," ucapnya.
Selain itu, kata dia, meski neraca dagang yang mengalami surplus 5 bulan berturut-turut (Mei-September 2020), ini menjadi indikasi buruk bagi ekonomi lantaran disebabkan oleh total impor yang terkontraksi minus 18,1 persen. Secara spesifik impor bahan baku dan barang modal yang paling menurun karena industri manufaktur alami tekanan.
"Impor barang konsumsi juga tertekan sebesar minus 9,3 persen dari awal tahun hingga September. Jadi kinerja perdagangan masih perlu dikritisi karena ekspor mengalami penurunan minus 5,81 persen sepanjang Januari-September 2020," tuturnya.
Baca juga: Kemenhub Dorong Pemulihan Ekonomi Sektor Transportasi
Namun, Bhima menilai masih ada beberapa catatan positif mengenai pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin. Menurut dia, sektor jasa informasi dan telekomunikasi masih terbilang positif untuk pertumbuhan ekonomi.
"Positifnya masih ada sektor yang pertumbuhannya cerah yakni sektor jasa informasi dan telekomunikasi menunjukkan adanya digital bonanza atau percepatan transformasi digital," ujar Bhima. []