Surabaya - Penyerapan anggaran Dinas Kesehatan Jawa Timur (Jatim) untuk penanganan gizi buruk rendah. Akibatnya, perbaikan gizi buruk masyarakat tidak maksimal.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daim, mengaku minimnya serapan anggaran gizi buruk diketahui saat rapat kerja dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Ada beberapa mitra kerja serapan anggaran sampai Agustus 2019 masih dibawah 50 persen.
Suli menyebut alokasi anggaran perbaikan gizi masyarakat di Dinas Kesehatan tahun 2019 baru terserap Rp 248 juta sampai Agustus 2019. Padahal alokasi anggarannya Rp 12,2 miliar. Sudah delapan bulan masa anggaran 2019 berjalan, tapi cuma terserap 2,03 persen. “Ini sungguh sangat disayangkan,” kata Suli, ketika dikonfirmasi “Tagar.di”, Rabu 28 Agustus 2019.
Suli menilai penyerapan anggaran rendah ini sangat ironis dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Mengingat program itu menjadi dambaan masyarakat, khususnya di daerah yang selama ini memiliki masalah gizi rendah. Seperti di Sampang, Pamekasan, Bangkalan, Sumenep, Probolinggo, Bondowoso, Nganjuk, Lamongan dan Kediri.
Dampak gizi buruk yang memprihatinkan adalah penderita stunting yang jumlahnya masih di atas 30 persen. Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan sampai masa awal setelah anak lahir.
“Kita ingin Dinas Kesehatan Jatim segera melalukan langkah strategis untuk mengatasi hal tersebut dengan kinerja yang serius dan tidak main-main dalam masalah perbaikan gizi buruk di masyarakat,” tuturnya.
Tak hanya itu saja, serapan anggaran kesehatan yang dibawah 30 persen adalah program pembiayaan dan jaminan kesehatan yang baru terserap 16,29 persen, program pengembangan kesehatan tradisional 17,87 persen, dan program manajemen dan kebijakan pembangunan kesehatan 28,05 persen.
“Karena serapannya masih di bawah 30 persen, Dinkes Jatim harus segera melakukan percepatan,” pintanya. Dalam APBD murni 2019, Dinkes mendapat alokasi dana sebesar Rp 627,5 miliar. Mengingat kinerjanya kurang serius dalam hal kesehatan, dalam Perubahan APBD 2019 anggarannya diturunkan menjadi Rp 598 miliar (turun Rp 29 miliar).
Sementara Kepala Dinkes Jawa Timur, dr Kohar Hari Santoso, mengaku tidak tahu terkait anggaran yang dikhususkan untuk penanganan gizi buruk di Jatim. "Angkanya (anggaran khusus untuk penanganan gizi buruk, red) saya ndak hapal, ya," katanya mengelak.
Kohar menjelaskan, anggaran yang dikhususkan untuk penanganan gizi buruk memang dialokasikan untuk pemberian makanan tambahan. Dinkes harus berhati-hati agar tidak salah langkah sehingga ada data yang harus dikoreksi.
Dinkes hanya membuat komitmen yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah, baik kota maupun kabupaten di Jatim. Komitmen ini untuk pencegahan agar tidak sampai ada kurang gizi. "Strategi kita adalah membuat komitmen kepada pimpinan daerah. Bagaimana pencegahan agar tidak sampai kurang gizi serta pembiayaan dialokasikan aktifitas itu tadi," katanya. []