Yogyakarta - Anggota Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR) dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Cholid Mahmud menyebut radikalisme atau pemahaman yang ekstrem terhadap ajaran agama, tidak hanya terjadi di agama Islam saja. Sebagian umat agama lain juga mengalaminya.
Cholid berpendapat demikian karena selama ini ada kecenderungan saat terjadi penangkapan terduga teroris atau tindak terorisme selalu dikaitkan dengan umat Islam. "Kita tidak mengingkari sebagian umat Islam ada pemahamam yang ekstrem. Tapi sebagaimana di agama lain, juga ada pemahaman ekstrem," katanya saat acara sosialisasi MPR dalam rangka menanggulangi radikalisme di Kantor DPD Perwakilan Yogyakarta pada Rabu 27 November 2019 malam.
Dia menegaskan radikalisme juga tumbuh di agama selain Islam. "Jadi radikalisme itu bisa muncul di agama apa saja," ujar senator DIY sekaligus Ketua Dewan Dakwah Islamiyah DIY.
Cholid mengatakan, pemahaman yang ekstrem terhadap agama merupakan pola pikir yang menyimpang. Alasannya dalam ajaran sendiri sudah ada larangannya. "Ajaran Islam baik di Alquran maupun hadits melarang itu. Tapi kecenderungan perilaku radikalisme itu ada," ucapnya.
Jadi radikalisme itu bisa muncul di agama apa saja.
Menuru dia perilaku orang yang sudah terkena pemahaman radikalisme ini pun tidak solutif. Ia mengambil contoh seperti pria bernama Markino yang tinggal di Kabupaten Gunungkidul yang ditangkap oleh Densus 88 pada Rabu, 20 November 2019 lalu.
Dari penangkapan itu, petugas juga menyita barang bukti berupa senjata api rakitan, senjata tajam, busur panah, sampai bahan peledak yang telah dirakit di dalam panci. "Ini contoh orang yang berpikir tidak mencari solusi. Apa mau merobohkan Monas atau mengganti dasar negara. Itu kan tidak solutif," katanya.
Sebab dasar negara sudah melalui kesepakatan secara moderat dari seluruh masyarakat beragama sejak bangsa ini didirikan. Untuk itu perlu adanya upaya bersama dalam mencegah pemahaman ekstrem ini.
Salah satunya yakni dengan menggencarkan paham ajaran agama yang mainstream di tengah masyarakat. "Ini bagian pekerjaan kita membawa pikiran umat beragama ke ajaran yang mainstream. Pemahaman mainstream itu harus dijaga," tuturnya.
Namun ketika pendekatan secara lunak masih tetap tidak mempan, juga diperlukan upaya lain. "Kadang juga harus dijaga dengan pendekatan hukum kalau tidak bisa diatasi dengan pendekatan yang agak lunak," ujarnya.
Cholid menilai kabinet Jokowi jilid II atau Indonesia Maju yang melibatkan 11 kementerian dalam menangkal dan menanggulangi radikalimse di Indonesia, sampai saat ini masih sebatas gaungnya saja. "Besar ganungnya tapi actionnya belum konkret. Dan melibatkan 11 kemententerian berlebihan," ungkapnya. []
Baca Juga:
- Mensos Andalkan PKH Tangkal Paham Radikalisme
- Ma'ruf Amin Uraikan Cara Tangkal Radikalisme
- Saat Celana Cingkrang Jadi Pemaknaan Radikalisme