Saat Celana Cingkrang Jadi Pemaknaan Radikalisme

MUI Kota Pematangsiantar melakukan pengkajian isu radikalisme dalam pertimbangan Islam.
MUI Kota Pematangsiantar melakukan pengkajian isu radikallisme dalam pertimbangan Islam, di Jalan Kartini, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, Sabtu 23 November 2019. (Foto: Tagar/Anugerah Nst)

Pematangsiantar - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pematangsiantar melakukan pengkajian isu radikalisme dalam pertimbangan Islam pada forum seminar, Sabtu 23 November 2019 di Sekretariat Jalan Kartini, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Seminar bertema, 'Menepis Radikalisme, Menegakkan Islam Rahmatan Lil Alamin' dihadiri narasumber Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sumatera Utara, Prof DR H Syahrin Harahap dan Guru Besar UIN Sumatera Utara, Prof DR H Kalimin MA bersama Ketua MUI Kota Pematangsiantar, H M Ali Lubis.

"Seminar ini sangat penting di saat mencuatnya fenomena ISIS dan munculnya tentang kajian radikalisme agama yang diopinikan sebagai paham keagamaan yang melahirkan terorisme. Mari kita tangkal dan tolak paham radikalisme," ujar Ali Lubis.

Prof DR H Syahrin Harahap mengatakan, penting pemahaman yang utuh dan sempurna terhadap narasi atau diksi dari radikalisme.

Menurutnya radikalisme sudah menjadi masalah yang mengangkar rumput beberapa dekade terakhir. Budaya timur khususnya Asia Tenggara mulai memudar dengan maraknya tindakan radikal.

"Bahkan celana cingkrang menjadi objek pemaknaan radikalisme. Karena penting pemahaman secara utuh. Pemahaman sepotong-sepotong penafsiran tidak baik. Radikalisme seperti dajjal, matanya satu, artinya hanya pandangan, pandangan dia saja. Kemudian ada di mana- mana, sampai tukang masak pun (radikal) ada juga. Makanya ini problematis yang amat menyedihkan," ujar Syahrin.

Di sini banyak orang Batak, namun lembut orangnya, bersahabat

Dia mengatakan, kemerdekaan Indonesia dulunya turut diperjuangkan oleh para ulama secara radikal. Ia menjelaskan, paham radikalisme yang tumbuh pada akhir abad 19 di Eropa dipahami sebagai ideologi liberal dan progresif.

"Perubahan itu bisa terjadi secara damai berdasarkan kesepakatan. Namun, yang sering terjadi, dengan paksaan atau keterpaksaan dan kekerasan. Karenanya, radikalisme dilabelkan bagi mereka yang berpegang teguh pada keyakinan dan ideologi yang dianut. Sehingga konsekuensinya, salah dan keliru," ujarnya.

Menurut Syahrin, ada beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai radikalisme, filosofi atau pemikiran, ucapan, tindakan dan perilaku.

Radikalisme perilaku tampak merupakan reaksi terhadap permasalahan, pendefinisian radikalisme indentik dengan istilah agama.

Syahrin sangat bersyukur Kota Pematangsiantar masih dalam keadaan yang sangat baik karena merawat toleransi dan itu penting membangun kebersamaan.

"Di sini banyak orang Batak, namun lembut orangnya, bersahabat. Tapi Asia Tenggara berubah jadi sangat kasar sekali. Radikalisme dan terorisme sering tidak dapat dipahami, karena kecendrungan teroris sering berperilaku baik, simpatik. Seakan-akan kebaikan dan ketaatan pada agama," tuturnya.

Prof DR H Kalimin MA menjelaskan, Indonesia saat ini merupakan tempat pertemuan budaya-budaya lintas negara. Termasuk dari Iran dengan paham Syiah dan Arab Saudi dengan paham Salafi.

"Untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar, di Kota Siantar khususnya, perlu dibentuk lembaga-lembaga dakwah mencerahkan dalam rangka menangkal paham radikalisme," tuturnya.[]

Berita terkait
Din Syamsudin Sebut Radikalisme Punya Arti 2 Dimensi
Din Syamsudin, eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan bahwa radikalisme merupakan sebuah istilah mengandung dua dimensi.
Fachrul Razi Ajak Ponpes Lawan Paham Radikalisme
Kunjungan Menteri Agama Fachrul Razi ke Ponpes Lirboyo Kediri atas izin Presiden Jokowi untuk membahas terkait radikalisme.
Kepala BNPT Soroti Radikalisme Pegawai BUMN-Jurnalis
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius menyoroti paparan radikalisme tidak hanya menyerang pegawai BUMN dan Polisi.