Sabu Bikin Orang Bertindak Kriminal dan Nekat

Kasus pencurian yang diamanakan Polres Pematangsiantar dominan para pelaku mengaku menggunakan uang hasil mencuri untuk membeli sabu.
Narkoba jenis sabu. (Foto: Tagar/ist)

Pematangsiantar - Dari beberapa kasus pencurian yang diamanakan Polres Pematangsiantar, Sumatera Utara, dominan para pelaku mengaku menggunakan uang hasil mencuri untuk membeli narkoba jenis sabu.

Dalam kurun waktu satu bulan Polres Pematangsiantar berhasil mengungkap beberapa kasus pencurian di beberapa lokasi. Seperti pencurian uang milik toko roti Ganda sebesar Rp 100 juta. Dalam kasus ini polisi mengamankan tiga orang pelaku dan satu pelaku masih anak di bawah umur.

Perampokan di rumah milik Kamina Lumbanraja, Jalan Tualang, Kecamatan Siantar Utara. Uang senilai Rp 400 juta lenyap dibawa kabur empat orang pelaku, di mana dua di antaranya kemudian berhasil diamankan pihak berwajib.

Kasus perampokan di Jalan Silimakuta pada 18 Januari 2020 lalu, rumah milik Rido disambangi kawanan perampok menggunakan mobil dan senjata tajam. Beruntung pelaku hanya membawa uang Rp 1,8 juta setalah sempat mengancam menghabisi nyawa istri dan anak Rido.

Kapolres Pematangsiantar AKBP Budi Pardamean Saragih mengatakan, dari pengakuan para tersangka, uang hasil pekerjaan gelap mereka digunakan untuk mengkonsumsi narkoba jenis sabu dan bersenang-senang.

Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2019 tercatat 3,6 juta masyarakat menjadi pengguna narkoba di Indonesia. Angka itu naik sebesar 0,03 persen dari tahun sebelumnya.

Kasat Narkoba Polres Pematangsiantar, AKP David Sinaga mengatakan, kurangnya pengawasan orangtua menjadi salah satu faktor maraknya peredaran narkoba yang melibatkan kalangan remaja.

Perampok Roti GandaPelaku pencurian di toko roti Ganda Pematangsiantar saat diamankan kepolisian. (Foto: Tagar/Ist)

"Di Siantar kita selalu fokus memberantas pengedar. Jika pengguna, kita tetap akan tangani dan yang paling banyak ditemui adalah pria remaja dan dewasa," ungkap David, saat ditemui di Mapolres Pematangsiantar, Jumat 24 Januari 2020.

Karena narkoba mengincar para generasi muda

Secara psikologis, kata David, penggunaan sabu yang memiliki zat adiktif, membuat seseorang merasa ketergantungan dan kecenderungan bertindak apapun untuk memenuhi keinginannya.

Faktor lingkungan menjadi hal utama masifnya peredaran narkoba yang menjaring para remaja. Selain itu, mahalnya harga narkoba jenis sabu menjadikan seorang pecandu melakukan tindakan melanggar hukum untuk memenuhi kebutuhanya.

"Ada rasa ketergantungan, jadi membuat seseorang untuk nekat bertindak agar bisa menggunakan narkoba," terangnya.

Untuk mengatasi hal itu, selain penindakan pihak kepolisian juga rutin melakukan sosialisasi kepada para remaja agar menghindari peredaran narkoba.

"Ya, selain penindakan kita juga melakukan sosialisasi, baik ke sekolah, kampus dan tempat lainnya. Karena narkoba mengincar para generasi muda. Untuk itu peran orangtua sangat penting mengatasi permasalahan ini," ungkap David.

Sejarah dan efek sabu

Sabu sendiri adalah jenis narkoba yang mengandung metamfetamina atau juga disebut metilamfetamina.

David SinagaKasat Narkoba Polres Pematangsiantar, AKP David Sinaga. (Foto: Tagar/Anugerah Nasution)

Dari berbagai literatur, sabu pertama kali ditemukan tahun 1871 oleh seorang ahli farmasi Jepang bernama Nagai Nagayoshi yang sedang melakukan riset di Universitas Humboldt, Berlin.

Awalnya efedrina diharapkan dapat membantu penderita asma, tetapi beberapa perusahaan menolak untuk memproduksi obat tersebut karena efeknya.

Kemudian pada tahun 1919, seorang ahli kimia Jepang Akira Ogata, berhasil menemukan proses yang lebih mudah dan cepat untuk memproduksi kristal metamfetamina yang digunakan melalui cara disuntikan.

Resep tersebut dibeli oleh sebuah perusahaan farmasi yang kemudian digunakan sebagai obat gangguan jiwa dan depresi. Selain itu metamfetamina juga diberikan kepada pasukan yang sedang berperang agar tetap terjaga konsentrasi.

Sabu yang mengandung metamfetamina digunakan secara luas selama Perang Dunia ke-II oleh pilot Kamikaze untuk membantu mereka dalam misi serangan bunuh diri.

Namun penggunaannya yang meluas, memberi dampak penyalahgunaan di masyarakat. Hingga akhirnya pada tahun 1970 sabu dianggap ilegal oleh pemerintah Amerika Serikat.

Kemudian, pemerintah Indonesia secara tegas melarang peredarannya pada tahun 1997 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Sabu dipercaya mengandung berbagai zat yang buruk bagi tubuh dengan pengelolaan secara ilegal, mengandung kafein dan racun lainnya.

Penggunaan sabu dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsional pada otak yang menyebabkan gangguan emosi dan penyimpanan memori pada otak.

Orang-orang yang menggunakan sabu biasanya akan mengalami gejala psikis seperti paranoid, agresif, halusinasi baik pada penglihatan maupun pendengaran, gangguan mood, dan delusi.

Peneliti mengatakan efek jangka panjang dari penggunaanya dapat menyebabkan penyakit parkinson, yakni kondisi gangguan saraf yang memengaruhi saraf gerak.

Selain itu penggunaan sabu dengan suntikan juga dapat meningkatkan risiko terserang penyakit menular tertentu seperti HIV dan hepatitis.[]


Berita terkait
Lima Kurir Sabu 56 Kg di Medan Dihukum Mati
Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan hukuman mati terhadap lima kurir narkoba jenis sabu seberat 56 kilogram.
Terancam Pidana Mati, Kurir Sabu Semarang Menangis
Kurir sabu di Semarang menangis demi mendengar ancaman hukuman mati yang menjeratnya. Ia berdalih butuh uang untuk biaya pengobatan anaknya.
Bertambah ASN di Pemko Siantar Tersandung Kasus Sabu
ASN di Pemko Pematangsiantar diamankan polisi atas kepemilikan narkotika jenis sabu.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.