Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, memaparkan Pasal 470 Ayat ayat 1 dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengundang polemik publik. Aturan itu mengatur tentang aborsi.
Menurut Yasonna, aturan aborsi itu telah terdapat dalam KUHP yang belum direvisi sejak dibuat pertama kali. Namun, saat ini ancaman hukuman aborsi dalam RKUHP menjadi lebih ringan.
Pasal 470 Ayat ayat 1 berbunyi, "Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun".
"Ini sebenarnya sudah ada di KUHP yang sekarang (yang berlaku). Ancamannya berat, 12 tahun," kata Yasonna saat konferensi pers di Kompleks Kemenkumham, Jakarta, Jumat 20 September 2019.
Dikatakannya, tindak pidana aborsi ini nantinya tidak akan menjerat korban pemerkosaan. Pun itu karena berbagai halanga, termasuk tindakan aborsi yang dapat mengancam nyawa wanita tersebut.
"Tidak berlaku untuk korban perkosaan maupun karena alasan medis seorang perempuan yang diperkosa. Karena oleh tidak menginginkan janinnya pada tahap terminasi tertentu dapat dilakukan karena alasan medis mengancam jiwa misalnya," ujarnya.
Yasonna menambahkan pasal mengenai aborsi ini telah diatur dalam UU Kesehatan. RUU KUHP, dijelaskannya merupakan kodifikasi dari UU yang ada. Bahkan, dia membantah RUU KUHP akan mengkriminalisasi perempuan korban pemerkosaan.
"Tidak seolah-olah kita ciptakan ini seolah langit akan runtuh dan kita akan menangkapi semua orang. Ini saya perlu klarifikasi," tegasnya. []