Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyebut mengkritik presiden tidak akan dijerat Rancangan Kitab Undang-Undang (RUU) Hukum Pidana (KUHP). Dengan catatan kritik kebijakan, bukan ranah pribadi.
"Bukan berarti karena seorang presiden, bebas kita caci maki harkat dan martabatnya. Mengkritik kebijakannya tidak ada masalah," kata Yasonna di Kompleks Kemenkumham Jakarta, pada Jumat 20 September 2019.
Jangan dikatakan bahwa membungkam kebebasan pers.
Aturan itu dimuat dalam Pasal 218 Ayat 1 yang berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".
Sedangkan dalam Pasal 218 Ayat 2, berbunyi, "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri"
Yasonna menegaskan UU tersebut bukan berarti membatasi kebebasan berekspresi masyarakat dan pers. "Jangan dikatakan bahwa membungkam kebebasan pers," ujar dia.
Dia memberikan contoh yang dapat dikenai pidana, misalnya tidak menyerang pribadi tetapi mengkritik jika kinerja lembaga negara yang dibidaninya buruk.
"Kalau kalian mengatakan kepada saya 'Yasonna Laoly tak becus mengurus undang-undang, mengurus lapas', itu sah-sah saja karena saya pejabat publik. Tapi kalau kamu bilang saya anak haram jadah, ku kejar kau sampai ke liang lahat," ucap dia.
Baca juga:
- Pasal Karet dalam KUHAP dan UU ITE Perlu Direvisi DPR
- 11 Poin Baru Dalam RUU Pemasyarakatan Siap Disahkan DPR