Jakarta - Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta mengatakan adalah sebuah persepsi, apabila ada yang mempertanyakan rencana kepulangan Rizieq Shihab ke Indonesia dalam waktu dekat adalah bagian dari strategi Amerika Serikat. Stanis mengatakan ini saat diminta menanggapi tulisan Denny Siregar berjudul Denny Siregar: Amerika yang Suka Mencampuri Urusan Negara Lain.
"Saya kira itu masih persepsi, belum ada bukti, jadi bersifat dugaan yang belum pasti. Tapi memang Amerika akan sangat diuntungkan jika kelompok kanan menguat di Indonesia, karena sentimen kelompok kanan terhadap China cukup kuat," tutur Stanislaus Riyanta kepada Tagar, Kamis, 5 November 2020.
Rizieq Shihab adalah Ketua Front Pembela Islam. Ia pergi ke Saudi Arabia saat kasus chat pornografinya diproses hukum dan menjadi perbincangan ramai. Ada yang menyebutnya melarikan diri.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam Slamet Maarif mengatakan Rizieq Shihab akan pulang ke Indonesia pada bulan Maulid. “Doakan Rizieq Shihab pulang bulan Maulid dan semoga semuanya lancar,” kata Slamet, Senin, 19 Oktober 2020 melalui kanal YouTube FrontTV.
Slamet juga mengatakan Rizieq tinggal membeli tiket dan akan bergegas pulang ke Indonesia. “Pencekalan Habib Rizieq sudah dicabut, dan overstay sudah diselesaikan dengan baik, Habib Rizieq tinggal beli tiket dan membayar administrasi untuk kembali ke Indonesia.”
Pulangnya Rizieq Shihab ke Indonesia, kata Slamet, membawa sebuah misi, yaitu memimpin revolusi akhlak dan memperjuangkannya dalam rangka menyelamatkan Indonesia.
Jika Indonesia tidak hati-hati, bisa jadi dampak perang dagang AS-China justru mengakibatkan konflik di Indonesia.
Spekulasi pulangnya Rizieq Shihab adalah bagian dari strategi Amerika, kata Stanislaus Riyanta, bisa saja masuk akal. "Perang dagang antara Amerika dan China membuat kedua negara tersebut mencari dukungan, termasuk dari Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia."
Komposisi penduduk muslim yang mayoritas dan situasi politik saat ini, kata Stanislaus, dimanfaatkan oleh Amerika terutama dengan mengkapitalisasi isu kebangkitan komunis. "Dengan isu tersebut Amerika mencoba merangkul organisasi dengan basis massa Islam, yang sangat tampak diarahkan untuk satu persepsi bahwa komunis bangkit. Hal tersebut juga berarti Amerika melakukan pendekatan kepada organisasi dengan basis massa Islam di Indonesia untuk meningkatkan sentimen terhadap China."
Perang dagang AS-China akan terus terjadi, kata Stanis, "Jika Indonesia tidak hati-hati, bisa jadi dampak perang dagang AS-China justru mengakibatkan konflik di Indonesia, akibat dari benturan antarkubu. Hal ini harus dicegah dengan sikap tegas pemerintah yang harusnya menolak intervensi Amerika dan China, dan tetap pada prinsip bebas aktif." []