Yogyakarta - Perseoraan Terbatas (PT) Kereta Api Indonesia Persero Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta sedang menyelidiki adanya dugaan penjualan tanah yang menjadi aset kereta api. Penjualan aset kereta api ini diketahui dari dua unggahan yang diunggah di media sosial Facebook.
Manager Humas PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 6 Yogyakarta Eko Budiyanto menunjukkan dua unggahan tersebut. Pertama adalah seperti yang diunggah sebuah akun bertuliskan:
"Monggo dijual cepat tanah pekarangan LD 15 meter luas 135 meter. Status Tanah PJKA surat resmi. Lokasi dekat jalan solo 300 meter. Dekat fasilitas umum, Lingkungan Nasionalis, dekat jembatan laying janti. Pada akun yang membandrol tanah pekarangan tersebut senilai Rp 120 juta juga turut menyertakan nomor WA yang bisa dihubungi".
Lalu akun kedua jika dilihat dari lokasi yang menjual aset kereta api seluas 4x10 meter di wilayah Sukoharjo. Pada akun tersebut tertulis:
"Ganti tanah PJKA selatan kmpus univet Sukoharjo 25jt nego… cocok buat ap aj mggo silahkan. Pada akun kedua ini turut disempatkan share lokasi tanah yang akan dijual".
Menangapi hal itu, PT KAI mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. "Sebab masih ada oknum yang menjualbelikan aset negara. Perlu diketahui aset negara atau tanah negara tidak bisa dijualbelikan. Dengan tentu oknum yang berani menjualbelikan aset negara menyalahi hukum,” papar Eko Budiyanto, Jumat, 13 November 2020.
Menurutnya, aset negara tidak bisa diperjualbelikan. Masyarakat pun diminta dengan sangat dan berhati-hati agar tidak terkecoh. “Intinya jual beli aset negara atau tanah KAI jelas tidak mungkin. Apalagi yang menjual itu oknum, jangan sampai masyarakat terkecoh,” pintanya.
Sebab masih ada oknum yang menjualbelikan aset negara. Perlu diketahui aset negara atau tanah negara tidak bisa dijualbelikan.
Menurut Eko, saat ini pihaknya sedang melakukan penyelidikan, terlebih ada kemungkinan keterlibatan oknum tertentu termasuk dari KAI sendiri. Dia menyebut, saat ini pernah ada oknum yang memang dilaporkan ke pihak berwajib karena diduga melakukan pengalihan aset kereta api.
Modusnya mulai dari mencoba mensertifikasi, menjual, menempati tanpa sewa hingga ada yang ingin menguasai dan memiliki. “Sudah ada dan akhirnya yang mencoba bermain api dengan menjual aset negara atau menguasai aset negara dengan dalih apa pun dibawa ke ranah hukum. Saat ini baru diselidik (keterlibatan oknum KAI). Jika ada pasti akan diadili tanpa tebang pilih,” kata Eko.
Baca Juga:
Masalah sengketa tanah memang bukan jadi barang baru bagi PT KAI khususnya Daop 6. Seperti pada awal Januari 2020 ini di mana Daop 6 bersengketa dengan warga Secang Kabupaten Magelang, bahkan Daop 6 sempat akan dilaporkan ke Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) terkait sengketa tanah dengan warga tersebut.
“Silakan saja warga (Secang) lapor ke Komnas HAM, kami tidak masalah dan tak takut,” tegas Manager Humas Daop 6 Eko Budiyanto saat itu.
Menurutnya, kondisi di Secang sebenarnya adalah banyaknya aset-aset negara dalam bentuk bidang tanah yang dirampas oleh warga setempat selama berpuluh-puluh tahun. Padahal aset negara itu diberikan ke PT KAI (Persero) dengan status Hak Pakai untuk dikelola.
“Kalau mau adil, Komnas HAM bisa duduk secara fair bagaimana hak kami dijarah orang orang tak bertanggung jawab. Apa kami melanggar HAM, aset kami selama ini tak jelas peruntukkannya kemana,” tutur dia.
Baca Juga:
“Kami tak pikir lama dan tak lama aset itu dipakai warga tapi yang jelas kami tahunya aset negara itu dipatok warga dan mereka tak punya dasar yang kuat. Kami punya sertifikat kok,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, warga Kelurahan/Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang yang merupakan warga yang menempati tanah Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) atau yang sekarang berubah nama menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI) pernah mengadu ke Komnas HAM medio 2013 silam.
Puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Panca Tekad itu bermaksud meminta bantuan Komnas HAM untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah yang mereka tempati. Warga yang tinggal dari dari Muntilan sampai Secang tetap meyakini tanah tersebut merupakan Sultan Ground bukan aset milik PT KAI. []