Putusan MK Dinilai Tidak Sah, Pakar: Berpeluang Jadi Pintu Masuk Pemakzulan

Denny menyarakan agar putusan terkait batas usia capres cawapres oleh MK, tidak dijadikan dasar untuk pendaftaran pasangan calon pada Pilpres 2024.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi yang meminta syarat batasan usia menjadi capres-cawapres diubah. (Foto: Tagar/iSt)

TAGAR.id, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyarakan agar putusan terkait batas usia capres cawapres oleh MK, tidak dijadikan dasar untuk pendaftaran pasangan calon pada Pilpres 2024.

"Karena itu saya merekomendasikan tentang pendapat bahwa putusan ini tidak sah, saya berikan kepada publik dan saya sebarkan bahwa putusan 90 tidak sah itu memang sebaiknya tidak dijadikan dasar untuk pendaftaran Pilpres 2024," ujar Denny Indrayana sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Senin, 23 Oktober 2023.

Denny menegaskan bahwa siapapun yang menjadi pasangan calon dalam pilpres 2024, bukan hanya Gibran, dengan hanya menyandarkan pada putusan tersebut maka akan beresiko dinyatakan tidak sah sebagai pasangan calon dalam pipres 2024.

"Dan kalaupun berhasil terpilih beresiko dimakzulkan karena sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai pasangan calon presiden. Ingat salah satu pintu masuk pemakzulan adalah tidak memenuhi syarat," ujar Denny.

"Kalau ini kemudian bergulir dan kemudian putusan MK-nya memang dinyatakan tidak sah meskipun nanti siapun pasangan Gibran misalnya itu terpilih sekalipun, maka dia bisa menjadi pintu masuk pemakzulan," katanya.

Denny Indrayana memiliki argumen mengapa putusan tersebut berpeluang besar dapat dinyatakan tidak sah. Dalam UU Mahkamah Konstitusi sendiri dikenal konsep putusan MK bisa tidak sah pada saat putusan MK tidak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

"Itu adalah pasal 28 ayat 5 dan 6 UU MK dan konsekuensinya selain tidak sah, UU Kekuasan Kehakiman mengatakan putusan batal demi hukum. Jadi ada konsep tidak sah dan konsekuensi batal demi hukum berdasarkan UU," jelas dia.

Lebih lanjut, dalam UU Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 dikatakan wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia (hakim) mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.

"Bagaimana akibatnya? Dikatakan jika Hakim yang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung itu tidak mundur maka Pasal 17 ayat 5 dan ayat 6, mengatakan pututusan dinyatakan tidak sah," jelasnya.

"Nah ini penting untuk mengatakan konsep final and binding itu bisa dikoreksi dalam hal dua, tidak sah pada saat tidak dibacakan di depan umum dan pada saat Hakim tidak mundur memeriksa mengadili," katanya.

Menurut Denny, ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman layak dijadikan dasar untuk mengatakan dia tidak sah.

"Padahal dia punya benturan kepentingan. Kenapa undang-undang Kekuasaan Kehakiman kita jadikan dasar untuk mengatakan dia tidak sah pada saat hakimnya tidak mundur karena Pasal 24 a Ayat 2 dengan jelas mengatakan kekuasaan kehakiman itu MA dengan badan peradilan di bawahnya dan Mahkamah Konstitusi," ungka Denny.

Ditegaskannya, UU Kekuasaan Kehakiman tersebut berlaku dan mengikat kepada Mahkamah Konstitusi terutama dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9 tahun 2006 khususnya prinsip kedua tentang ketidakberpihakan butir lima huruf B.

"Mengatur hakim konstitusi, saya tegaskan katanya adalah harus hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara karena alasan-alasan B hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan," paparnya.[]

Berita terkait
Prabowo Umumkan Gibran Jadi Cawapres, PAN Tegaskan Tak Ada Perdebatan dalam KIM
Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan penetapan Gibran Rakabuming secara bulat sebagai cawapres diyakini akan membawa dampak elektoral.
Tak Hadir saat Diumumkan Jadi Cawapres Prabowo, Ternyata Begini Alasan Gibran
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tak hadir dalam pengumuman dirinya yang ditunjuk menjadi cawapres pendamping Prabowo di 2024.
Aliansi Mahasiswa: KPU Tak Bisa Ubah Sepihak Paska Putusan MK
Menurut AMPKK, KPU selayaknya melakukan koordinasi dengan Komisi II maupun Pemerintah.