Provokasi Pendukung Prabowo dan Ancaman Teroris

South China Morning Post merilis berita mengenai provokasi terhadap pendukung Prabowo yang menjadi jalan bangkitnya sel-sel teroris
Ilustrasi, anggota Densus 88. (Foto: Ant//Muhammad Iqbal)

Jakarta - Surat kabar berbahasa Inggris yang berbasis di Hongkong, South China Morning Post (SCMP), Jumat 17 Mei 2019, merilis berita mengenai suhu politik di Indonesia yang semakin panas menjelang pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Mei 2019 mendatang. Media ini menulis provokasi pendukung Prabowo menjadi jalan bangkitnya sel-sel teroris.

Sebagai mantan jihadis, aku bisa bilang aku khawatir.

Menurut SCMP berdasarkan wawancara dengan pengamat, para teroris ingin mengeksploitasi atmosfer bergolak di Indonesia menjelang pengumuman 22 Mei 2019.

"Sejauh ini, 19 tersangka teroris, serta seorang pendukung Prabowo yang mengancam akan 'memotong kepala Jokowi', telah ditangkap upaya polisi mencegah adanya serangan yang dilaporkan akan menargetkan pertemuan massa (pada 22 Mei nanti)," tulis SCMP.

Baca juga: Al Khaththath: Prabowo Kalah, Pemilu Curang

Menurut SCMP, ketegangan sangat tinggi karena kubu Prabowo menuduh pemerintah melakukan kecurangan dalam pemilihan dan bersikeras bahwa calon mereka yang benar-benar memenangkan pemilihan.

"Narasi yang intens dari para elit politik untuk mendelegitimasi Pemilihan Presiden 2019 dan memberikan informasi yang salah melahirkan suasana panas yang berbahaya dan membangkitkan sel-sel teroris yang tertidur," kata Setara Institute, sebuah organisasi hak asasi manusia, dalam sebuah pernyataan, tulis SCMP.

Teror BogorPolisi dan anggota TNI melakukan olah TKP seusai penangkapan terduga teroris di Jalan Nanggewer, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/5/2019). Densus 88 Polri dibantu Polres Bogor berhasil menangkap serta menggeledah terduga teroris jaringan ISIS dengan barang bukti di antaranya bahan dasar kimia untuk merakit bom. (Foto: Antara/Humas Polres Bogor)

Pekan lalu, Detasemen Khusus 88, sebuah pasukan anti terorisme kepolisian Indonesia, menemukan dua bom rakitan yang mengandung bahan triacetone triperoxide yang sangat eksplosif ketika mereka menggerebek sebuah toko telepon seluler di Bekasi.

Militan di Indonesia membutuhkan konflik karena akan memberi mereka ruang untuk beroperasi. Pada saat konflik, akan ada kekosongan keamanan, pemerintahan dan otoritas. (Militan) suka konflik.

Pemilik toko, EY alias Rafli, telah ditangkap karena dicurigai sebagai anggota JAD dan membuat bom sendiri menggunakan keterampilan yang dia pelajari dari internet.

Baca juga: KPU: Pengumuman Capres Terpilih Paling Lama 28 Mei

SCMP juga menulis, Indonesia, negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, telah menderita sejumlah serangan teror besar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok militan yang memiliki hubungan dengan jaringan jihad global seperti al-Qaeda dan ISIS selama dua dekade terakhir, termasuk gereja Surabaya tahun 2018. Juga pemboman Bali 2002 yang menewaskan 202 orang.

"Diperkirakan ada 3.000 jihadis di Indonesia. Mereka sedang menonton dan menunggu kekacauan yang merupakan momen di mana mereka akan menyerang," kata Sofyan Tsauri, mantan anggota al-Qaeda Asia Tenggara. "Sebagai mantan jihadis, aku bisa bilang aku khawatir."

Robi Sugara, seorang analis kontraterorisme di Universitas Islam Syarif Hidayatullah di Jakarta, mengatakan setiap kelompok ekstremis yang ia ajak bicara “ingin konflik terjadi di Indonesia karena itu akan membuka pintu bagi jihad.”

“Masalah kekacauan dalam pemilu ini menarik bagi (kelompok teroris). Hanya dengan konflik mereka dapat peluang untuk membangun sistem (pemerintahan) yang mereka inginkan. Tidak mungkin mencapainya dengan demokrasi,” tambahnya.

Baca juga: Khofifah Minta Rakyat Jatim Tak Ikut People Power

Kelompok-kelompok militan Indonesia telah lama berjuang untuk pembentukan kekhalifahan - menolak negara-negara bangsa modern dan sistem pemerintahan demokratis negara itu sebagai produk buatan manusia Barat.

Seruan para pendukung Prabowo dan tokoh oposisi Amien Rais agar tekanan politik dilakukan melalui demonstrasi massa seperti menyiram bensin ke api.

Analis terorisme independen Hasibullah Satrawi menunjukkan bahwa hanya melalui perang dan konflik ISIS berhasil mendirikan kekhalifahannya di Irak dan Suriah.

Densus 88Ilustrasi, Densus 88 tangkap teroris. (Foto: Ist)

"ISIS tidak mungkin mendirikan pemerintahan ketika ada perdamaian di Suriah dan Irak," katanya.

“Demikian juga, militan di Indonesia membutuhkan konflik karena akan memberi mereka ruang untuk beroperasi. Pada saat konflik, akan ada kekosongan keamanan, pemerintahan dan otoritas. (Militan) suka konflik."

Menurut Hasibullah, seruan para pendukung Prabowo dan tokoh oposisi Amien Rais agar tekanan politik dilakukan melalui demonstrasi massa seperti menyiram bensin ke api. 

"Seruan untuk kekuatan rakyat menggerakkan para militan dan juga membuat mereka bahagia karena mereka merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam memerangi pemerintah dan pasukan keamanan," katanya.

Juru bicara Prabowo, Irawan Ronodipuro, mengatakan orang tidak akan turun ke jalan jika pemerintah menunjuk tim ahli forensik komputer untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan kecurangan pemilu. Badan pengawas pemilu Indonesia pada hari Kamis mengeluarkan pernyataan yang mengatakan KPU salah memasukkan data selama proses penghitungan suara, meskipun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Baca juga: Wiranto: Waspadai Penumpang Gelap Pemilu 2019

"Sejauh mana rakyat memutuskan untuk menyatakan hak mereka untuk berkumpul dan protes akan menjadi fungsi bagaimana pemerintah menangani masalah ini," kata Ronodipuro, yang juga direktur hubungan luar negeri untuk Partai Gerindra

"Tetapi jika pemerintah bertindak dengan bijak, jika mereka berhenti mengkriminalkan orang tak bersalah dan setuju untuk bersama-sama menunjuk tim ahli IT forensik untuk melakukan penyelidikan yang komprehensif dan menyeluruh, maka kami yakin orang-orang akan menghargai itu dan menahan diri dari demonstrasi jalanan lebih lanjut," katanya. [] 

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.