Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani meminta calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto bersikap tegas melarang massa pendukungnya untuk tidak lagi melakukan demonstrasi karena dikhawatirkan akan berujung kericuhan lagi.
“Kami berharap karena kita telah sama-sama menyaksikan bahwa ada mudharat yang lebih besar dalam pelaksanaan unjuk rasa ini, maka kami mengharapkan Pak Prabowo dan para elit politik pendukungnya secara tegas memerintahkan massa untuk tidak lagi unjuk rasa,” kata Arsul Sani saat ditemui di Jakarta, Kamis 23 Mei 2019.
Ya nanti kan semua pemilih Jokowi yang 55,5 persen itu bisa marah. Yang minta mundur berapa sih, cuma segelintir.
Arsul Sani juga menyampaikan kalau memang massa masih ingin berunjuk rasa, mereka harus unjuk rasa sesuai peraturan perundang-undangan yang ada termasuk tidak unjuk rasa melebihi waktu yang sudah ditentukan.
Sebelumnya meskipun Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah memutuskan ke Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa Pilpres 2019, namun para pendukung Prabowo masih tetap melakukan unjuk rasa, bahkan sampai menyebabkan kericuhan.
“Ikuti proses hukum saja supaya demokrasi kita berjalan seiring, tidak kontradiktif,” ucap Arsul.
Mengenai massa aksi 21 dan 22 Mei 2019 yang meminta Presiden Jokowi turun dari jabatannya, Arsul menanggapinya dengan tertawa.
“Ya nanti kan semua pemilih Jokowi yang 55,5 persen itu bisa marah. Yang minta mundur berapa sih, cuma segelintir,” tutur Arsul.
Prabowo Menutup Mata
Sementara itu dilansir Antara, pengamat politik Hermawan Sulistyo mengatakan Prabowo Subianto harus bertanggung jawab atas demonstrasi berujung ricuh pada 22 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu, Jakarta.
"Prabowo harus bertanggung jawab, tapi (Prabowo) pasti mengelak. Apalagi ada yang meninggal," kata Hermawan akrab disapa Kiki di Jakarta, Kamis.
Profesor riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini mengatakan aksi demo berujung ricuh pada 22 Mei tidak bisa dilepaskan dari konteks politik pemilihan umum. Kericuhan tersebut merupakan dampak dari politik pemilu.
Prabowo menutup mata bahwa ada massa perusuh dari luar daerah yang menunggangi aksi pendukungnya.
Kiki meyakini selama masa pemilu Prabowo terkena pengaruh dari kelompok yang berada di sekelilingnya seperti kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang disebut punya kepentingan sebab organisasinya dibubarkan pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Kiki juga menyebut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga turut mempengaruhi Prabowo dengan kepentingan untuk meningkatkan perolehan suaranya pada Pemilu 2019 . Selanjutnya, kata Kiki, kelompok yang benar-benar ingin mati syahid yang disebut sebagai teroris.
"Momentum yang terbaik untuk mewujudkan kepentingan mereka adalah situasi sekarang. Prabowo menutup mata bahwa ada massa perusuh dari luar daerah yang menunggangi aksi pendukungnya, dan juga adanya penyelundupan senjata untuk dipergunakan dalam aksi 22 Mei. Ini namanya saling menunggangi," ujar Kiki.
"Syukur polisi kita sudah dibekali teknologi patroli siber tercanggih di Asia Tenggara sehingga bisa mendeteksi rencana-rencana mereka," lanjut Kiki.
Sebelumnya, Prabowo dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) menyebut massa aksi yang menjadi perusuh pada demo 22 Mei lalu bukan pendukungnya. Mereka menilai itu merupakan masyarakat umum.
Prabowo mengimbau pendukungnya untuk mengakhiri aksi setelah menjenguk pendukungnya di Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi di Cikini, Menteng. Lewat akun resmi Twitter Prabowo meminta pendukungnya bertindak arif dan sabar, juga menghindari aksi kekerasan dan mengakhiri aksi damai pada Kamis 23 Mei 2019. []
Baca juga:
- Foto: Bawaslu Setelah Diamuk Perusuh Penunggang Demo
- Demo Bawaslu 21-23 Mei, Polri Tangkap 442 Perusuh
- Terungkap, Profil Wanita dengan Ransel di Bawaslu
- Mahfud MD: Ricuh Sengaja Cari Martir Korban Jiwa
- Sikap Muhammadiyah Pasca Kerusuhan 21-22 Mei 2019