Terungkap, Profil Wanita dengan Ransel di Bawaslu

Terungkap profil wanita misterius bercadar hitam dengan ransel di punggung yang tiba-tiba muncul pada Rabu malam di Bawaslu.
Wanita bercadar hitam berjalan sendiri tanpa massa. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta - Kepolisian RI memastikan wanita misterius dengan busana hitam, bercadar hitam dengan ransel di punggung saat aksi massa di sekitar kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada Rabu malam 22 Mei 2019 tidak membawa bom.

"Sudah kami investigasi, bukan bomber," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen M Iqbal saat jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Kamis 23 Mei 2019.

Kepolisian juga memastikan wanita tersebut tidak terafiliasi dengan kelompok mana pun. Berdasarkan investigasi polisi, wanita tersebut diduga agak stres.

Di gambar terlihat seperti bom pipa, rupanya itu selongsong gas air mata yang tersangkut.

Pada gambar yang beredar terlihat wanita tersebut memiliki benda menyerupai kabel. Polisi menyatakan benda tersebut bukan bom pipa seperti yang diduga

"Di gambar terlihat seperti bom pipa, rupanya itu selongsong gas air mata yang tersangkut," jelas Iqbal dilansir Antara.

Berdasar penelusuran, wanita bergamis dan bercadar hitam dengan ransel di punggung itu bernama inisial DMR kelahiran Jakarta 27 Januari 1987. DMR tinggal di Jakarta, beragama Islam, menikah, pekerjaan pada kolom KTP berisi keterangan ibu rumah tangga.

Wanita Bercadar HitamAparat kepolisian dari Brimob menembakkan gas air mata pada wanita misterius dengan ransel di punggung itu. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Ranselnya berisi satu buku tafsir, satu Alquran kecil, satu botol air mineral, satu botol obat.

Ia dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan pendalaman. Dari hasil pemeriksaan, wanita tersebut menalami sedikit gangguan jiwa akibat belajar Tafsir.

Sebelumnya beredar di pemberitaan media dan pembicaraan di media sosial, polisi mengamankan seorang wanita berpakaian serba hitam, menggunakan cadar, dan membawa tas ransel.

Wanita itu disebut tidak mengindahkan permintaan polisi yang berjaga untuk diperiksa.

Pembatasan media sosial

Pemerintah, sejak Rabu 22 Mei 2019 membatasi akses ke aplikasi pesan instan dan media sosial sehingga pengguna internet seluler tidak bisa mengirimkan pesan berupa foto dan video. Pembatasan tersebut bertujuan untuk mengurangi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian terkait Aksi 22 Mei.

Pengguna tidak bisa mengirim dan menerima pesan berupa gambar dan video dari aplikasi WhatsApp hingga Kamis siang. Sedangkan video dan gambar di platform Facebook dan Instagram juga tidak muncul.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) belum merilis informasi terbaru mengenai dampak pembatasan akses ke layanan media sosial terhadap penyebaran hoaks.

Baca juga:

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.