Malang – Kepolisian Resor Kota Malang akan memproses seorang peserta demonstrasi tolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di Alun-alun Tugu Kota Malang, Jumat, 23 Oktober 2020. Proses hukum dilakukan terhadap seorang peserta demonstran dilakukan karena membawa poster Presiden Joko Widodo berhidung panjang layaknya pinokio.
Aksi demonstrasi menolak undang-undang kontroversial itu sendiri digelar oleh dua kalangan organisasi mahasiswa. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Malang serta Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Malang.
Pak Presiden dibikin hidung panjang. Hal itu sudah tidak bisa dibenarkan dan ditolerir.
Di tengah-tengah demonstrasi, sempat terjadi keributan antara beberapa aparat pengamanan dengan seorang massa aksi. Mereka bersitegang karena ada penyitaan poster hitam putih bergambar Presiden Joko Widodo berhidung panjang layaknya pinokio dengan bertuliskan #JokowiBohong.
Kepala Kepolisian Resort Kota Malang, Komisaris Besar Polisi Leonardus Simarmata mengatakan tindakan dari seorang massa aksi tersebut tidak dapat dibenarkan serta tidak bisa ditolerir. Sehingga, dia menegaskan akan memprosesnya terkait tindakan tersebut sesuai hukum berlaku.
Baca juga:
- Ogah Dibodohi, HMI Cabang Malang Tolak Kehadiran Achmad Baidowi
- Demo Damai, Aliansi Malang Melawan: Akan Ada Lagi
- Demo Omnibus Law di Malang, Massa: Aksi Kita Damai
Dia menerangkan tindakan tersebut menurutnya sudah masuk sebagai bentuk penghinaan atau pelecehan terhadap simbol dan lambang negara. Dalam hal ini yaitu Presiden Joko Widodo dengan dibuat hidung mancung layaknya pinokio.
”Pak Presiden dibikin hidung panjang. Hal itu sudah tidak bisa dibenarkan dan ditolerir. Saya akan ambil tindakan dan bisa saya proses sesuai hukum,” tuturnya.
Saat itu, Leo menegaskan sudah melakukan penyitaan terhadap posternya. Dia menyebutkan begitu halnya kepada massa aksi pembawa poster saat aksi demonstrasi menolak undang-undang sapu jahat itu.
Dia mengungkapkan juga sudah mengamankannya untuk dilakukan pemeriksaan.
”Kami lihat dulu lagi nanti perkembangannya seperti apa. Kita masih akan melakukan pemeriksaan kepadanya,” kata mantan Wakil Kepala Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya.
Lebih dari itu, Leo menyesalkan aksi demonstrasi tersebut plin plan terkait waktu kapan akan melakukan demonstrasi. Selain sudah tidak sesuai jadwal pemberitahuannya kepada kepolisian yaitu aksi demonstrasinya baru dimulai sekitar pukul 16.20 WIB.
Dia menyampaikan surat pemberitahuan terkait rencana akan melakukan aksi mengemukakan pendapat di muka umum itu telat dan mendadak sekali. Dia mengungkapkan suratnya baru disampaikan kepada kepolisian pada Kamis, 22 Oktober 2020 pukul 23.00 WIB.
Sebagaimana diketahui, sekalipun aksi demonstrasi oleh dua kelompok organisasi itu berbeda dengan gerakan Aliansi Malang Melawan (AMM). Aksi tersebut juga meminta dan menuntut pemerintah mencabut UU Omnibus Law Ciptakerja.
Rencana awalnya akan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Namun demikian, aksi demonstrasinya molor dan baru dilakukan sekitar pukul 16.30 Wib. Kemudian, mereka akhirnya membubarkan diri sekitar pukul 17.10 Wib.
”Aksi demonstrasi ini tidak memenuhi syarat. Karena, suratnya baru disampaikan mendadak ke kami sekitar jam 11 malam. Seharusnya kan 3 hari sebelumnya,” kata dia.
Oleh karena itulah, Leo memberikan saran bahwa untuk menerapkan prinsip demokrasi. Dia menyebutkan harus di mulai dari hal-hal kecil seperti surat-menyurat dan ketepatan waktu akan demonstrasi itu tadi. [](PEN)