Ambon - Penyidik Satuan Reskrim Polresta Pulau Ambon, menetapkan dua mahasiswa sebagai tersangka kericuhan unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Univesitas Pattimura di Kawasan Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Maluku, Senin, 12 Oktober 2020.
Mahasiswa yang berinisial MR dan HS, ini terlibat melakukan pelemaparan batu serta tindakan anarkis lainnya dalam aksi tersebut. Sebelumnya 13 mahasiswa ditangkap, namun 11 orang lainnya dilepaskan.
Untuk 11 rekannya kita jadikan wajib lapor. Sementara dalam pengembangan lagi, kita di back up Polda Maluku.
Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Kombes Pol Leo Surya Nugraha Simatupang mengatakan, penetapan kedua mahasiswa ini sebagai tersangka setelah diamankan 1 kali 24 jam bersama 11 rekan mereka yang lainnya.
"Untuk 11 rekannya kita jadikan wajib lapor. Sementara dalam pengembangan lagi, kita di back up Polda Maluku," jelas Surya, Rabu 14 Oktober 2020.
Menurutnya, kedua tersangka berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kota Ambon. Peran keduanya dalam aksi ratusan mahasiswa saat itu, ikut menghasut dan melakukan pelemparan berdasarkan keterangan saksi dan warga di lokasi aksi. Hal itu, juga dikuatkan bukti video.
Selain itu, Mantan Kapolres Pulau Buru ini mengaku, pihaknya saat ini dibantu Polda Maluku masih terus melakukan pengembangan.
Salah satunya, kata Surya, mencari aktor intelektual di balik aksi brutal mahasiswa itu. Aktor itu disebut berinisial A, orang yang mengarahkan melakukan kejahatan dan pelemparan batu terhadap polisi.
"A ini aktor utama. Dia bukan mahasiswa lagi, kita sudah cari di kosnya, namun tidak ditemukan. Kita masih terus melakukan pengejaran terhadapnya,"tegasnya.
Kedua tersangka melanggar pasal 160 KUHP atau Pasal 214 KUHP dan atau pasal 212 KUHP tentang menghasut dalam upaya melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau kekerasan terhadap petugas yang melakukan pekerjaan yang Sah.
"Ancaman hukum diatas 6 sampai 7 tahun penjara," ujarnya. []