Polisi Pengeroyok Jurnalis Makassar Dipenjara 21 Hari

Dua polisi pelaku kekerasan terhadap tiga jurnalis di Makassar saat aksi demonstrasi 24 September 2019 lalu, dihukum 21 hari masa penahanan.
Kedua oknum polisi pengeroyok jurnalis saat menjalani sidang disiplin di Mapolda Sulawesi Selatan, Kamis, 31 Oktober 2019. (foto: Tagar/Lodi Aprianto).

Makassar - Kasus kekerasan terhadap tiga jurnalis di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), kini memasuki babak baru. Dua oknum aparat kepolisian yang terlibat pengeroyokan telah menjalani sidang disiplin dan divonis hukuman 21 hari masa penahanan.

Dua oknum polisi yang terlibat pengeroyokan terhadap jurnalis saat meliput kericuhan aksi mahasiswa 24 September 2019 lalu masing-masing adalah Aipda Roezky yang bertugas di Polres Jeneponto dan Aiptu Mursalim bertugas di Polres Takalar. Mereka, kala itu bertugas melakukan pengamanan di depan kantor DPRD Sulsel.

Menjatuhkan hukuman terhadap Aipda Roezky (dari) Satuan Sabhara Polres Jeneponto dan Aiptu Mursalim dari Satuan Sabhara Polres Takalar dengan hukuman disiplin.

Sidang disiplin ini dipimpin Wakapolres Jeneponto Kompol Marikar dan Wakapolres Takalar Kompol Andi Tonra, yang dilaksanakan di ruang Psikologi Sumber Daya Manusia (SDM), kantor Polisi Daerah (Polda) Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar, Kamis, 31 Oktober 2019.

"Menjatuhkan hukuman terhadap terhukum Aipda Roezky (dari) Satuan Sabhara Polres Jeneponto dan Aiptu Mursalim dari Satuan Sabhara Polres Takalar dengan hukuman disiplin berupa penundaan mengikuti pendidikan selama 6 bulan terhitung sejak November 2019-April 2020. Dan penempatan dalam tempat khusus (patsus) selama 21 hari," ujar kedua pimpinan sidang, Kompol Marikar dan Kompol Tonra.

Pimpinan sidang menyebutkan, kedua polisi yang dihukum telah melanggar prosedur sebagai anggota pengendali massa (Dalmas) dalam pengamanan unjuk rasa. Hal tersebut dibuktikan dengan tangkapan video saat unjuk rasa ricuh di Kantor DPRD Sulsel, 24 September 2019 lalu.

"Kedua terhukum juga sama-sama melanggar prosedur dinas lantaran meninggalkan barisannya saat pengamanan atau melakukan tindakan di luar dari perintah komandan pletonnya," kata dia.

Usai pembacaan putusan, kedua anggota polisi tersebut menerima vonis yang ditetapkan pimpinan sidang. Mereka dianggap terbukti telah melanggar Pasal 4 huruf A dan huruf D Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Oleh karena itu, mereka kini ditahan di Mapolda Sulsel.

Hukuman Dinilai Lemah

Polisi pukul jurnalis MakassarKedua oknum polisi pengeroyok jurnalis saat menjalani sidang disiplin di Mapolda Sulawesi Selatan, Kamis, 31 Oktober 2019. (foto: Tagar/Lodi Aprianto).

Dua oknum polisi yang terlibat pengeroyokan jurnalis, Aipda Roezky yang bertugas di Polres Jeneponto dan Aiptu Mursalim bertugas di Polres Takalar divonis hukuman 21 hari masa penahanan di ruang khusus dan penundaan pendidikan. Namun, hukuman kedua pelanggar itu dinilai belum memenuhi rasa keadilan bagi korban.

"Sebab putusan tersebut sama sekali belum memberikan efek jera pada anggota kepolisian dalam konteks institusi. Kekerasan terhadap jurnalis terus berulang dengan tanpa ada perbaikan secara signifikan kepada institusi," ucap salah satu tim advokasi hukum kekerasan jurnalis, Firmansyah.

Alasan Kepolisian, kata dia, sering mencari pembenaran jika keadaan tidak terkendali dalam pengamanan unjuk rasa. Hal tersebut, seolah membenarkan perilaku kekerasan boleh dilakukan. 

Padahal, lanjutnya, fakta terungkap dalam persidangan, korban tidak berada dalam pusaran massa aksi, bahkan situasi saat itu tidak sedang berada dalam kondisi rusuh.

"Justru korban berada di luar kerumunan, kepolisian lantas ditarik masuk di kerumunan kepolisian dan di situ lah korban mengalami kekerasan. Kami juga menilai seharusnya Bidpropam juga meminta pertanggung jawaban pimpinan, sebab keberadaan anggota kepolisian didasarkan pada perintah pimpinan dalam rangka pengamanan unjuk rasa dan tidak berhenti pada bawahan saja," kata Firman.

Kendati demikian, pihaknya tetap mengapresiasi langkah Bidpropam yang telah menegakkan disiplin bagi anggota kepolisian. 

"Dan tentu menjadi catatan penting bahwa adanya fakta empat orang yang kini telah diteruskan ke Ditreskrimum sekiranya Ditreskrimum sudah bisa melanjutkan laporan pidananya ke tahap penyidikan," tuturnya.

Sebelumnya, terjadi penganiayaan dan penghalang aparat kepolisian kepada jurnalis LKBN Antara M Darwin Fatir saat melakukan peliputan aksi tolak Revisi Undangan-Undang KPK dan RUU KUHP pada 24 September 2019 di depan kantor DPRD Sulsel.

Akibat kejadian itu, Darwin sebagai korban mengalami kepala bocor pada bagian kiri belakang, sekujur badan sakit, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit Awal Bros untuk mendapatkan perawatan. 

Sedangkan dua jurnalis lainnya, yakni Ishak Pasibuan dari makassartoday dan Saiful Rania dari inikata juga mendapat dugaan kekerasan aparat saat melakukan peliputan unjuk rasa pada 24 September 2019 lalu. []

Berita terkait
Pengeroyok 3 Jurnalis Saat Demo DPRD Sulsel Diperiksa
Sebanyak tiga orang jurnalis dikeroyok polisi saat unjuk rasa ricuh di depan Kantor DPRD Sulsel pada Selasa 24 September 2019.
IJTI Sulsel Kecam Kekerasan Polisi Kepada Tiga Jurnalis
Kekerasan terhadap jurnalis oleh aparat kepolisian kembali terulang. Kali ini terjadi di Makassar.
Kapolda Sulsel Meminta Maaf Kepada Jurnalis Makassar
Kapolda Sulsel Irjen Pol Mas Guntur Laupe meminta maaf kepada jurnalis Makassar yang menjadi korban pemukulan aparat kepolisian saat unjuk rasa.
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.