Polemik Sengketa Perumahan Nelayan di Bantaeng

Sengketa perumahan nelayan di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan sejak Mei 2017 hingga kini belum selesai.
Syafaruddin Rumallah saat ditemui Tagar di kantor Dinas Perumahan, Kamis, 6 Agustus 2020 (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Perumahan nelayan yang berada di Dusun Birea, Desa Pajukukang, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan ternyata bersengketa sejak Mei 2017, namun hingga kini kasus sengketa tersebut tak kunjung usai.

Pemilik kuasa tanah, Syafaruddin Rumallah mengatakan, dirinya sudah melayangkan surat ke Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Bantaeng ihwal adanya bangunan sebanyak 70 unit rumah di atas tanah milik kakaknya itu.

Bahkan pada tahun 2017, surat itu ditembuskan pula ke Bupati Bantaeng yang masih dijabat oleh Nurdin Abdullah, termasuk ke Ketua DPRD dan Asisten.

Pembayaran ganti rugi menurut kesepakatan akan dilakukan setelah ada pembatalan sertifikat hak pakai milik Pemkab.

"BPN Bantaeng telah menanggapi surat yang kami layangkan dengan menindak lanjuti ke BPN Kanwil Provinsi di Makassar, yang menyarankan kepada kami untuk melakukan upaya hukum," kata Syafaruddin , Kamis, 6 Agustus 2020.

Gugatan perdata kemudian dilayangkan ke Pengadilan Negeri di tahun 2017. Setelah beberapa kali persidangan, akhirnya sampai pada tahap mediasi. "Setelah beberapa kali sidang akhirnya ditemukan kata mufakat dengan pemkab Bantaeng melalui mediasi," katanya.

Hasil mediasi itu di antaranya menyebutkan, Pemda Bantaeng mengakui kesalahan dalam permohonan penerbitan sertifikat. ATR/BPN Bantaeng sendiri akui kekeliruan dalam penerbitan sertifikat hak pakai Pemkab selanjutnya para pihak bersepakat membayarkan ganti rugi atas tanah tersebut.

"Pembayaran ganti rugi menurut kesepakatan akan dilakukan setelah ada pembatalan sertifikat hak pakai milik Pemkab," katanya.

Hanya saja perintah pengadilan tersebut sampai bulan Agustus 2020 ini belum juga dilaksanakan. 

Sementara itu Plt. Kabag Hukum Pemkab Bantaeng, Muh. Azwar menjelaskan, pembatalan sertifikat milik Pemkab hanya bisa dilakukan setelah dilakukan penghapusan tanah sebagai aset daerah. Menurutnya, permasalahan tanah tersebut sudah bergulir sejak tahun 1986, lalu di Pengadilan hingga selesai pada tahun 1996 di Mahkamah Agung.

Baca juga:

"Dalam kasus ini pihak BPN sendiri telah mengakui akan adanya kekeliruan dalam penerbitan sertifikat milik Pemda," ujar Muh. Azwar.

Terpisah, Kepala Seksie Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Bantaeng, Arfiah Tenri Ulang mengatakan, pihaknya saat ini diminta pendapat terkait kasus sengketa tanah tersebut. Dia menyebut, Kasi Datun Kejari sebagai pengacara negara dalam hal sengketa perdata.

"Dalam kasus ini sementara kami menelusuri sebelum memberikan pendapat, apakah benar memang seperti itu permasalahnnya, karena jangan sampai dikemudian hari ditemukan tindak pidana korupsi dalam kasus ini," kata dia.

Dijelaskan pula, Pemkab Bantaeng sebenarnya sudah siap untuk membayarkan. Hanya saja masih terkendala dengan aturan dan pasal yang mengatur permasalahan ini.

Sementara itu, Kabid Pertanahan di Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Bantaeng, Nur Arfiah menuturkan, pihaknya sudah siap membayar jika semua prosedur sudah terpenuhi

"Jika semua prosedur sudah terpenuhi maka kami dari Pemda tidak ada alasan untuk tidak membayarkan ganti rugi tersebut," katanya. []

Berita terkait
Alasan Kadisdikbud Bantaeng Tak Belajar Tatap Muka
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kabupaten Bantaeng belum menjadwalkan anak-anak untuk belajar tatap muka. Ini alasannya
Kasus Pembunuhan ROS di Bantaeng Lanjut ke Kejaksaan
Kasus pembunuhan sadis oleh saudara sendiri di Desa Pattaneteang, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng kini bergulir di Kejaksaan.
Cerita Seram Penghuni Gaib Asrama Kalokko Bantaeng
Kesaksian orang-orang yang tinggal di sekitar bekas asrama tentara zaman Belanda, Asrama Kalokko di Bantaeng, Sulawesi Selatan.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.