PKS Tidak Takut Sendiri Jadi Oposisi Jokowi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan PKS tetap konsisten menjadi oposisi pada periode pemerintahan 2019-2024.
Presiden Joko Widodo berfoto bersama dengan 10 orang pimpinan MPR di Istana Merdeka Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019. (Foto: Antara/Desca Lidya Natalia)

Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan PKS tetap konsisten menjadi oposisi pada periode pemerintahan 2019-2024.

"Kami PKS sudah memutuskan berada di luar kabinet. Kami berada sebagai oposisi apa pun namanya, dan kami sampaikan bahwa berada di luar kabinet, itu justru menyelamatkan demokrasi," kata Hidayat Nur Wahid di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019, seperti diberitakan Antara.

Sekali lagi, kami menghormati rasionalisasi dasar daripada pemilu, yaitu kalau yang menang silakan memimpin.

Hidayat menyampaikan hal tersebut seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo bersama dengan sembilan orang pimpinan MPR di Istana Merdeka, terkait persiapan pelantikan presiden-wakil presiden terpilih 2019-2024 pada 20 Oktober 2019.

"Karena kalau demokrasi artinya semua orang bergabung di pemerintahan, lah terus siapa yang melakukan check and balance? Kami menyediakan diri untuk menjadi yang meningkatkan dan menyelamatkan marwah demokrasi dengan berada di oposisi itu," ucapnya.

PKS, kata dia, menghormati pihak pemenang Pemilu 2019. Seperti diketahui, pemilu lalu, PKS berkoalisi dengan Gerindra mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Sekali lagi, kami menghormati rasionalisasi dasar daripada pemilu, yaitu kalau yang menang silakan memimpin. Rasionalnya kan begitu. Kalau yang belum menang ya rasionalnya kami berada di luar. Karenanya jangan sampai kemudian kalau bertemu, artinya PKS minta untuk koalisi, ya enggak lah, PKS minta menteri, apalagi," ucap Hidayat.

Menurut dia, kursi menteri untuk partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin saja masih kurang, apalagi masing-masing sudah mengajukan banyak calon.

"Silakan berikan itu kepada pendukung Pak Jokowi. Kami, saya PKS, yang kemarin bukan koalisi Pak Jokowi kami berada di luar kabinet untuk menyelamatkan dan meningkatkan kualitas berdemokrasi," kata dia.

Namun, Hidayat mengatakan tidak menutup kemungkinan PKS bertemu dengan Presiden Jokowi, persoalannya adalah kapan waktu terbaik untuk pertemuan tersebut.

"Ya (pertemuan) setelah kemudian tidak da kegaduhan terkait masalah minta jabatan menteri, koalisi, dan sebagainya," ujarnya.

Dalam sistem presidensial semacam ini, kata Hidayat, seharusnya seluruh anggota DPR itu melakukan kontrol. Kalau program pemerintahnya tidak bagus, bermasalah, anda lihat rapat-rapat di komisi semuanya begitu kritis terhadap program pemerintah. 

"Jadi kami tidak takut sendirian karena pada hakikatnya nanti kawan-kawan kami anggota DPR akan melakukan kritik terhadap hal-hal yang tidak sesuai dari yang seharusnya atau janji kampanye," ucapnya.

Presiden Jokowi tampaknya membuka ruang untuk kubu oposisi bergabung dalam kabinet. Pada pekan lalu, pria asal Solo itu bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Oktober 2019 dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada 11 Oktober 2019.

Prabowo Subianto usai melakukan pertemuan dengan Jokowi di Istana Merdeka pun sudah melakukan safari politik ke sejumlah ketua umum partai koalisi Jokowi. 

Mulai dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarmoputri, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan sore ini dijadwalkan bertemu dengan Ketua Umum partai Golkar Airlangga Hartarto.

"Secara prinsip, PKS biasa diundang dan biasa mengundang. Kita berpolitik itu bersilaturahim, tapi timing juga dipentingkan, jangan sampai kesannya ada pertemuan, kemudian artinya mau koalisi, mau gabung, minta menteri padahal katanya komposisi menteri antara profesional partai dan profesional non-partai," ucap Hidayat.

Bila jatah untuk partai hanya 40 persen dari total jumlah kabinet, maka dengan 34 kementerian berarti hanya ada sekitar 16 menteri untuk partai, padahal partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin lebih dari 6 partai.

"Saya tahu ada keinginan (pertemuan Jokowi-PKS) ini, saya tahu dan saya diberitahu bahwa ada keinginan untuk pertemuan dengan Presiden PKS, dan Presiden PKS sudah memberikan jawabannya. Pertemuan itu baik-baik saja tapi timing-nya harus dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya supaya tidak menimbulkan salah paham," ujar Hidayat. []

Berita terkait
Bila Oposisi Hanya PKS dan PAN, Pengamat: Macan Ompong
Oposisi akan seperti macan ompong bila hanya tersisa PKS dan PAN yang menjalankan fungsi kontrol pemerintahan.
Masa Depan PKS Setelah Jokowi Bertemu SBY dan Prabowo
SBY ke Istana Merdeka bertemu Jokowi, kemudian Prabowo Subianto juga ke Istana Merdeka bertemu Jokowi. Bagaimana masa depan PKS pendukung Prabowo?
PKS Tanyakan Prosedur Pengamanan Saat Wiranto Diserang
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mempertanyakan prosedur pengamanan terhadap Menko Polhukam Wiranto saat diserang.
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.