Ambon - Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) bersama aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) kembali berunjukrasa di kantor Wali Kota Ambon, Maluku, Selasa, 16 Juni 2020. Mereka menuntut perwali yang memberatkan rakyat kecil.
Meski sudah berunjuk rasa untuk ke tiga kalinya, Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy, tak kunjung menemui mereka. Sambil menunggu kehadirannya, pengunjuk rasa menggelar salat duhur di pekarangan Kantor Wali Kota Ambon.
Harus dicabut. Itu bukan aturan. Aturan itu perangi rakyat.
Mereka mengkritik Peraturan Wali Kota Ambon Nomor 16 tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat, yang dinilai sangat diskriminatif.
Pasalnya, jam operasi PKL di Pasar Mardika diberikan waktu penjualanan hanya sampai pukul 16.00 WIT, sementara swalayan seperti indomaret dan alfamidi ada yang dibuka 24 jam.
"Kami meminta wali kota temui kami," kata salah satu orator aksi dengan lantang.
Menurut mereka, Perwali harus di cabut oleh wali kota, karena sangat diskriminatif dan menguntungkan pihak tertentu.
"Harus dicabut. Itu bukan aturan. Aturan itu perangi rakyat," teriak orator.
Mereka menyebut, memberlakukan PKM dengan melakukan aktivitas pasar Mardika hanya sampai pukul 16.00 adalah suatu tindakan yang keliru. Karena keputusan itu sangat tidak rasional dan tidak adil pemberlakuan aturannya.
Pasar Mardika ditutup kegitan pasarnya hanya sampai jam 16.00 sore. Sementara itu, swalayan sperti Indomaret dan Alfamidi tidak ada yang bebas beroprasi 24 jam.
"Kita butuh suara rakyat dan ditambah PKL. Kita tidak akan pindah ke Passo. Kita akan menderita. Jangan menindas orang lain dari aturan ini," tegas Kordinator PKL pasar Mardika, La Nurdin.
Hingga pukul 13.15 WIT, PKL dan mahasiswa masih terus melakukan aksi di Balai Kota Ambon. Mereka hanya meminta agar Wali Kota Richard Louhenapessy, tak temu mereka.
"Jika pak wali kota tidak menemui kami, maka kami akan tetap ada di tempat ini (depan balai kota)," tegas pendemo. []