Manggarai Timur - Jelang ulang tahun (Ultah) Kabupaten Manggarai Timur ke-12, 23 November 2019, pemerintah setempat mendapat kado istimewa. Kado Ultah peti mati dari Front Rakyat Manggarai Timur Bergerak (FRMB) sebagai penanda matinya nurani pejabat dan wakil rakyat di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Peti mati ini sebagai simbol matinya hati nurani dan demokrasi di Manggarai Timur. DPRD bukan lagi membela rakyat malah menjadi penghianat rakyat," kata aktivis FRMB Paulus A R Tengko, Kamis 21 November 2019.
FRMB merupakan gabungan Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Kota Ruteng dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Manggarai. Turut bergabung, warga Pasar Inpres Borong.
Puluhan aktivis FRMB berkumpul dan menggelar orasi lebih dulu di Pasar inpres Borong. Mereka mengkritik kebijakan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur yang membangun tembok pagar pembatas di atas lahan warga yang bersetifikat.
Tengko yang juga Ketua LMND Ruteng menilai Bupati dan Wakil Bupati serta DPRD Manggarai Timur tidak prorakyat di kebijakan Pasar Inpres Borong. "Pembangunan pagar tembok pembatas diduga dilakukan sepihak karena tidak mengantongi kesepakatan dari warga pemilik lahan," ucapnya.
Usai berorasi massa bergerak menuju ke Lehong, pusat pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur. Menggunakan kendaraan bak terbuka, mobil pribadi dan sepeda motor, massa pendemo dikawal ketat petugas kepolisian.
Sepanjang perjalanan 1,5 jam, kritikan-kritikan terus disampaikan lewat pengeras suara di atas kendaraan bak terbuka. Aktivis dari LMND maupun PMII bergantian orasi. Pada intinya, mereka menuntut pembangunan pagar tembok pembatas di Pasar inpres Borong dihentikan.
Peti mati ini sebagai simbol matinya hati nurani dan demokrasi di Manggarai Timur.
Tiba di kompleks pemerintahan Manggarai Timur, massa membentangkan spanduk tuntutan dan bawa peti mati bertulis RIP Pemkab Matim. Di awali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Padamu Negeri, massa FRMB meletakan peti mati di tangga gedung Dewan.
Ketua PMII, Safrudin Ruslan, lebih menyoroti masalah pelestarian mangrove. Kepala daerah dinilai telah membuat kebijakan yang keliru dengan membabat bakau di Kelurahan Kota Ndora Kecamatan Borong. Sehingga rakyat di pesisir bakal terdampak kerusakan lingkungan.
Fungsi UKL dan UPL untuk meminimalisir kerusakan lingkungan tetapi dalam pelaksanaan justru membenarkan adanya penebangan bakau. "UKL dan UPL itu dijadikan oleh Dinas Lingkungan Hidup sebagai perisai pembelaan terhadap penebangan mangrove. Kebijakan tersebut menandakan pemerintah ingin menang sendiri," terang dia.
Bagi Ruslan, Pemerintah Maggarai Timur telah melanggar UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur batasan larangan penenbangan pohon di wilayah pesisir. Juga UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Dengan pelanggaran itu, lanjut dia, pemerintah berarti telah mencedarai dan gagal paham terkait hak kewajiban warga negara Indonesia sesuai UUD 1945 dan UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Di sisi lain, wakil rakyat, juga telah lalai menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas pemerintah. "DPRD Kabupaten Manggarai Timur tidak mengalami kepekaan sosial, dengan apa yang di rasakan masyarakat Manggarai Timur saat ini," kata Ruslan.
Tuntutan-tuntutan FRMB, termasuk masalah perbatasan Manggarai Timur dengan Ngada, kemudian disampaikan lewat rapat dengar pendapat. Ketua DPRD Yeremias Dupa dan Wakil Bupati Manggarai Timur Jagur Stefanus berjanji akan mengkaji dan menindaklanjuti pernyataan sikap massa FRMB. []
Baca juga:
- PKL Borong NTT Polisikan Satpol PP Manggarai Timur
- Pasar Inpres Manggarai Timur yang Mendadak Mencekam
- Pagar Batas di Pasar Borong Matim NTT Langgar Hukum