Perjuangan Siswa di Maros Cari Jaringan Internet

Warga Desa Cenrana Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan harus rela berjalan kaki sejauh empat kilometer untuk mendapat jaringan internet.
Sejumlah siswa di Desa Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, belajar bersama Andi Zaenal, kepala desa mereka, di kediaman Zaenal, Senin, 10 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah).

Maros - Awan di langit Desa Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Senin, 10 Agustus 2020 tampak sedikit mendung. Awan berwarna abu-abu kehitaman menutupi birunya langit.

Hembusan angin sepoi membuat suasana di kaki perbukitan itu, sekitar 40 kilometer dari pusat kota Kabupaten Maros, menjadi lebih sejuk. Aplikasi pengukur suhu di ponsel menunjukkan 25 derajat Celsius.

Masih pukul 08.10 Wita, saat sejumlah murid sekolah dasar (SD) lengkap dengan seragam putih merah dan masker di wajah berjalan menuju kediaman Kepala Desa Cenrana Baru, untuk melakukan belajar online atau dalam jaringan (daring) bersama.

Satu persatu murid SD yang datang untuk belajar daring itu menginjak anak-anak tangga yang terbuat dari kayu. Saat tiba di anak tangga terakhir sejumlah murid ini melepas sepatu dan kaos kakinya. Setelah itu, mereka secara perlahan mengambil posisi stategis.

Mereka mencari posisi duduk yang menurut anak-anak itu paling nyaman. Setelah mendapat posisi duduk yang diinginkan, sejumlah murid ini membuka tas, dan mengeluarkan alat tulis yang di bawah dari rumah.

Sebagian siswa yang membawa gawai mengeluarkan dan mengaktifkannya. Mereka belajar di teras atas rumah panggung tersebut.

Belajar Bersama Kepala Desa

Anak-anak ini sengaja mendatangi rumah Kepala Desa Cenrana Baru, Andi Zaenal, sebab selain diajari oleh Zaenal, mereka lokasi itu merupakan salah satu lokasi yang terjangkau jaringan internet di desa mereka.

Cerita Susah Internet di Maros 2Seorang siswi yang ikut belajar daring di rumah kepala desa, Melati, saat ditemui, Senin, 10 Agustus 2020, mengaku di daerah mereka tidak ada sinyal internet. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Di sebagian wilayah Desa Cenrana Baru masih kesulitan untuk mengakses jaringan internet. Jangankan untuk internet, jaringan untuk sekadar telepon atau sms saja, sangat sulit.

Seorang siswi SD yang datang ke rumah kepala desa, Melati, 9 tahun, mengatakan sejak dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021, setiap hari dirinya dan beberapa siswa lain belajar bersama karena di rumahnya tidak ada jaringan internet.

"Kami di sini datang untuk belajar bersama di rumah pak Desa. Kebetulan di rumah pak desa ada jaringan internet," kata Melati malu-malu.

Gadis belia yang bercita-cita jadi guru tersebut berharap bisa bersekolah dengan normal dan bertemu langsung di dalam kelas. "Semoga Corona ini bisa cepat selesai, saya ingin kembali sekolah dengan normal. Bisa main-main lagi dengan teman-teman seperti dulu," kata Melati, yang duduk di kelas III SDN 64 Malaka.

Senada dengan Melati, seorang warga setempat yang bernama Ikbal, menjelaskan, untuk mendapatkan sinyal internet yang stabil mereka harus menempuh perjalanan sejauh empat kilometer dengan berjalan kaki.

"Lokasi jaringan internet yang stabil berada di kebun warga yang berada di atas gunung. Di area tersebut bisa merasakan jaringan 4G. Yang anak SMP, SMA dan yang kuliah itu juga tiap hari kesana. Lumayan jauh dari sini, sekitar 4 kilometer," ujarnya.

Sebagian warga yang memiliki anak dan khawatir jika anaknya pergi jauh hanya untuk mencari internet, rela membeli modem dan menyiasati kondisi ini dengan membuat antena dari tiang bambu setinggi belasan meter, yang kemudian digunakan untuk menggantung modem.

Jadi banyak warga disini, pasang tiang Panjang di depan rumah mereka untuk dibuat gantungan modem. Yah kalau lagi bagus cuacanya, lumayanlah bisa untuk whatsapp. Kalau browsing itu sangat lambat sekali.

Pernyataan kedua warga tentang tidak adanya jaringan internet itu dibenarkan oleh Andi Zaenal, sang kepala desa. Menurutnya warga harus pergi ke perbukitan yang disebutnya sebagai gunung, untuk mendapatkan sinyal.

Kepala Desa Cenrana Baru Maros Andi ZaenalKepala desa Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Andi Zaenal menunjuk modem yang digantung di tiang bambu untuk mendapatkan jaringan internet, Senin, 10 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah).

"Pelajar di Desa Cenrana Baru memang tidak bisa belajar online di rumah mereka karena jaringan internet memang tidak ada. Jangankan internet, untuk menelpon atau sms saja itu sangat sulit. Harus ke atas gunung dulu untuk bisa menikmati jaringan," kata Andi Zaenal.

Zaenal mengatakan, untuk memfasilitasi pelajar melakukan pembelajaran daring pihak desa mengeluarkan anggaran jutaan rupiah. Anggaran itu digunakan untuk membeli alat penguat sinyal yang disambungkan ke modem.

Hanya saja, koneksi internet yang diterima sangat terbatas dan tidak stabil. Bahkan saat hujan atau ada angin kencang, koneksi internet juga hilang.

"Modem dan penguat sinyal dipasang bukan di atap rumah tapi secara khusus diikat di batang pohon bambu yang tinggi agar jaringan internet bisa dinikmati," ujar pria berkacamata itu.

Untuk mengatasi permasalahan keterbatasan jaringan internet, Zaenal juga sudah berulang kali melakukan permohonan ke penyedia layanan internet namun sampai saat ini belum ada penyedia jasa jaringan telekomunikasi yang membangun jaringan mereka ke wilayah yang berpenduduk sekitar dua ribu jiwa itu.

"Kami sudah sampaikan ke pihak terkait, tapi memang belum ada responsnya. Kami berharap adalah provider yang mau membangun jaringannya ke desa Cenrana Baru untuk bantu warga dalam kondisi seperti ini," jelasnya.

Siapkan Gawai untuk Siswa

Kendala yang dihadapi oleh para siswa tersebut tidak berhenti pada sulitnya jaringan internet saja. Kondisi perekonomian warga di Desa Cenrana Baru lanjut Zaenal, membuat tidak semua murid memiliki gawai untuk belajar daring.

Dari sejumlah murid yang belajar dengan berbagai tingkatan kelas, hanya ada beberapa orang saja yang memiliki gawai untuk belajar itupun bukan gawai model terbaru.

Dengan kondisi seperti ini, Zaenal sebagai aparat desa membantu murid yang datang untuk belajar daring namun tidak memiliki gawai. Ia merelakan gawai miliknya digunakan secara bergantian oleh pelajar yang datang agar mereka tidak ketinggalan untuk menuntut ilmu.

"Selain kendala internet, kendala lainnya adalah pelajar yang datang untuk belajar online masih banyak yang tidak punya handphone. Jadi warga di sini, kadang ada satu handphone untuk lima orang anak," ujarnya.

Cerita Susah Internet di Maros 4: Suasana belajar daring di tengah keterbatasan jaringan internet di Desa Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Senin, 10 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah).

Sebagai kepala desa, imbuh Zaenal, dirinya ingin tetap melihat pelajar di daerahnya semangat belajar daring meski keterbatasan jaringan internet. Karena saat ini untuk kembali bersekolah secara tatap muka belum bisa dilakukan.

"Jangan sampai hanya karena keterbatasan jaringan internet, pelajar yang ada di Desa Cenrana Baru ini ketinggalan pelajaran dari sekolahnya. Kami berharap pelajar yang sedang menempuh pendidikan di masa pandemi semangatnya tidak pernah surut untuk belajar daring," tambahnya.

Diubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Maros Takdir mengatakan, setidaknya 70 persen sekolah yang ada di Maros masih terkendala soal jaringan internet. Apalagi sekolah-sekolah yang berada di pelosok dan di daerah pegunungan, akses internet masih sangat minim.

"Dengan kondisi seperti ini, kami sudah menyusun untuk sekolah yang terkendala jaringan internet melakukan proses pembelajaran secara luar jaringan. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar mengajar tetap dapat berlajan sebagaimana mestinya," ujar Takdir.

Ia mencontohkan, untuk pembelajaran luar jaringan, guru bisa memberikan tugas kepada pelajar minimal tiga hari sekali. Tugas yang diberikan oleh guru bisa diambil oleh pelajar atau perwakilannya dan mengembalikan tugas yang sudah diselesaikan.

"Luar jaringan bisa dilakukan guru-guru tetap aktif membuat pembelajaran atau tugas yang bisa dikerjakan oleh pelajar di rumah masing-masing," jelasnya.

Takdir menambahkan, untuk sekolah yang dapat mengakses internet dengan baik pihaknya memberikan kewenangan kepada pihak sekolah untuk memanfaatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk digunakan membeli kuota internet.

"Pembelian kuota kepada guru dapat mengambil dari dana BOS, jumlahnya tergantung dari pihak sekolah masing-masing. Sementara untuk siswa belum bisa disubsidi kuota karena dikhawatirkan tidak cukup," jelasnya. []

Berita terkait
Bendera 120 Meter di Maros, dari Gunung ke Laut
Sejumlah pemuda di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, membentangkan bendera sepanjang 120 meter di laut. Awalnya bendera akan dibentang di gunung.
Kisah Dosen Cantik Multitalenta dari Bantaeng
Arini Nur Annisa, yang akrab disapa Rini atau Arini adalah seorang dosen cantik yang juga berprofesi sebagai pembawa acara atau MC.
Api 2 Ribu Obor Meliuk-liuk di Mandailing Natal
Ribuan obor dinyalakan dalam rangka menyambut dan memeringati tahun baru Hijriyah di Kabupaten Mandailing Natal