Bendera 120 Meter di Maros, dari Gunung ke Laut

Sejumlah pemuda di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, membentangkan bendera sepanjang 120 meter di laut. Awalnya bendera akan dibentang di gunung.
Sejumlah bendera merah putih berukuran normal berkibar selama proses pembentangan bendera raksasa sepanjang 120 meter di Pantai Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Maros, Minggu, 16 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Maros – Pukul 09.00 Wita matahari belum menunjukkan sinarnya di Pantai Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Maros, Minggu, 16 Agustus 2020. Cuaca sejuk dan awan sedikit menggumpal di atas langit sehingga biru langit terhalangi.

Suara ombak kecil menghantam karang di pinggir pantai terdengar berdesir. Angin sepoi-sepoi dari tengah laut membuat suasana sejuk. Aroma air laut terhirup melalui celah dua lubang hidung. Dari kejauhan terdengar suara mesin kapal milik nelayan yang tinggal disekitar pantai.

Di bibir pantai, sejumlah warga dengan mengenakan pakaian bermotif loreng hitam orange lengkap dengan masker putih dengan logo Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) ke 75 Indonesia di bagian kanan. Dari bibir pantai sejumlah pemuda ini secara bergiliran masuk ke dalam air laut.

Mereka berbaris tiga saf. Lima orang pada saf paling belakang berdiri tegak memegang bendera yang telah diikat di bambu setinggi lima meter. Di barisan kedua dan barisan paling depan terdapat masing-masing 12 orang, sengaja diposisikan berhadapan untuk memegang bendera sepanjang 120 meter.

Upacara pembentangan bendera merah putih ini dilakukan sekitar pukul 09.15 Wita. Saat lagu Indonesia Raya berkumandang, perlahan dari arah kiri ke kanan bendera merah putih dibentangkan sepanjang 120 meter.

Cerita Bendera di Maros 2Proses pembentangan bendera raksasa sepanjang 120 meter di Pantai Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Maros, Minggu, 16 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Dibutuhkan tiga kali pengulangan lagu Indonesia Raya untuk menuntaskan pembentangan. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat warga sekitar dan petugas pembentang bendera. Warga dan petugas pembentang ini bahkan rela kakinya terbenam hingga sekitar 50 sentimeter demi membentangkan bendera raksasa.

Sementara, di pinggir pantai, sejumlah warga yang melihat kegiatan ini secara spontan memberikan hormat ke bendera yang dibentangkan.

Ketua Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa (Sapma) Pemuda Pancasila Takdir Abadi mengatakan bendera yang dibentangkan ini sengaja berukuran 120 meter dengan diameter 3 meter dengan mengambil filosofi pencampuran angka 17, 8, 20, dan 75 sebagai jumlah HUT RI.

“Panjang bendera ini tidak diberikan secara asal, kami memiliki filosofi sendiri dengan panjang bendera ini,” kata Takdir, Minggu 16 Agustus 2002

Takdir menambahkan, 120 meter bendera merah putih ini dibentangkan oleh 22 orang yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa. Pihaknya sengaja melibatkan mereka agar jiwa nasionalis atau bangga kepada bangsa sendiri dimulai sejak dini.

“Semangat kemerdekaan itu sebaiknya ditanamkan sejak dini kepada anak muda. Sama halnya permintaan dari Presiden Soekarno yang saat berjuang minta didukung oleh kekuatan pemuda,” ujarnya.

Takdir menambahkan, bendera raksasa ini dijahit oleh enam pemudi yang memiliki keahlian khusus dalam hal jahit menjahit. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk menjahitnya selama empat hari.

Bendera ini dijahit sendiri oleh anak-anak muda di Maros. Butuh waktu sekitar empat hari untuk merampungkan. Meski begitu saat selesai dijahit ada kebanggaan karena merupakan karya sendiri.

Anggaran yang dikucurkan untuk membuat bendera raksasa ini sekitar Rp6 juta, yang dikumpulkan dari para pemuda di Kabupaten Maros.

Cerita Bendera di Maros 3

Sejumlah anak nelayan bermain di sela proses pembentangan bendera merah putih sepanjang 120 meter di Pantai Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Maros, Minggu, 16 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Pihaknya sengaja membentangkan bendera ini lebih awal dari HUT kemerdekaan RI, yakni 16 Agustus 2020, agar makna kemerdekaan dirasakan lebih awal.

Dari Gunung ke Laut

Awalnya pembentangan bendera sepanjang 120 meter ini akan dilkukan di kawasan pegunungan, tetapi rencana itu berubah setelah pihaknya mempelajari kembali topografi Indonesia, yang ternyata didominasi oleh perairan.

“Kalau kita mengamati peta Indonesia ini lebih banyak wilayah perairan daripada wilayah daratannya, sehingga dari itulah kami memutuskan untuk membentangkan bendera di tengah laut,” ujarnya.

Ke depannya, kegiatan seperti ini akan terus dilakukan, namun kemungkinan besar ukuran bendera akan berubah, mengikuti makna filosofis apa yang akan digunakan. “Ini pertama kali dilakukan dan kami ingin kegiatan ini tidak hanya berhenti di sini saja, tahun- tahun berikutnya kami ingin membuat lagi hal yang berbeda,” kata Takdir.

Selain pertama membentangkan bendera raksasa, Takdir menyebut kegiatan ini juga terasa lebih berbeda dikarenakan adanya pandemi virus corona atau covid-19 sehingga jumlah orang yang membentangkan bendera merah putih juga terbatas.

“Saat pelaksanaan pembentangan, kami tetap menerapkan jaga jarak dan mengenakan masker. Selain itu kami juga memastikan untuk menaati protokol kesehatan yang berlaku,” lanjut pemuda bertubuh tambun itu.

Setelah pelaksanaan upacara, sejumlah pemuda yang ikut dalam kegitan ini tidak langsung pulang. Mereka melakukan aksi bersih-bersih sampah yang ada di pinggir pantai. Warga dan pengunjung yang mellihat aksi itu spontan turut memunguti sampah di sekitarnya.

Cerita Bendera di Maros 4

Rencana awalnya, pembentangan bendera merah putih sepanjang 120 meter ini akan dibentangkan di kawasan pegunungan, tapi akhirnya dilakukan di Pantai Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Maros, Minggu, 16 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

“Kami hadir di sini tidak sekadar untuk membentangkan bendera raksasa. Tapi kami juga melakukan aksi pungut-pungut sampah, hal ini agar makna kemerdekaan tidak tercoreng hanya karena banyak sampah yang berserakan,” ujarnya.

“Kami harap masyarakat bisa lebih menjaga lingkungan sekitar, apalagi yang berada di pesisir agar sampahnya tidak sampai terbawa ke laut”.

Dari pengamatan Tagar, sampah-sampah yang membuat bibir pantai kotor berasal dari dedaunan yang jatuh dari pohon-pohon di sekitar. Tidak hanya itu, sampah- sampah juga berasal dari masyarakat yang berlibur, sampahnya berupa plastik dan bungkus makanan.

Kebanggaan Masyarakat Setempat

Kepala Dusun Kuri Caddi, Sapri menyebut kegiatan pembentangan bendera raksasa ini baru pertama kali berlangsung di daerahnya, sehingga dengan adanya kegiatan ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat yang ada.

“Kegiatan seperti ini baru pertama kali dilakukan di daerah sini. Tentu dengan adanya kegiatan di sini, masyarakat bisa semakin meningkatkan jiwa nasionalismenya,” kata Sapri.

Bagi Sapri, kegiatan seperti ini sangat penting khususnya bagi masyarakat di wilayah Kuri Caddi, karena di daerah ini sendiri merupakan salah satu wilayah yang cukup terpencil di Maros dan berada di pesisir pantai.

“Masyarakat disini sangat antusias dalam mengikuti upacara. Biasanya warga melihat kegiatan pembentangan bendera raksasa ini hanya bisa dilihat di televisi saja,” ujarnya.

Sapri berharap, pembentangan bendera atau pelaksanaan upacara bendera untuk menyambut HUT RI di tahun berikutnya dapat kembali berlangsung. Hal ini agar masyarakat yang ada tetap bisa semangat dan mencintai tanah airnya.

Cerita Bendera di Maros 5Bendera sepanjang 120 meter yang telah dibentangkan di Pantai Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Maros, Minggu, 16 Agustus 2020, dilihat dari udara. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Salah satu warga, Akbar yang datang untuk menikmati libur akhir pekan melihat kegiatan pembentangan bendera raksasa ini sebagai hal yang baik. Apalagi dia datang bersama dengan anak-anaknya bisa memberitahu bahwa setiap bulan Agustus akan diperingati hari ulang tahun RI.

“Apalagi anak-anak melihat ada kegiatan pembentangan bendera raksasa ini sangat senang. Nah dari situ juga kami bisa memberitahu tentang hari ulang tahun RI,” ujar pegawai swasta itu.

Akbar yang datang jauh-jauh dari Makassar itu tidak menyangka bisa melihat momen langkah ini. Ia pun mengaku mengabadikan momen pembentangan ini di ponsel selulernya dan sudah pula dibagikan di akun media sosialnya. []

Berita terkait
Din Minimi, Pemberontak di Aceh Kembali Cinta NKRI
Predikat Minimi resmi Nurdin sandang sejak tahun 2002, ketika dirinya mulai aktif bertempur untuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Cita dan Cerita Pak Tua Penjual Piscok di Aceh
Seorang pedagang pisang cokelat di Aceh Tamiang bercita-cita untuk membeli sepeda motor, agar dia tidak lagi bersepeda saat menjual.
Penjual Bendera Musiman di Bantaeng, Tak Kenal Rugi
Bulan Juli dan Agustus menjadi ladang penghasilan untuk para pedagang bendera merah putih musiman di Bantaeng, omzetnya bisa sampai jutaan.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi