Jakarta - Mengadopsi novel Bumi Manusia, sutradara kawakan Hanung Bramantyo kemudian membuat film layar lebar dengan judul yang sama. Namun, secara sejarah ternyata buku ini sempat dilarang beredar di Indonesia.
Novel Bumi Manusia ini juga merupakan buku pertama dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer yang pertama kali diterbitkan oleh Hasta Mitra pada 1980.
Buku novel ini mencatatkan kesuksesannya dengan dicetak ulang sebanyak sepuluh kali tahun 1980-1981. Bahkan, hingga 2005, buku ini telah diterbitkan ke dalam 33 bahasa.
Larangan Beredar
Bumi Manusia sempat dilarang beredarbtahun 1981 oleh Kejaksaan Agung. Larangan ini berawal dari tuduhan buku tersebut mempropagandakan ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme dan Komunisme. Faktanya, tuduhan tersebut tidak terbukti karena di dalam tulisannya, buku ini hanya berisi soal Nasionalisme.
Pelarangan terus meluas dengan melarang perusahaan percetakan Ampat Lima yang memproduksi Bumi Manusia agar tidak mencetak terbitan Hasta Mitra.
Selain itu, redaktur media massa juga dilarang memuat resensi atau pujian bagi karya Pramoedya ini.
Media cetak pendukung Orde Baru, yaitu Suara Karya, Pelita, dan Karya Dharma bahkan mulai menerbitkan kecaman terhadap Bumi Manusia dan pengarangnya.
Surat kabar yang semula simpati semakin jarang memberi tempat dan membatalkan tulisan hanya karena penulisnya memuji kedua karya Pramoedya.
Bermodal pemberitaan media dan diskusi yang menunjukkan keresahan masyarakat, maka Jaksa Agung mengeluarkan SK-052/JA/5/1981 pada 29 Mei 1981 tentang pelarangan Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa.
Pelarangan itu sepenuhnya adalah keputusan politik dan tidak ada kaitannya dengan nilai sastra, argumentasi ilmiah, dan alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnya.
Menindaklanjuti pelarangan ini, Kejaksaan Agung menyita kedua buku yang beredar ini. Dari total 20.000 eksemplar buku yang dicetak, Kejaksaan Agung hanya mendapat 972 eksemplar yang dikumpulkan hingga Agustus 1981.
Staf kedutaan besar Australia di Jakarta yang juga penerjemah Bumi Manusia ke dalam bahasa Inggris, Maxwell Lane dipulangkan oleh pemerintahnya pada September 1981. Selain itu, akibat tekanan besar dari kejaksaan dan aparat keamanan, perusahaan Ampat Lima juga akhirnya memutuskan mundur.
Penghargaan Luar Negeri
Meskipun dilarang beredar di Indonesia, buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer justru banyak meraih penghargaan dari luar negeri. Penghargaan itu antara lain Freedom to Write Award dari PEN American Center, Amerika Serikat pada 1988 dan Wertheim Award, "for his meritorious services to the struggle for emancipation of Indonesian people" dari The Wertheim Fondation, Leiden, Belanda pada 1995. []