Subulussalam - Laju pertumbuhan perekonomian di Kota Subulussalam, Aceh masih bergantung pada sektor sawit. Sawit merupakan kontributor yang diandalkan untuk menggerakkan roda perekonomian di daerah itu.
Eksistensi crude palm oil (CPO) Indonesia di pasar internasional sangat berdampak terhadap pergerakan perekonomian nasional, sebab CPO merupakan tolak ukur naik turunnya harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani. Artinya, jika harga pasar CPO naik, maka naik pulalah pendapatan petani melalui harga TBS-nya, namun bila sebaliknya, jika harga CPO turun, maka pendapatan para petani pun turut menjadi turun.
Merujuk dari hal tersebut bahwa pada saat harga CPO turun maka pergerakan perekonomian di Kota Subulussalam pun turut melambat, sebab mayoritas kepala keluarga di daerah itu berpenghasilan dari sektor sawit. Dan daya beli masyarakat itu didominasi oleh geliat sawit.
Melambatnya pertumbuhan perekonomian di Kota Subulussalam penyebabnya anjloknya harga sawit.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan data survey tahun terakhir pertumbuhan perekonomian Kota Subulussalam melambat. Data terakhir tahun 2018 angka pertumbuhan ekonomi Kota Subulussalam sebesar 4,89 persen. Jika dibandingkan pada tahun 2017 tercatat sebesar 4,98 persen. Dengan demikian artinya terjadi penurunan selisih 0,09 persen.
Menurut Pelaksana Harian Kasie Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Rizky Maulida, menyebutkan bahwa terjadinya pelambatan tersebut diakibatkan oleh harga komoditas sawit yang anjlok, alhasil berdampak terhadap rendahnya pendapatan petani sehingga kondisi itu pun mempengaruhi daya beli masyarakat di sejumlah lini pasar.
"Melambatnya pertumbuhan perekonomian di Kota Subulussalam penyebabnya adalah anjloknya harga sawit pada semester kedua tahun 2018," katanya.
Berdasarkan analisis BPS bahwa lokomotif perekonomian di Kota Subulussalam bergantung pada komoditas sawit.
Ada empat sektor struktur perekonomian di Subulussalam, yaitu pertanian, perdagangan, konstruksi dan industri pengolahan CPO (pabrik kelapa sawit), akan tetapi yang paling mempengaruhi adalah pertanian yaitu sub sektor perkebunan kelapa sawit.
"Pertanian, perdagangan, konstruksi, industri pengolahan CPO. Di antara ke empat sektor ini yang paling berpengaruh adalah pertanian, yaitu pertanian sawit," terang Rizky kepada Tagar saat ditemui di kantor BPS Subulussalam, Rabu 8 Januari 2020.
Sebagaimana data BPS pada tahun 2018 menyebutkan saat ini dari 139.100 hektar luas wilayah Kota Subulussalam, 17.311 hektare dari sebagian luas wilayah Kota Subulussalam diusahai oleh masyarakat dengan sektor perkebunan sawit. Ditambah lagi puluhan ribu areal Subulussalam diusahai oleh perusahaan Hak Guna Usaha (HGU), sudah barang tentu sektor sawit sangat menentukan neraca perdagangan di Kota yang berjuluk Bumi Syekh Hamzah Fansuri itu. []