Yogyakarta - Tim kuasa hukum terdakwa Gabriella Yuan Anna Kusuma 39 tahun, atas kasus dugaan suap proyek Saluran Air Hujan (SAH) di Jalan Soepomo CS Yogyakarta mengaku tidak ada persekongkolan dengan terdakwa Eka Safitra.
Penasihat hukum terdakwa Gabriella, Widhi Wicaksono mengatakan kliennya itu hanya terkecoh dengan penawaran yang diberikan Eka selaku anggota Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (T4D) Kejari Yogyakarta bersama-sama Satriawan selaku jaksa fungsional Kejari Surakarta.
Keduanya mengupayakan perusahaan Gabriella yakni PT Widoro Kandang menang dalam lelang pekerjaan rehabilitasi SAH di Jalan Supomo Yogyakarta yang merupakan proyek Dinas PUPKP Kota Yogyakarta tahun 2019.
Widhi mengatakan kliennya tidak berbuat aktif untuk mencari proyek dan sebagainya. Justru kliennya ditawari proyek kemudian terkecoh dan termakan bujuk rayu.
"Sehingga (Gabriella) mengikuti apa yang disarankan walaupun menyadari bahwa jaksa tersebut tidak ada kapasitas memenangkan proyek, jadi murni sebenarnya hanya ditawari saja," kata Widhi Wicaksono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta, Kamis 9 Januari 2020.
Pihaknya bisa membuktikan pernyataan tersebut berdasarkan dari pihak dinas Pekerja Umum (PU) bagian pengadaan proyek hanya sebatas saksi. Jika memang terbukti, kata Widhi, ada permainan atau bantuan bahkan memberi kesempatan untuk memenangkan proyek pasti akan ada yang tertangkap. "PU kemarin bersaksi bahwa dia (terdakwa) memenangkan proyek SAH itu murni," katanya.
Dia menegaskan kembali bahwa terdakwa dalam hal ini (kasus dugaan suap) sebelumnya terkecoh diberi janji akan dimenangkan proyek tersebut. Tapi dalam kenyataanya dari pihak PU, kliennya menang murni sesuai peraturan yang diberikan panitia lelang. "Perusahaan yang ditetapkan sebagai pemenang proyek adalah fair," ucapnya.
Menurut dia, faktanya perusahaan PT. Widoro Kandang memenuhi syarat administrasi, maupun syarat teknis dengan mengajukan penawaran paling rendah responship dibanding dengan peserta lainnya. Uang yang dikeluarkan dari terdakwa hanya diberikan kepada Eka Safitra.
Tindakan terdakwa sama sekali tidak merugikan keuangan negara justru malah merugikan sendiri.
Dalam fakta persidangan, terungkap uang yang diberikan oleh terdakwa sebanyak tiga kali penyerahan terdakwa yang nilainya hampir Rp 221 juta. Semuanya digunakan dan dimanfaatkan untuk keperluan Eka Safitra. Tim kuasa hukum tidak ada yang membuktikan uang itu telah didistribusikan kepada pihak terkait dalam proyek ini.
Menurut dia secara prinsip terdakwa yang mengalami kerugian secara materil sudah memodali dulu keperluan proyek SAH karena uang muka dari Pemkot Kota belum cair. Total kerugian terdakwa sebesar kurang lebih Rp 1 Miliar. "Tindakan terdakwa sama sekali tidak merugikan keuangan negara justru malah merugikan sendiri," ucapnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bayu Satrio dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menerapkan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 2 UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Tetap pasal 5 UU Tipikor junto pasal 65 KUHP perbuatan berlanjut. Tuntutannya dua tahun Rp. 150 juta. Mengapa? Pihak kami sudah ada fakta persidangan bahwa Eka memiliki kewenangan selaku tim TP4D. Kemungkinan kita lihat dipersidangan (siapa saja yang terlibat lagi)," ucapnya usai sidang selesai. []
Baca Juga:
- Buntut OTT di Yogyakarta, KPK Perlu Awasi Proyek
- Firli Bahuri Tak Senang Kepala Daerah Terjaring OTT
- Andi Arief: 2 Staf Hasto PDIP Terlibat Suap OTT KPU