Jakarta - Seseorang yang terbukti menyebarkan hoaks alias kabar bohong melalui akun media sosial harus meminta maaf kepada khalayak dan pengikutnya di jagat maya.
Apalagi mereka yang punya seribuan pengikut seperti di media sosial telah menyebarkan berita bohong kepada mereka.
"Indonesia ini budaya latahnya kuat. Latah menyebarkan berita trending, menyebarkan sesuatu yang dianggap benar, membela sosok dan golongan tertentu, sehingga beritanya jadi masif," ujar Pendiri dan Pemimpin Rumah Produksi Cameo Project, Martin Anugrah, di Jakarta, Kamis, (3/10/2019), seperti dikutip dari Antara, Jumat, 4 Oktober 2019.
Pria yang juga memiliki 33,9 ribu pengikut dalam akun Instagram-nya itu mencontohkan kasus berita bohong soal Audrey, siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, yang mengaku menjadi korban pengeroyokan 12 siswi SMA.
"Saya mengerti, kasus itu bisa meningkatkan engagement dalam media sosial sehingga banyak influencer akhirnya menyorotnya. Tapi setelah kasus itu terbukti hoaks, mereka malah tidak minta maaf," katanya.
Padahal, permohonan maaf yang disampaikan influencer akan menjadi penanda klarifikasi bagi para pengikutnya.
Martin mengatakan para pengikut sang influencer akan memahami informasi yang sebelumnya tersebar itu merupakan berita bohong.
Martin mengatakan para pengikut influencer akan teredukasi dan turut berhenti menyebarkan informasi palsu.
Bagi influencer, permohonan maaf tersebut bisa jadi pengingat untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan berita dan informasi berikutnya.
"Kalau dia tidak ngaku, tidak minta maaf, kemungkinan akan gampang kirim hoaks lagi tanpa ada rasa bersalah dan malu. Setidaknya, kalau influencer mengakui dan dia minta maaf, dia ada introspeksi diri juga," kata Martin. []