Yogyakarta - Aksi klitih kembali muncul di Yogyakarta. Dalam sehari, tepatnya pada Sabtu, 26 September 2020, terjadi di dua lokasi yang berbeda. Para korban mengalami luka akibat senjata tajam.
Aksi klitih pertama terjadi di wilayah Kabupaten Sleman tepatnya di Jalan Timur Underpass Kentungan, Kelurahan Condongcatur, Kecamatan Depok, Sleman. Kedua, aksi klitih di perbatasan Bantul dan Gunungkidul pada Sabtu, 26 September 2020 malam.
Menurut Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Agus Heruanto Hadna, pelaku klitih sejatinya adalah korban sebuah sistem. Sistem yang gagal merespons perkembangan anak zaman sekarang, meliputi sistem sosial, sistem pendidikan, dan sistem keluarga.
Baca Juga:
Dia mengatakan, sistem pendidikan saat ini tidak mampu menjembatani perubahan sosial antara kurikulum yang ada di dalam pendidikan dengan perubahan karakter anak. Sistem pendidikan sekarang lebih bersifat konvensional. "Dalam arti justru membebani anak, karena anak dituntut untuk mencapai prestasi tertentu," ujarnya, Senin, 28 September 2020.
Mantan kepala PSKK UGM ini mengatakan, mereka di sekolah dituntut mendapat nilai tertinggi dalam mata pelajaran tertentu. Padahal anak zaman sekarang lebih inovatif dan kreatif, tapi dalam hal beban mental mereka tergolong tidak kuat. "Itu yang harus dipahami," tegasnya.
Baca Juga:
Ia menilai ada kesalahan dalam sistem pendidikan yang tidak mencermati perubahan karakter anak sesuai dengan perubahan sosial yang ada. Akibatnya, tidak semua anak ini bisa mengukir prestasi di bidang akademik. Sehingga mereka akan melampiaskan ke sistem sosialnya. "Pelampiasannya entah dengan cara yang baik atau buruk," katanya.
Pada aspek keluarga juga mengalami perubahan sosial, dahulu keluarga inti nilai-nilai yang ditekankan adalah keharmonisan. Namun, tantangan ekonomi mengubah banyak hal tentang itu.
Menurutnya, persoalan klitih bukan isu soal kriminalitas belaka, melainkan perubahan sosial yang memang kompleks. Oleh sebab itu, dari aspek pendidikan mestinya bisa merespon. Sementara, penguatan nilai-nilai keharmonisan di keluarga terus dilakukan. Anak-anak yang berbuat klitih membutuhkan pendampingan yang intens, khususnya dari orang tua mereka.
Baca Juga:
Terkait dengan hukuman kepada pelaku klitih, penegakan hukum harus dijalankan tapi tetap harus adil. Pasalnya, ada seseorang yang menjadi korban klitih. "Pelaku klitih pada umumnya masih di bawah umur, maka hukuman yang diberikan sesuai dengan peraturan yang ada," jelasnya.
Ia menyebut, peristiwa klitih sebenarnya juga terjadi di daerah lain. Namun predikat kota pelajar yang disandang oleh Yogyakarta mendapat sorotan tersendiri. "Ini yang harus dicari solusinya," kata dia.
Berbagai pembangunan yang masif di DIY diharapkan tidak membuat anak terjerumus ke perbuatan klitih, katanya, maka pada aspek pendidikan serta kebudayaan Jogja bisa menjadi modal untuk mencegah terjadinya klitih. []