Peneliti LIPI Nilai Tidak Realistis Penggabungan Pemilu 2024

Penggabungan pemilu pada 2024 bisa berkaca pada pemilu serentak yang diselenggarakan sejak 2015 kemudian 2019 yang banyak catatan negatifnya.
Peneliti LIPI Prof Siti Zuhro (foto: Antara/Zuhdiar Laeis).

Jakarta - Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R. Siti Zuhro menyatakan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tidak seharusnya disatukan menjadi pemilu borongan pada 2024.

Menurutnya, seharusnya para pemangku kebijakan bisa mengevaluasi pelaksanaan pemilu serentak yang diselenggarakan sejak 2015 kemudian 2019. Pada kedua pemilu memiliki catatan negatif yang perlu diperbaiki.

"Mengapa? Selain hal itu tidak realistis, juga terkesan trial and error yang tak mempertimbangkan dampak-dampak negatif Pemilu Serentak 2019 dan pilkada serentak yang digelar sejak 2015," kata Prof. Siti Zuhro dalam diskusi secara virtual bertajuk "Pemilu dan Pilkada 2024: Reaslistiskah?", Minggu, 7 Februari 2021. 

Mendesain pemilu dan pilkada perlu mempertimbangkan filosofi, teks, dan konteks Indonesia.

Baca juga: Maju Tidaknya Revisi UU Pemilu, DPR Perlu Libatkan Penyelenggara

Diskusi yang diselenggarakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah yang dimoderatori Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah Titi Anggraini juga menguncang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2010-2011 Dr. H.M. Busyro Muqoddas yang memberi kata pengantar. 

Narasumber lainnya, yakni Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, anggota KPU RI Pramono Ubaid Thantowi, Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah, dan peneliti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramitha. 

Lebih lanjut Prof. Siti Zuhro mengatakan pemilu borongan ini juga bertentangan dengan mindset dan cultural set new normal yang mensyaratkan desain pemilu/pilkada yang rasional, berkualitas dan berdampak positif terhadap governance sehingga tidak menimbulkan bad governance atau divided government

"Mendesain pemilu dan pilkada perlu mempertimbangkan filosofi, teks, dan konteks Indonesia," kata Zuhro. 

Zuhro menegaskan bahwa pemilu/pilkada tidak boleh sekadar mengedepankan keserentakannya saja, tetapi juga kualitasnya. Asumsi-asumsi positif dalam Pemilu Serentak 2019 dan alasan efisiensi, misalnya, menurut dia, tidak terbukti. 

Ia menekankan bahwa uji coba desain pemilu/pilkada tak hanya tidak menguntungkan, tetapi membuat Indonesia merugi karena roadmap yang terbangun acak dan tidak terukur. 

Selain itu, dilihat dari beberapa aspek lainnya, tampaknya tak juga menjanjikan seperti governance, partisipasi masyarakat (kualitas pemilih dalam memilih), kompetisi dan kontestasi (adil, setara), profesionalitas/kapasitas penyelenggara dalam menyelenggarakan pemilu/pilkada, dan kualitas pemilu/pilkada. 

Oleh karena itu, dia merekomendasikan pemilu borongan pada tahun 2024 harus dihindari, kemudian pihaknya mengusulkan pemilu presiden didahulukan sebelum pemilu anggota legislatif dengan parliamentary threshold (PT) pilpres nol persen. 

"Kalaupun diterapkan, kecil saja. Pasangan calon (paslon) diajukan oleh parpol yang ada di DPR," katanya. 

Baca juga: NasDem Putar Haluan Tak Mendukung Revisi UU Pemilu

Menyinggung soal pilkada serentak, Zuhro mengatakan bahwa pelaksanaan sesuai dengan jadwal, yaitu pada tahun 2022 sebanyak 101 daerah. Pilkada 2023 sebanyak 170 daerah, lanjut dia, bisa dipertimbangkan untuk disatukan pada Pilkada Serentak 2022 sehingga jumlahnya menjadi 271 daerah. 

Di sisi lain, Zuhro juga memandang perlu ada jeda menjelang pemilu anggota legislatif dan pilpres 2024 agar semua proses tahapan lebih rapi disiapkan sampai terjadinya pencoblosan dan pengumuman hasilnya. 

"Oleh karena itu, pada tahun 2023 tak perlu ada pilkada serentak. Artinya, fokus dan energi pemangku kepentingan terkait dengan pemilu lebih pada persiapan pileg dan Pilpres 2024," ucap Zuhro. []

Berita terkait
Tolak Revisi UU Pemilu, Parpol Terlalu Penurut ke Pemerintah
Perludem sayangkan sikap parpol menolak revisi UU Pemilu, bahkan ada yang secara mendadak menolak meski di awal mendukung.
Gerindra Nilai Revisi UU Pemilu Hanya Kepentingan Jangka Pendek
Gerindra menilai revisi UU Pemilu setiap jelang pelaksanaan Pemilu dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas demokrasi.
Tersandera Isu Pilkada Serentak, NasDem Tolak Revisi UU Pemilu
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi NasDem menilai pembahasan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu sedang tersandera.
0
Kementerian Agama Siapkan Pengaturan Hewan Kurban di Tengah Wabah PMK
Menjelang dan pada Iduladha dan tiga hari tasyrik di Iduladha pasti kebutuhan hewan ternak terutama sapi dan kambing itu akan tinggi