Pemeriksaan Bea Cukai Terhadap Barang Impor dari Uni Eropa Pasca-Brexit Picu Kekhawatiran di Inggris

Perubahan tersebut telah tertunda sebanyak lima kali, karena kekhawatiran akan dampak buruknya terhadap perekonomian Inggris
Warga London, Inggris, berbelanja di sebuah supermarket di kota tersebut pada 17 Agustus 2022. (Foto: voaindoneia.com/AP/Frank Augstein)

TAGAR.id – Inggris akhirnya akan memberlakukan pemeriksaan perbatasan baru pasca-Brexit pada Rabu (31/1/2024), terhadap makanan, tumbuhan dan produk hewani yang diimpor dari Uni Eropa. Langkah tersebut meningkatkan kekhawatiran akan kenaikan harga lebih lanjut, kurangnya pasokan makanan, dan bahkan menurunnya jumlah bunga yang tersedia di Hari Valentine.

Upaya yang telah lama ditunggu-tunggu ini, akan berdampak pada makanan yang tersaji di meja makan, yang datang dari seberang selat Inggris, seperti ham, sosis, dan daging yang diawetkan, serta mentega, keju, dan krim. Langkah itu juga akan mempengaruhi ketersediaan bunga potong.

Perubahan tersebut telah tertunda sebanyak lima kali, karena kekhawatiran akan dampak buruknya terhadap perekonomian Inggris yang lesu serta inflasi yang tetap tinggi di tengah krisis biaya hidup yang meluas.

pasca brexitPengunjuk rasa anti-Brexit, Steve Bray, demonstrasi di luar pusat konferensi tempat negosiasi kesepakatan perdagangan Brexit berlangsung di London, Inggris, 9 November 2020. (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Mulai Rabu (31/1/2024), perusahaan harus menunjukkan sertifikat impor sanitasi dan fitosanitasi di perbatasan Inggris. Beberapa barang dari Irlandia Utara juga akan menghadapi pemeriksaan bea cukai penuh.

London telah menunda pemeriksaan tersebut sejak meninggalkan serikat kepabeanan dan pasar tunggal Uni Eropa, pada Januari 2021, sementara ekspor Inggris menghadapi pembatasan untuk produk-produk yang menuju ke Eropa.

Marco Forgione, direktur jenderal di Institut Ekspor dan Perdagangan Internasional, yang mewakili importir Inggris, mengatakan sebagian besar perusahaan "sangat" khawatir akan dampak negatifnya.

"Lebih dari 70 persen (perusahaan anggota) sangat khawatir dengan dampak perubahan ini," kata Forgione kepada AFP, mengutip survei yang diadakan organisasi tersebut.

Perubahan pada pekan ini, akan membebani bisnis Inggris sekitar 330 juta pound sterling atau 420 juta dolar AS per tahun sebagai biaya tambahan, menurut perkiraan pemerintah.

Pemerintahan Konservatif Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menegaskan bahwa hal tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi pangan. Namun hal itu tidak menghilangkan kekhawatiran. (ns/rs)/AFP/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Inggris dan Uni Eropa Tunda Tarif Mobil Listrik Pasca Brexit
Perubahan ini, yang terjadi setelah industri otomotif Uni Eropa dan Inggris menyampaikan kekhawatiran terkait biaya