Dairi - Tahun Anggaran (TA) 2019, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dairi, Sumatera Utara, melakukan pembebasan lahan untuk pelebaran jalan nasional mulai dari Simpang Salak Kelurahan Batang Beruh Kecamatan Sidikalang hingga Simpang Taman Wisata Iman (TWI) Sitinjo, Kecamatan Sitinjo.
Inventarisasi dan identifikasi telah dilakukan mulai dari Simpang Salak hingga Simpang Gardu PLN Kelurahan Batang Beruh. Terinventarisasi 185 kaveling, namun pembayaran yang telah terealisasi, 119 kaveling.
Hal itu dikatakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembebasan lahan/tanah pelebaran jalan nasional Simpang Salak sampai dengan Simpang TWI, Ucok Ockto Hotmo Nahampun, dikonfirmasi di ruang kerjanya Senin, 3 Pebruari 2020.
“Hasil inventarisasi dan identifikasi kami, masih sampai Simpang Gardu mulai dari Simpang Salak dan sudah pembayaran sampai Simpang Gardu. Ada beberapa,” katanya.
Dipaparkan, anggaran dari APBD Dairi untuk pembebasan lahan tersebut Rp 7.250.000.000. Terealisasi Rp 4.030.393.040. Diakui, untuk ganti rugi tersebut dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 2,5 persen dari nilai transaksi.
Nilai ganti rugi untuk tanah Rp 908 ribu per meter kuadrat. Sementara ganti rugi untuk pagar maupun bangunan, jumlahnya bervariasi.
“Tanah dari appraisal sekitar 908 ribu lah per meter kuadrat. Nilai ganti rugi untuk tanah. Kalau kena pagar, bervariasi. Yang menentukan nilai itu kan tim penilai publik,” katanya.
Belum. Dari inspektorat, sudah, tapi secara lisan saja
Ditanya mengapa ganti rugi itu dikenakan pajak, Ucok menjawab sesuai dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 Pasal 87. Undang-undang itu, tentang tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Namun, Ucok tidak menampik bilamana nantinya pemotongan pajak ganti rugi itu menyalahi aturan, PPh tersebut akan dikembalikan kepada masyarakat.
“Ini kan kita masih pertama. Takut salah nanti. Karena pajak PPh 2,5 persen ini agak besar. Jadi kalaupun nanti dikembalikan ke masyarakat, bisa kita kembalikan. Karena semua itu, setor ke negaranya. Tergantung pertimbangan dari BPK lah nanti,” katanya.
Ditanya apakah sebelumnya ada konsultasi dengan BPK guna memastikan dasar hukum pengenaan pajak itu, Ucok menyebut tidak ada. “Belum. Dari inspektorat, sudah, tapi secara lisan saja,” sebutnya.
Ditambahkan, terkait aturan, ia konsultasi dengan pihak Dinas Pendapatan (telah berganti nama menjadi Badan Pendapatan Daerah-red).
“Mungkin gininya itu. Mungkin ini salah satu keteledoran saya. Dalam arti kata, karena ini pertama kali, ya namanya pun belajar, jadi ya saya cerita sama orang dinas pendapatan, mendapat kesimpulan BPHTB tidak dikenakan tetapi PPh 2,5 persen dikenakan,” tambahnya.
Sementara itu, sumber enggan disebut namanya di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dairi dikonfirmasi terpisah lewat telepon mengatakan, warga dibebaskan dari pajak untuk ganti rugi lahan bagi kepentingan umum. “Itu mengacu ke Peraturan Pemerintah 34 tahun 2016,” kata sumber.[]