Pelaku Pencabulan di Sulbar Dijatuhi Hukuman Adat

Pelaku pencabulan terhadap anak oleh keluarga sendiri di Mamasa Sulawesi Barat dihukum adat, Diparraukan Serta Dipalongkosan.
Tradisi hukum adat Diparraukan dan Dipa\\'longkosan yang ada di Tawalian, Mamasa Sulawesi Barat. (Foto: Tagar/Eka Musriang)

Mamasa - Kalangan Tomatua (Petua Adat) di Kelurahan Tawalian, Kecamatan Tawalian, Kabupaten Mamasa bermufakat bahwa, pelaku persetubuhan terhadap seorang perempuan di bawah umur yang dilakukan oleh tiga orang lelaki, yang tak lain adalah Ayah, Kakak, dan saudara sepupu korban, telah dijatuhi hukuman adat.

Hukuman Adat dimaksud berupa penyembelihan seekor kerbau yang dipertanggungkan kepada pihak pelaku asusila. Proses pemotongan kerbau berlangsung pada Sabtu 8 Februari 2020 pagi hari. Pemotongan kerbau ini dilakukan dengan cara yang berbeda dari biasanya.

Ritual pemotongan kerbau diserahkan kepada Tokoh Adat setempat. Makna sanksi atas pemotongan kerbau ini merupakan simbol menebus kesalahan yang telah dilakukan oleh pelaku asusila.

Jadi, ini adalah hukum adat terberat di daerah ini. Nama hukuman ini yakni Diparraukan (kerbau ditombak) dan Dipa’longkosan (kerbau ditebas).

Sejumlah warga menombak kerbau secara beruntun dan menebasnya hingga kerbau hitam tersebut tersungkur ke tanah, dan mati.

Sebagai prasyarat Hukuman Adat dalam ritual pemotongan kerbau ini, seluruh keluarga pelaku bahkan hingga sepupu seratus kali pun tidak diperbolehkan mengkonsumsi atau makan daging kerbau tersebut.

Tradisi Adat ini diberlakukan untuk mencegah hal-hal yang kemungkinan akan terjadi akibat perbuatan tak senonoh semacam itu. Juga sebagai salah satu pesan untuk membersihkan perbuatan yang dianggap menodai daerah Tawalian.

Atas perlakuan pelaku, selain dijatuhi hukuman pidana, juga dijatuhi hukuman Adat sesuai tradisi masyarakat setempat.

Ketua Adat Tawalian, Maurids Genggong mengatakan, prosesi Adat seperti ini merupakan bagian dari hukum Adat terberat di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar).

"Jadi, ini adalah hukum adat terberat di daerah ini. Nama hukuman ini yakni Diparraukan (kerbau ditombak) dan Dipa’longkosan (kerbau ditebas),"jelas Maurids Genggong.

Sanksi Adat yang diberikan kepada pelaku ini, termasuk sanksi terberat dalam tradisi masyarakat Mamasa berdasarkan tingkatkan pelanggaran yang diperbuat.

Diparraukan dan Dipa’longkosan adalah sebuah tradisi yang selalu dilakukan warga setempat jika ada yang melanggar hukum adat. Jika pelaku dianggap melanggar hukum Adat berat, maka diharuskan mengorbankan seekor kerbau.

Tiga pelaku tindak asusila atau pencabulan seorang perempuan di bawah umur itu, dilakukan oleh keluarga  sendiri, yakni sang Ayah, Kakak dan Sepupunya, telah ditangkap pada 28 Januari 2020. []

Berita terkait
Viral, Dugaan Kasus Penculikan Anak di Majene Sulbar
Warga Majene Sulawesi Barat dihebohkan dengan kasus penculikkan anak. Ternyata setelah diselidiki kasusnya adalah pencurian handphone.
Siswi SMP Sulbar Disetubuhi Sekeluarga Hingga Hamil
Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) inisial LL, di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) menjadi korban perkosaan oleh satu keluarga.
Ibu Siswi SMP Dirudapaksa di Mamasa Sulbar Shock
Pemerkosaan terhadap siswi SMP di Mamasa Sulbar membuat ibunya shock, bayangkan yang melakukan pemerkosaan adalah ayahnya, kakaknya dan sepupunya.