Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai pasal karet bila terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam memuluskan penguasa terbebas dari kritikan.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi satu dari aturan yang disebut banyak pihak terkait dengan pasal karet. UU ITE disahkan rapat paripurna DPR pada Kamis 27 Oktober 2016 silam.
"Pasal yang bisa digunakan oleh penguasa untuk menggebuk para pengkritiknya," kata Ujang kepada Tagar, Sabtu, 21 September 2019.
Pasal karet harus diperbaiki atau direvisi. Pasalnya tidak multi tafsir. Harus jelas isinya. Bukan hanya DPR yang punya motif. Pemerintah juga.
Ujang mengatakan pasal karet berbahaya karena dapat menjerumuskan siapa saja dan mengekang kebebasan berpendapat. Bila kandungan pasal karet akan dimasukan dalam revisi Rancangan Kitab Undang-Undang (RUU) Hukum Pidana (KUHP) yang kini menjadi perhatian publik, sepatutnya ditelaah kembali agar penegakkan hukum tak dapat berjalan seenaknya.
DPR sebagai pembuat Undang-undang, kata Ujang, bertanggung jawab bila pasal karet ada dalam RKUHP kemudian disahkan.
Dalam Pasal 218 Ayat 1 dan ayat 2 di RKUHP yang berbunyi menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan wakil presiden (wapres), Ujang mendorong agar DPR mempertegas antara kritik dengan penghinaan.
Ditambahkan Ujang, pasal itu kini masih bermuatan multi tafsir dan tergantung siapa yang memaknainya. Dia yakin bila disahkan pidana dapat menjerat siapa saja. "Pasal karet harus diperbaiki atau direvisi. Pasalnya tidak multi tafsir. Harus jelas isinya. Bukan hanya DPR yang punya motif. Pemerintah juga," tutur Ujang.
Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan tentang RKUHP yang dipersoalkan. Salah satunya terkait kritikan terhadap presiden dan wapres.
Menurut Yasonna, kritik bebas ditujukan kepada presiden dan wapres tetapi terkait kebijakan, bukan ranah pribadi.
"Bukan berarti karena seorang presiden, bebas kita caci maki harkat dan martabatnya. Mengkritik kebijakannya tidak ada masalah," kata Yasonna di Kompleks Kemenkumham Jakarta, pada Jumat 20 September 2019.
Yasonna menegaskan UU tersebut bukan berarti membatasi kebebasan berekspresi masyarakat dan pers. "Jangan dikatakan bahwa membungkam kebebasan pers," kata dia.
Baca juga:
- 3 Fakta Demo Mahasiswa Tolak RUU KPK dan RKUHP
- Yasonna Laoly: Kritik Kebijakan Presiden Tidak Dipidana