Bamsoet Sebut Alasan Penundaan Pengesahan RKUHP

Presiden Joko Widodo meminta agar DPR RI menunda pengesahan RKUHP di Sidang Paripurna tanggal 24 September 2019 bukti DPR dengar rakyat
Aksi protes warganet terhadap RKUHP yang segera disahkan oleh DPR pada 24 September 2019. (Foto: Twitter/@dharmaagastia)

Jakarta - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menanggapi penundaan pengesahan Revisi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penundaan pengesahan ini bersasarkan permintaan Presiden Joko Widodo.

Menurut Bamsoet, sapaan akrabnya, DPR akan mempertimbangkan permintaan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU KUHP di Sidang Paripurna yang telah dijadwalkan pada Selasa 24 September 2019 mendatang.

Penundaan dijelaskan Bamsoet, selain untuk mendengarkan permintaan pemerintah juga sebagai bukti bahwa DPR mendengar dan memperhatikan kehendak masyarakat yang menghendaki RUU KUHP ditunda pengesahannya.

"Semua fraksi di DPR RI saya yakin akan mempunyai sikap yang sama jika sudah berbicara kepentingan rakyat. Saya sendiri sudah berbicara dengan beberapa pimpinan fraksi di DPR untuk membahas penundaan itu pada Senin tanggal 23 september mendatang dalam rapat Badan Musyawarah atau Bamus," kata Bamsoet melalui pernyataan tertulis yang diterima Tagar, Jumat, 20 September 2019.

Bamsoet menuturkan, pengambilan keputusan tingkat I sudah dilakukan di DPR bersama-sama pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM. "Tinggal ketok palu di paripurna untuk pengesahan yang rencananya akan digelar pada Selasa 24 September 2019," ujar Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menuturkan, jika pada rapat Bamus tanggal 23 September mendatang para pimpinan fraksi setuju menunda, maka selanjutnya akan dilanjutkan dengan pembahasan kembali pasal-pasal yang dianggap masyarakat masih kontroversial.

"Sebagai pimpinan DPR Kemarin kamu sudah menerima masukan dari perwakilan adik-adik mahasiswa yang berdemo di depan DPR terkait penyempurnaan RUU KUHP. Masih ada beberapa pasal yang dinilai kontroversial. Ini akan kita bahas lagi dan hasilnya akan disosialisasikan ke masyarakat," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menyatakan, bahwa beberapa pasal yang dianggap kontroversial antara lain pasal yang mengatur soal kumpul kebo, kebebasan pers, dan penghinaan terhadap kepala negara.

"Memang tidak mudah kita berjuang untuk memiliki buku induk atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana sendiri menggantikan KUHP kolonial peninggalan Belanda. Saya bisa merasakan tekanannya yang luar biasa. Dalam pembahasan RUU KUHP ini terus terang DPR RI juga mendapat tekanan yang kuat terkait masalah LGBT," tutur dia.

Setidaknya menurut Pimpinan DPR ini, terdapat 14 perwakilan negara-negara Eropa termasuk negara besar tetangga kita. "Saya tidak perlu sebutkan namanya, tidak ingin adanya pelarangan LGBT dalam KUHP kita. Mereka menginginkan LGBT tumbuh subur di Indonesia. Sikap DPR tegas, kita penentang terdepan untuk LGBT berkembang di Indonesia," ucap Bamsoet.

Namun, legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen ini belum dapat memastikan sebelum rapat Bamus Senin mendatang, apakah pengesahan RUU KUHP akan dilaksanakan pada DPR periode saat ini atau selanjutnya. Sebab, tambahnya, hal itu akan dibahas kembali dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pihak pemerintah atau presiden.

"DPR akan berusaha sejalan dengan keinginan Pemerintah dan Masyarakat untuk menunda pengesahan RUU KUHP. Bagaimana kelanjutan pengesahan RUU ini kita akan lihat kembali, karena kita akan bawa ini ke Rapat Bamus DPR hari Senin depan untuk kita minta masukan dari pimpinan fraksi melalui rapat Bamus," ucap Bamsoet.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu menyebut juga akan mempertimbangan usulan Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurutnya, perlu ada pembahasan lebih jauh untuk mengkaji hal ini.

"Tentu kami akan mempertimbangkan usulan dan permintaan presiden terkait penundaan pembahasan RKUHP dan kami akan mengkomunikasikan segera kepada seluruh fraksi di DPR yang ikut pembahasan RKUHP bersama Tim pemerintah," kata Masinton kepada "Tagar", Jumat, 20 September 2019.

Sedangkan, Masinton menambahkan bahwa proses dan mekanisme pembahasan di DPR baru selesai di tahap tingkat I (satu), yaitu tingkat alat kelengkapan dewan atau komisi. Hal itu menurutnya, baru sebatas usulan komisi untuk dibawa ke dalam pembahasan tingkat II (dua) dan pengambilan keputusan dalam sidang paripurna.

"Dalam peraturan tata tertib DPR, usulan menuju ke Paripurna harus melalui tahapan badan musyawarah (bamus) pimpinan DPR bersama fraksi-fraksi tentang persetujuan agenda pembahasan dalam sidang paripurna," ucapnya.

Politikus PDI-Perjuangan ini mengatakan bahwa DPR wajib melihat dinamika dan mendengar aspirasi yang berkembang dari masyarakat terkait penolakan beberapa pasal dalam RKUHP. Ia juga mengemukakan harapannya atas penundaan pembahasan ini.

"Saya berpendapat agar dalam masa penundaan ini baiknya DPR bersama pemerintah terlebih dahulu melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas terkait pasal-pasal krusial yang sedang dikomplain oleh masyarakat," tutur dia.

Masinton menyatakan, DPR bersama pemerintah dapat melanjutkan pembahasan pada periode DPR RI 2019-2024 dengan mekanisme carry over atau melanjutkan pembahasan RKUHP tanpa harus mengulang dari awal kembali. []

Berita terkait
3 Fakta Demo Mahasiswa Tolak RUU KPK dan RKUHP
Fakta-fakta mahasiswa dari berbagai universitas menggelar unjuk rasa menolak RKUHP dan revisi UU KPK.
Foto: Jokowi Ambil Sikap, RKUHP Ditunda
Jokowi, mengaku sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menyampaikan sikap ini ke DPR RI.
Foto: DPR Akan Sahkan RKUHP, Warganet Bikin Meme Kocak
Warganet membuat meme sebagai bentuk aksi protes kepada RKUHP yang akan segera disahkan DPR pada 24 September 2019.