Pandemic Bond Corona Laris Manis, Apa Sih Sebabnya?

Keputusan pemerintah untuk menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 4,3 mendapat respon baik.
Dolar Amerika Serikat. (Foto: Pixabay/Сергей Ремизов)

Jakarta - Keputusan pemerintah untuk menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 4,3 guna mendanai penanganan pandemi Covid-19 di Tanah Air mendapat respon yang cukup baik dari pasar global.

Meskipun demikian, Pengamat pasar modal Siswa Rizali mengatakan sikap antusias market internasional dalam membeli surat utang berlabel Pandemic Bond itu bukanlah sebuah prestasi.

“Jangankan Indonesia yang ekonominya masih tergolong tumbuh baik, negara bangkrut seperti Argentina saja berhasil menerbitkan surat utang bernilai 2,75 miliar dolar AS dengan tenor 100 tahun, jadi biasa-biasa saja,” ujar Siswa Rizali kepada Tagar di Jakarta, Senin, 13 April 2020.

Baca juga: Lewat Pandemic Bond, Pemerintah Raup Utang US$ 4,3 M

Menurut Rizal penyebab utama larisnya SUN RI di pasar internasional dikarenakan sikap investor dalam memilih instrument investasi yang tergolong aman. Terlebih, kondisi dunia saat ini terus dilanda ketidakpastian yang berlanjut pasca serangan pandemi di hampir seluruh negara dunia.

“Investor asing tetap membeli SUN berbasis mata uang asing [dolar AS]. Investor global ternyata meyakini kekuatan fundamental ekonomi Indonesia dan kemampuan pemerintah membayar utang,tapi menghindari risiko rugi kurs bila membeli SUN berdenominasi rupiah,” kata dia.

Dolar ASKaryawan menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu, 18 Maret 2020. (Foto: Antara/Aprillio Akbar/wsj)

Selain itu, Rizal juga menyebut bahwa saat ini pasar sedang dalam kondisi ‘banjir likuiditas’ sebagai akibat dari pelonggaran moneter yang dilakukan oleh beberapa bank sentral dunia, seperti The Federal Reserve (The Fed), People's Bank of China (PBoC), dan Bank of Japan (BoJ). Sehingga, investor lebih cenderung memilih instrumen investasi surat utang sebuah negara asalkan yang berdenominasi dolar AS.

“Asal bond dalam US$ pasti laku, apalagi yang imbal hasil lebih tinggi dari treasury Amerika Serikat yang sekarang 0,7 persen. Nah, SUN RI kan 3,85 persen, artinya ada sekitar selisih 3,15 persen tanpa risiko nilai tukar. Itu sebabnya kenapa pandemic bond pemerintah sekarang cukup laku,” tuturnya.

Pemerintah telah mengeluarkan keputusan untuk mencari sumber pendanaan penanganan pandemi di Tanah Air melalui penerbitan tiga seri surat utang. Pertama adalah RI1030 dengan tenor 10,5 tahun dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2030. Adapun, nilai pendanaan yang dihimpun seri ini mencapai US$ 1,65 miliar dengan imbal hasil (yield) 3,90 persen.

Kemudian, seri kedua RI1050 bertenor 30,5 tahun atau jatuh tempo pada 15 Oktober 2050. Dana yang dihimpun instrument ini mencapai US$ 1,65 milar dengan yield 4,25 persen.

Sementara seri ketiga merupakan instrument surat utang bertenor terpanjang yang pernah diterbitkan Pemerintah Indonesia dengan masa berlaku 50 tahun dengan jumlah sekitar US$ 1 miliar yeild 4,50 persen.

“Berdasarkan data Bloomberg, rata-rata imbal hasil yang ditawarkan pemerintah Indonesia dari penerbitan surat utang terbaru tercatat agak sedikit di atas yield market yang sekitar 3,5 persen hingga 3,6 persen,” ucapnya. []

Berita terkait
Denny Siregar: Jurus Pandemic Bond Sri Mulyani
Sri Mulyani melancarkan jurus Pandemic Bond untuk menyelamatkan usaha mikro kecil menengah agar bertahan di tengah badai Covid-19. Denny Siregar.
OPEC+ Sepakat Pangkas Produksi Minyak 10 Persen
OPEC+ telah mencapai kesepakatan untuk memangkas produksi minyak mintah sekitar 10 persen karena imbas pandemi virus corona Covid-19.
Ada Corona, BI: Harga Bahan Pokok di Bali Terkendali
Bank Indonesia menyebutkn, berdasarkan pendekatan Survei Pemantauan Harga di Bali, harga kebutuhan pokok di Bali terkendali meskipun ada corona.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.