Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai perilaku anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu pamer surat perintah penyelidikan (sprinlidik) terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Fraksi PDIP di salah satu stasiun televisi berpotensi melanggar hukum pidana dengan ancaman kurungan 2 tahun bui.
"Ada potensi ke arah sana apabila Masinton memberikan informasi tersebut kepada publik yang notabene dia bukan orang yang menguasai informasi dan memiliki hak untuk menyebarkan atau memberikan informasi tersebut kepada publik," kata Staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Wana Alamsyah, kepada Tagar, Minggu, 19 Januari 2020.
Sprinlidik itu masuk di dalam informasi yang dikecualikan berdasarkan UU 14 Tahun 2008.
Wana merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU tersebut, Pasal 54 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan dapat dipidana dengan kurungan penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak sepuluh juta rupiah.
"Apapun alasan yang disampaikan Masinton dalam menyampaikan sprinlidik itu tidak dibenarkan, juga karena bagaimanapun sprinlidik itu masuk di dalam informasi yang dikecualikan berdasarkan UU 14 Tahun 2008," ujarnya.
Sebab itu, Wana meminta Dewan Pengawa (Dewas) KPK memeriksa Masinton soal sprinlidik KPK terhadap kasus dugaan suap calon legislatif PDIP Harun Masiku kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Dewas diminta menelusuri lebih dalam siapa yang membocorkan sprinlidik kepada pihak yang tak memiliki hak dan kepentingan.
"Sehingga KPK dapat melakukan penindakan dengan kode etik apabila ada pegawai yang memborkan informasi tersebut," katanya.
Menurut Wana, setidaknya KPK dapat melakukan dua langkah menyikapi bocornya dokumen rahasia tersebut. Adapun dua langkah itu adalah Dewas KPK melakukan pemeriksaan secara internal, sementara KPK secara insitusi melaporkan Masinton kepada polisi dalam konteks pidana keterbukaan informasi. "Karena ini delik aduan," katanya.
Masinton diketahui pamer sprinlidik KPK terkait kasus yang menjerat Harun Masiku dan Wahyu Setiawan dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta pada Selasa malam, 14 Januari 2020. Saat itu, Masinton berbicara terkait ada atau tidaknya sprinlidik menyegel ruangan di DPP PDIP.
Masinton mengklaim, dirinya mendapatkan dokumen rahasia itu dari seorang bernama Novel Yudi Harap pada 14 Januari 2020 sekitar pukul 11.00 WIB. Masinton mengaku, Novel memberikan berkas yang tertutup map itu kepada Masinton di Gedung DPR.
"Pada saat saya buka, map tersebut berisi selembar kertas yang bertuliskan surat perintah penyelidikan KPK dengan nomor 146/01/12/2019, tertanggal 20 Desember 2019 yang ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo," tutur Masinton.
Dalam kasus ini, Harun dan Wahyu telah ditetapkan menjadi tersangka kasus suap perebutan kursi anggota DPR 2019-2024 dalam mekanisme PAW, Kamis, 9 Januari 2020. Harun yang kala itu caleg PDIP diduga menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar dapat menggantikan caleg lain yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas. Bila merujuk pada Undang-undang, suara terbanyak pengganti Nazarudin di dapil Sumatera Selatan I adalah caleg bernama Riezky Aprilia.
Selain Harun dan Wahyu, KPK telah menetapkan dua tersangka lainnya yaitu orang kepercayaan Wahyu sekaligus eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiano Tio Fridelina, dan Saeful Bahri.
Baca juga:
- Sesuai Prediksi, Izin Dewas Hambat Kerja KPK
- Demokrat Duga Keberadaan Harun Masiku Direkayasa
- Sprinlidik Wahyu Bocor Atas Tekanan PDIP ke KPK?