Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rafli Kande mempertanyakan keberlanjutan pembangunan Pabrik Semen Laweung, milik PT Semen Indonesia (Persero) yang berada di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Hal itu disampaikan langsung dalam agenda kunjungan kerja spesifik Komisi VI DPR ke PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Bogor Provinsi Jawa Barat, Kamis 28 Januari 2021.
Hal ini perlu kita temukan rumus solusinya, pembangunan harus terwujud berdampingan dengan kearifan lokal serta keseimbangan alam yang terus kita jaga
Rafli mempertanyakan kelanjutan bangunan dan fasilitas pabrik semen yang mangkrak tersebut.
"Kita terus mendukung BUMN semakin hebat. Terkait PT Semen Indonesia, ada pabrik yang dibangun di Laweung, Kabupaten Pidie, Aceh yang saat ini macet. Kita ingin Aceh juga maju dan berkembang," kata Rafli meneruskan keterangannya, Jumat, 29 Januari 2021.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap, pembangunan itu segera dituntaskan. Sebab, menurutnya, hal itu sangat potensi mendukung kemajuan di Aceh.
"Kita sangat mengharapkan pabrik semen di Laweung ini terwujud sebagai langkah maju bagi Aceh yang nantinya berdampak pada tingkat pembangunan, lapangan kerja, dan investasi," ujarnya.
"Kondisi terkini di Laweung terdapat masjid dan barak karyawan yang tampak terbengkalai akibat dihentikannya kelanjutan pembangunan pabrik itu," tutur Rafli menambahkan.
Rafli menyebut, seluruh pihak yang berhubungan dengan pabrik ini harus menemukan solusi untuk keberlanjutan pembangunannya.
"Hal ini perlu kita temukan rumus solusinya, pembangunan harus terwujud berdampingan dengan kearifan lokal serta keseimbangan alam yang terus kita jaga," ucap Rafli.
Sementara itu, Direktur PT Semen Indonesia, Hendi Prio Santoso membenarkan mandeknya pembangunan pabrik semen yang ada di Laweung.
- Baca juga: Tak Mau UMKM Gulung Tikar, Rafli PKS: Tambah Kuota Bantuan
- Baca juga: Rafli Kande ke M Lutfi: Kemendag Harus Tingkatkan Perdagangan
"Benar, terkait pabrik yang di sana, mohon maaf urusan pembebasan tanahnya belum selesai antara para pemilik tanah dan pemerintah setempat. Akibatnya pembangunan belum bisa dilanjutkan," ujar Hendi.[]