Pabrik Gula Terbesar di Aceh Utara Menjadi Besi Tua

Perjalanan menapaki jejak kejayaan Pabrik Gula Tjot Girek berlokasi di Desa Cot Girek, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara.
Pabrik Gula Tjot Girek di Aceh Utara, terbengkalai, bangunannya rusak. Pabrik ini merupakan satu di antara pabrik gula terbesar di Indonesia. (Foto: Tagar/M Agam Khalilullah)

Aceh Utara - Siang itu panas menyengat, debu beterbangan saat Kontributor Tagar Muhammad Agam Khalilullah melakukan perjalanan motor menuju Pabrik Gula Tjot Girek di Desa Cot Girek, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara.

Pabrik raksasa ini berlokasi  sekitar 15 kilometer dari arah Lhoksukon, 35 kilometer dari Kota Lhokseumawe dan 200 km dari Medan, Provinsi Sumatera Utara. 

Pada masa jaya, pabrik ini adalah satu di antara penghasil gula terbesar di Indonesia.

Sepanjang jalan mudah menemukan batu kasar berdebu. Kendaraan yang banyak lewat adalah truk pengangkut tandan sawit milik perusahaan PTPN I dan sepeda motor milik warga setempat.

Begitulah kondisi jalan menuju pabrik peninggalan Belanda ini, yang ada saatnya dilakukan nasionalisasi aset dan menjadi salah satu perusahaan terbesar di Nusantara.

Saat pabrik ini beroperasi, kawasan Cot Girek ini merupakan jalur yang sangat sibuk, banyak mobil lalu lalang masuk kawasan pabrik. Pokoknya saat itu perekonomian di sini sangat hidup.

Siapa sangka, pabrik raksasa ini berhenti beroperasi pada 1985. Tidak ada data jelas mengapa perusahaan ini sampai harus tutup. 

Kemegahan bangunan pabrik gula kini menjadi besi tua. Menyisakan jejak kejayaan masa lalu. 

Kondisi bangunan terbengkalai, rusak. Kini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan barang milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 1.

Mantan pekerja Pabrik Gula Tjot Girek Abdullah menyebutkan, perusahaan tersebut telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, membuka lapangan kerja cukup besar, sehingga saat itu mampu menekan angka pengangguran.

"Saat pabrik ini beroperasi, kawasan Cot Girek ini merupakan jalur yang sangat sibuk, banyak mobil lalu lalang masuk kawasan pabrik. Pokoknya saat itu perekonomian di sini sangat hidup," tutur Abdullah kepada Tagar.

Ia menceritakan hal unik yang terjadi saat proses pembangunan gedung pabrik, seperti saat itu dilakukan upacara menanam kepala kerbau di bangunan utama gedung.

Namun ia mengaku tidak tahu tujuan dilakukan prosesi menanam kepala kerbau. Ia hanya mengatakan upacara pembangunan dihadiri para tokoh.

"Saya ingat pada saat itu, awal mula seremonial pembangunan pabrik ini ada dilakukan upacara menanam kepala kerbau, tapi saya tidak tahu untuk apa tujuan dilakukan itu, kami saat itu hanya menyaksikan dari luar saja," ujar Abdullah.

Awal Mula

Manisnya gula pada zaman Hindia Belanda, membuat investasi perkebunan gula juga semakin menggeliat, sehingga pabrik gula pun dibangun di daerah-daerah, bukan hanya di Pula Jawa. Satu di antara pabrik gula terbesar di Indonesia juga dibangun dikawasan Aceh Utara.

Menurut data dikutip dari buku terbitan Badan Khusus Perusahaan Negara Perkebunan, berjudul 'Pendjelasan Ringkas Pabrik Gula Tjot Girek'  disebutkan awalnya pabrik itu milik perusahaan peninggalan Belanda.

Kala itu Consesmionnaris pertama bernama Schwaamhuyzer, diangkat berdasarkan Surat Keputusan Gueverneur van Atjeh en Onderherigheden tanggal 30 Desember 1919.

Hak konsensi pabrik gula Tjot Girek berganti menjadi NV Cultuur My Lhoksukon. Perpindahan ini dilakukan melalui surat keputusan Gueverneur van Atjeh en Onderherigheden tanggal 22 Februari 1930 dan tanggal 14 Desember 1932.

Memasuki fase masa kemerdekaan, Pemerintah gencar melakukan nasionalisasi aset asing, sehingga sejumlah perusahaan asing tersebut bisa dikuasai oleh Pemerintah Indonesia, maka Pabrik Gula Tjot Girek termasuk salah satunya.

Nasionalisasi Pabrik Gula Tjot Girek tersebut dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1952, kala itu NV Cultuur My Lhoksukon melepaskan asetnya itu kepada Pemerintah Indonesia melalui Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).

Akhir tahun 1964 paket mesin dan peralatan tahap pertama dari Polandia datang ke Indonesia lewat Pelabuhan Belawan dan Lhokseumawe, dimana khusus untuk hal tersebut di Pelabuhan Lhokseumawe dibangun sebuah dermaga dari kayu sepanjang 95 meter, dibantu sebuah crane dari Pertamina untuk keperluan handling mesin dan peralatan yang beratnya mencapai 25 ton.

Kegiatan handling di dermaga Pelabuhan Belawan maupun Lhokseumawe berlangsung terus dan dinyatakan lengkap pada 1967, dengan total handling sebesar 17.000 ton.

Pembangunan fisik pabrik itu selesai dibangun pada pertengahan bulan Agustus 1970 dan secara resmi dinyatakan siap secara operasional pada hari Senin tanggal 31 Agustus 1970 pukul 14.15 WIB yaitu saat dimulai giling percobaan pertama.

Untuk pengerjaanya memakan waktu enam tahun. Hal tersebut karena rumit sumber pendanaan, sehingga permasalahan sumber pendanaan tersebut baru terselesaikan pada pertengahan tahun 1968.

Pabrik tersebut diresmikan penggunaannya oleh Menko Ekuin Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tanggal 19 September 1970. Pembangunan pabrik gula di Aceh merupakan bagian dari perjanjian bilateral ekonomi, antara Indonesia dan Polandia, ditandatangani di Jakarta pada 11 Agustus 1961.

Saat itu Waperdam Chairul Saleh sebagai wakil Republik Indonesia dan Menteri Negara Republik Rakyat Polandia Prof Dr Witold Trampezynski. Sebagai tindak lanjut perjanjian tersebut, pada tanggal 30 Nopember 1962 diterbitkan surat kontrak pengadaan pabrik gula oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Pabrik Gula Tjot Girek dikunjungi Presiden Soeharto pada Mei 1970. Saat itu masyarakat Aceh sangat bangga dengan hadirnya pabrik raksasa tersebut yang dinilai mampu menopang perekonomian Aceh.

Pada saat diresmikan, luas konsesi “Pabrik Gula Tjot Girek” adalah 7.890 hektare, dengan luas kebun karet, 427 hektare, komplek perumahan 200 hektare, perumahan di afdelimg 100 hektare, kompleks pabrik 40 hektare, tempat penampungan air 258 hektare, saluran air 125 hektare, areal berbukit tidak dapat dipergunakan untuk tanaman tebu 4.240 hektare, dan luas areal yang dapat dipakai untuk tanaman tebu 2.500 hektare.

Tenaga kerja pada diresmikan adalah 1.145 orang dengan rincian pimpinan 2, bagian TUK 26, bagian instalasi 378, bagian tanaman 122, sub bagian teknik Sipil 131, sub bagian angkutan 123, sub bagian irigasi 14, sub bagian research dan sub bagian mekanisasi 66, bagian teknologi 65, bagian umum 129, keamanan 40, usaha sampingan 147, guru negeri 9. Selama giling ditambah dengan tenaga musiman tanaman sebanyak 600 orang dan pabrik 400 orang. 

Abdullah menyampaikan harapan kepada Tagar, pabrik bisa direvitalisasi kembali, sehingga dengan beroperasinya pabrik bisa menekan angka pengangguran, apalagi saat sekarang ini lapangan kerja sangat terbatas.

Semoga saja impian Abdullah bisa terwujud. Andai pabrik ini masih beroperasi, dapat dipastikan tidak ada gula impor di wilayah Aceh. Malah bisa saja menjadi sebaliknya. Provinsi Aceh bisa menjadi daerah pengekspor gula. []

Tulisan feature lain:


Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.