Oleh: Bagas Pujilaksono
TAGAR.id, Jakarta – Take home pay Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tidak menjabat dan tidak ngobyek, tidak lebih dari Rp10 juta per bulan. Ini fakta!
Tugas Dosen UGM salah satunya menyiapkan generasi unggul bagi negeri ini. Gajinya dibayar pakai mata uang Yen: Yen Ono (kalau ada).
Saya punya tabel Tunjangan Kinerja (Tukin) Pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, fantastis nilainya.
Pejabat Eselon I, seperti Ditjen Pajak, Tukinnya saja sebesar Rp117.375.000 per bulan. Wajar kalau Ditjen Pajak dan gerombolannya bergaya hedonis dengan motor gedenya.
Copot Ditjen Pajak! Saya tidak percaya pada kemampuan, kinerja, dan performa Ditjen Pajak, Kemenkeu RI.
Inikah sebuah keadilan di Republik ini? Dengan Tukin sebesar itu, apakah artinya Ditjen Pajak bekerja 11 kali lebih keras, dibandingkan Dosen UGM yang tidak menjabat dan tidak ngobyek di luar?
Ketimpangan take home pay sesama Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya terjadi di NKRI.
Ketika saya menempuh program Doktor dahulu kala, saya dibayar sebagai Ph.D Student Brotto (sebelum pajak) jika dirupiahkan dengan kurs saat ini, Rp51 juta per bulan. Pajak 32 persen, saya tinggal terima Rp36 juta rupiah perbulan.
Promotor saya, saya terima gaji bruto dalam rupiah sekitar Rp105 juta sebulan. Setelah pajak, dia terima Rp72 juta sebulan.
Ketimpangannya hanya dua kali. Bagaimana Indonesia? Ketimpangannya lebih dari sepuluh kali. Melebihi negara kapitalis-imperialis.
Apakah ada bukti, bahwa ASN yang diberi Tukin begitu besar, tidak akan nyolong uang negara? Apakah ada bukti, ASN yang dibayar Gombale Mukiyo, akan korupsi?
Saya tidak pernah korupsi. Tetapi tidak masalah, I will be fine. Kedua anak saya calon ilmuwan kelas dunia. Kebahagiaan dan kebanggaan saya pada kedua anak saya, melebihi dibayar Tukin Rp1 miliar per bulan.
Harta bisa habis, namun kebanggaan atas anak, akan saya bawa mati. Mikul tape rengeng-rengeng, numpak mobil mbrebes mili (Ki Hadjar Dewantara).
Daripada oknum pegawai Ditjen Pajak, Tukin Rp95 juta per bulan, kekayaannya di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebesar Rp56 miliar rupiah, namun anaknya manusia berjiwa iblis: biadab, sadis, dan bodoh. Ini fakta!
Hipotesis saya, justru lembaga atau institusi yang dibayar Tukin luar biasa tinggi, banyak tikus-tikus maling negara. Ini fakta!
Saya tidak akan protes atau bahkan demo soal Tukin ini, tidak ada artinya. Keadilan dan rasa malu adalah hal langka di NKRI.
Beberapa tahun yang lalu, saya pernah bilang di depan forum terbuka, bahwa reformasi itu diformulasikan oleh ilmuwan, dijalankan mahasiswa, dan dinikmati penjahat atau maling. Sekarang ini buktinya!
Semua ada batasnya, termasuk kesabaran rakyat Indonesia juga ada batasnya. []
*Bagas Pujilaksono adalah Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Berita terkait