Untuk Indonesia

Opini: Hukum Tidak Berarti Banyak Kalau Tidak Dijiwai Moralitas

Pembuat Undang-Undang dan Penegak Hukum di Indonesia Kunci Mendasar Pada Postulat Etika dalam Kodrat Hakikat dalam Moralitas Diri - Tulisan Opini
Darwin Steven Siagian, Advokat, Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Parahyangan. (Foto: Dok Pribadi

Judul Asli: Pembuat Undang-Undang dan Penegak Hukum di Indonesia Kunci Mendasar Pada Postulat Etika dalam Kodrat Hakikat dalam Moralitas Diri 

Oleh: Darwin Steven Siagian, Advokat, Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Parahyangan

Paradigma bukanlah merupakan pengetahuan yang datang begitu saja seperti barang yang sudah jadi dan datang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu merupakan suatu cara berpikir yang demikian rumit dan mendalam tentang suatu objek yang khas dengan pendekatan yang khas pula sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang handal. 

Andal dalam arti bahwa sistem dan struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Ia terbuka untuk diuji oleh siapapun, dewasa ini, Penulis : “sepanjang kita ber-keingginan untuk berpikir dan mencari jawaban akan solusi.”

Sistem hukum Indonesia dijadikan groundnorm norma dasar pancasila, yang merupakan kaidah dan norma yang menjadi dasar berlaku legalitas di Indonesia. Maka tertip hukum Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita moral kejiwaan watak bangsa Indonesia meliputi kehidupan keagamaan yang berbudi menjunjung tingi nilai keadilan. 

Dengan demikian persyaratan penegak hukum harus jujur, adil dan memiliki integritas dan bermoral. Postulat etika merupakan asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya atau disebut juga anggapan dasar, patokan duga, aksioma. Penulis, berpendapat perbuatan secara moral dikatakan baik, apabila mewadahi kehendak baik sebagai realitas batin. 

Kehendak baik menurut baru baik apabila mau memenuhi kewajibannya. Sehingga, kehendak baik adalah kehendak yang mau melakukan apa yang menjadi kewajibannya, murni demi kewajiban itu sendiri. Teori Immanuel Kant : “dalam hal ini nampak tidak peduli terhadap materi berupa tujuan atau akibat suatu tindakan moral, melainkan melalui bentuknya apakah tindakan itu wajib atau tidak.” Prinsip inilah yang kemudian dikenal dengan etika deontologi.

Pokok pangkal etika adalah perbuatan baik dan benar. Model studinya sama dengan penyelidikan yang digunakan filsafat, oleh karena itu etika adalah filsafat moral, sebagai bagian dari filsafat. Telah dikemukakan di atas etika adalah bagian atau percabangan dari filsafat, yaitu filsafat moral. 


Hukum tidak berarti banyak kalau tidak dijiwai oleh moralitas.


Etika yang merupakan nilai-nilai hidup dan norma - norma serta hukum yang mengatur perilaku manusia. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, Penulis memberikan sekiranya ada dua istilah etika ;

1) Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, Misalnya kode etika.

2) Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat – seringkali tanpa disadari– menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis, Etika dalam hal ini sama dengan filsafat moral.

Penulis, merujuk pada pendapat Immanuel Kant : pembedaan tentang nilai etis suatu perbuatan yang dilakukan demi tujuan dan perbuatan yang dilakukan demi kewajiban, membawa kita pada formulasi tentang ide perintah moral. Perintah moral dimaksud yaitu: imperatif hipotetis dan imperatif kategoris. 

Yang pertama adalah perintah moral yang menyuruh kita melakukan suatu tindakan hanya atas dasar pengandaian bahwa kita mau mencapai tujuan tertentu. Undang – Undang sebagai tool yaitu perintah yang berlaku mutlak tanpa kecuali karena apa yang diperintahkan olehnya, merupakan kewajiban pada diri sendiri, dan tidak tergantung pada tujuan selanjutnya. 

Imperatif kategoris yang dikemukakan oleh, Immanuel Kant ini menjadi sebuah prinsip tunggal, yakni kategori yang tidak bisa dihindari. Inilah landasan apriori bagi semua tindakan moral, yakni premis metafisikanya.

Bicara Undang-Undang dan perangkat penegak hukumnya, Penulis, mengkutip Pepatah kuno kekaisaran Roma mengatakan “Quid leges sine moribus,” artinya : hukum tidak berarti banyak, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. 

Sudah tentu pepatah ini menggambarkan bahwa hukum tidak bisa dipisahkan dengan moral, hukum harus memuat nilai-nilai moral, dalam bahasa lain dikatakan bahwa hukum merupakan krestalisasi nilai-nilai moral. 

Maka hukum itu tidak dapat berdiri sediri tanpa adanya moralitas agar hukum yang diciptakan mampu memberikan ketertiban dan kenyamanan sehingga hukum tersebut jauh dari kesewenang-wenangan dan diharapkan mampu mengendalikan perbuatan-perbuatannya dengan intelek dan akal budi-nya. Moralitas dapat disamakan dengan ketertiban dan memiliki objek manusia tindakan yang diperintahkan satu sama lain dan untuk tujuan tertentu.

Hakikat Pembuat Undang-Undang dan penegak hukum di Indonesia kunci mendasar pada moralitas dari nilai (baik atau buruk) adalah inti dari setiap sistem moral. Ada pengaruh timbal balik antara hukum dan moral dalam berbagai aspek kehidupan manusia, ada kontribusi moral terhadap hukum dan kontribusi hukum terhadap moral. 

Moralitas dalam suatu masyarakat juga mempengaruhi produk hukum, sedangkan hukum mempengaruhi pandangan baik dan buruk masyarakat tersebut. Hukum mengikat semua orang sebagai warga Negara, namun moralitas memperlakukan orang hanya sebagai individu. Salah satu paradigma hukum merupakan nilai sehingga hukum dapat dipandang sebagai figur nilai juga.

Penulis, merumuskan bahwa etika perbuatan baik tidak dinilai berdasarkan wujud lahir, melainkan sikap batin berupa kehendak baik; di mana kehendak itu baru baik apabila murni memenuhi kewajibannya. 

Lalu apa kewajiban yang harus ditunaikan manusia? Pendapat Kant : dalam hal ini tidak memberikan jawaban material, melainkan formal berupa prinsip penguniversalisasian, yang berbunyi: “Berbuatlah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, patokan-patokan, dan maksim-maksim yang dapat dikehendaki sebagai undang-undang umum.” 

Misalnya, perbuatan yang semata-mata didasarkan kewajiban dan bukan tujuan lain atau-pun pelampiasan dorongan hati, bagi Kant merupakan tuntutan otonomi moral manusia, yaitu suatu ketaatan yang dilakukan dengan suatu kesadaran yang penuh.

Prinsip pokok untuk menjawab permasalahan dan jawaban diatas, dengan ini Penulis memberikan jawaban simpulan: “kalau kita harus, maka kita bisa juga.” 

Seluruh tingkah laku manusia menjadi mustahil, jika kita wajib membuat apa yang tidak bisa kita lakukan. Kutipan pendapat Immanuel Kant : “beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. 

Itulah sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketiga postulat dimaksud itu ialah: pertama kebebasan kehendak, kedua imortalitas jiwa, dan ketiga adanya kepercayaan dan keyakinan.

Pada prinsipnya apa yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis, harus diandaikan atas dasar rasio praktis. Kebebasan kehendak, imoralitas jiwa, dan adanya dasar kepercayaan dan keyakinan, karena diri kita tidak mempunyai pengetahuan praktis, tanpa terlebih dahulu kita. 

Selain itu, penulis,: pangkal dasar pembuat Undang-Undang dan Penegak hukum di Indonesia adalah menyelesaikan problem moral yang kontradiktif antara tuntutan individu (kesadaran eksistensial/motif kewajiban) dan kesadaran sosial (motif kecenderungan). 

Dengan mempercayakan diri pada moral pangkal dasar, sebab jika semua individu dalam suatu komunitas semua sudah baik, maka menjadi baik semua, dan pasti sudah tentu outputnya adalah terwujud dengan nyata. []

Berita terkait
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Sebagai Penjaga Gawang Kepastian Hukum di Indonesia
Untuk itulah dibentuk Mahkamah Konstitusi (MK) yang berfungsi sebagai pengawal UUD (the guardian of the the constitution)
Teknologi Media Sebagai Sarana untuk Menghidupkan Hukum Masyarakat Indonesia
Teknologi Media Sebagai Sarana untuk Menghidupkan Hukum Masyarakat Indonesia - Tulisan Opini Darwin Steven Siagian, Advokat, Akademisi.
Penegakan Hukum dalam Proses Peradilan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Kaitan OBSTRUCTION OF JUSTICE
Penegakan hukum dalam proses peradilan tindak pidana korupsi di Indonesia kaitan OBSTRUCTION OF JUSTICE: menghalang-halangi proses peradilan.