Misteri Makhluk Penunggu Sungai Afareng di Sinjai

Warga sekitar menyakini di dasar sungai Afareng di Sinjai ada makhluk penunggu. Sosok berambut dan berkuku panjang.
Suasana sungai Bejo di Sinjai Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Afrilian Cahaya Putri)

Sinjai - Setiap hari Minggu, sekitar medio 2000 hingga 2009, suara bersahut-sahutan dari anak hingga orang tua di sana. Sebuah kolam renang tepat berada di bagian timur air terjun yang tingginya sekitar 20 meter.

Namanya air terjun Baruttung, letaknya berada di aliran Sungai Afareng atau bisa juga disebut Sungai Ponto Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Baruttung terletak di Bikeru, Kecamatan Sinjai Selatan.

Tahun 2009, wisata kolam renang dan air terjun Baruttung ditutup. Warga sekitar dan pemerintah setempat tidak lagi mengizinkan pengunjung secara bebas berwisata di tempat itu. Langkah itu dilakukan setelah beberapa wisatawan tewas tenggelam ke dasar sungai.

Sepanjang Sungai Afareng memang dikeramatkan oleh warga Sinjai. Ada banyak cerita rakyat yang menggabarkan makhluk astral penghuni dasar sungai di sana.

Tidak jauh dari Air Terjun Baruttung, seorang pria paruh baya bernama Ukkase dikenal sangat mahir menyelam. Dia orang yang pertama kali dicari jika ada korban tenggelam. 

Suatu waktu, sekitar 7 tahun lalu, Basarnas kesulitan menemukan korban tenggelam. Satu hari satu malam melakukan pencarian di seluruh aliran sungai, namun tak ada sama sekali jasad yang ditemukan.

Ukkase yang diminta mencari korban tidak berlangsung lama, hanya hitungan jam dia menemukan jasad korban terbaring di dasar sungai. Sepertinya dia memang bukan penyelam biasa.

Dari pengakuan Ukkase diketahui, ternyata Baruttung menyimpan cerita mistis. Dia mengaku kerap kali menemukan hal-hal aneh di tempat itu. Menurut dia hilangnya nyawa korban di Baruttung bukanlah kecelakaan biasa, namun dipengaruhi makhluk gaib penunggu di bawah air sungai.

Ia pernah menyelam untuk mencari korban tewas tenggelam. Tapi Ukkase tak hanya sekedar menemukan jasad terbaring telentang di dasar sungai. Di atas jasad itu ada semacam manusia duduk bersila di atas tonjolan batu. Dia kemudian bergegas naik tanpa membawa mayat.

"Ada menyerupai manusia di bawah sungai duduk bersila. Entah itu perempuan atau laki-laki, karena panjang rambutnya, kukunya juga panjang membengkok," kata Ukkase menceritakan pengalamannya, Jumat, 20 Desember 2019.

Rambutnya kusam, pipinya keriput layaknya orang tua. Hanya itu yang bisa diceritakan Ukkase. Ia tak bisa melihat jelas, selain karena berada dalam air, Ukkase memilih tak menatapnya lama sebelum naik kembali ke pinggir sungai.

Kala itu keluarga korban melakukan ritual pemberian sesajen. Warga sekitar menyebutnya Tuli, menyatukan beberapa jenis beras berwarna dan rempah-rempah yang disimpan di sekitar sungai. Setelah ritual itu lalu jasad korban diangkat ke atas pinggir sungai.

Tak hanya Ukkase, warga sekitar lainnya, Daeng Lolo juga pernah dikagetkan sosok menyerupai kakek tua. Kala itu Daeng Lolo mencari ikan di malam hari. Dia bermodal obor sebagai penerangan. Memang sudah menjadi kebiasaan warga untuk mencari lauk di pinggir sungai bermodalkan cahaya penerangan obor.

Ada menyerupai manusia di bawah sungai duduk bersila. Entah itu perempuan atau laki-laki, karena panjang rambutnya, kukunya juga panjang membengkok.

"Tapi pernah juga Daeng Lolo lihat laki-laki duduk bersila di atas batu waktunya massulo bale (mencari ikan menggunakan obor)," ungkap Menantu Ukkase, Adhy.

Bukan hanya Ukkase dan Daeng Lolo yang pernah dikagetkan dengan sosok menyerupai manusia. Banyak versi cerita yang beredar di masyarakat. Ida, salah seorang warga yang rumahnya terletak sejajar dengan puncak air terjun Baruttung mengatakan, sebelum ditutup ada orang yang diperlihatkan tempat sejenis kehidupan kerajaan di bawah sungai.

"Ada yang mengatakan bahwa di sana ada sebuah tempat atau sejenis kerajaan di bawah air. Ada yang mengatakan bahwa penunggunya adalah seorang wanita yang kadang duduk di dasar air dan ada pula yang mengatakan bahwa seorang nenek yang menjaga tempat ini," ungkap Ida.

Cerita ini lebih familiar didengar oleh masyarakat sekitar. Itu karena telah banyak yang pernah melihatnya, suatu waktu juga pernah dilihat oleh anak sekolah di sore hari. "Saat itu masih anak SD, anak-anak di sini. Dia melihat ada sesuatu duduk di atas batu sampai lari pulang ke rumahnya sambil menangis," kata Ida.

Manurut dia, baru-baru ini, sekitar sebulan lalu air terjun Baruttung kembali ramai dikunjungi. Hanya saja jalanan menuju tebing jatuhnya air terjun sudah rusak parah. Butuh keberanian dan memacu adrenalin.

"Sekarang tempat ini ramai didatangi kembali, salah satu alasannya adalah untuk melengahkan rasa penasaran yang tinggi akibat simpan siurnya cerita tentang tempat ini," katanya.

Misteri Belut Ratusan Tahun di Bejo

Masih di hilir Sungai Afareng dibawah air terjun Baruttung, terdapat sebuah tempat yang sering didatangi warga membawa sesajen, namanya Sungai Bejo.

Suatu waktu Tagar pernah berkunjung ke tempat ini. Kendaraan hanya bisa diparkir di penghujung sebuah jalan buntu. Lorong yang memang diperuntuhkan menuju Sungai Bejo. Dari parkiran harus berjalan kaki sekitar dua kilometer menuju pinggiran sungai.

Di antara pepohonan rimbun menjulang tinggi saya berjalan menuju lokasi. Berjalan di antara rumput yang tingginya sepinggang, jalan setapak tetap terlihat bersih, cukup dilalui untuk satu orang saja. Selebihnya di bagian kiri dan kanan rumput liar.

Air terjun dan kolam BarunttungPemandangan Air terjun Barunttung di Sinjai, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Afrilian Cahaya Putri)

Saat tiba di lokasi, sekitar belasan orang saya jumpai di sana, berkumpul di bawah pohon besar. Ada yang duduk di bagian akar pohon ada juga di samping empat batu besar dekat pohon. 

Tidak jauh dari situ ada lima kotak yang terbuat dari anyaman bambu, suku Bugis menyebutnya lawa suji. Kata pengunjung, itu bekas tempat sesajen. Ada pula ratusan cangkang telur berserakan sekitar akar pohon.

Belasan orang itu terlihat menggenggam telur mentah. Beberapa di antaranya menyelupkan tangan ke dasar air. Nampaknya mereka menunggu belut besar, orang-orang itu menyebutnya masapi.

Tagar mencoba menghampiri dan melihat banyak belut besar di sana. Ukurannya sekitar 4 meter dan besar menyerupai paha orang dewasa. Ada juga yang berukuran besar namun pendek. Belut berukuran besar ini nampak dikawal oleh belut berukuran sedang lainnya, ada banyak sedang yang mengelilingi sekitarnya.

Saya mendatangi dan berkenalan salah satu pengunjung, namanya Zainuddin, umurnya kisaran 50an tahun. Dia menceritakan kisah kepercayaan orang-orang yang berkunjung ke Bejo. Kata dia, masapi itu bukanlah masapi biasa, andai kata hanya sejenis hewan biasa yang hidup di air, mana mungkin menghampiri dan begitu akrab dengan manusia.

"Yang saya dengar-dengar dari orang tua dulu, memang ada tempat tinggalnya di bawah air. Seperti rumah mewah yang dikelilingi emas," kata Zainuddin.

Sambil menikmati hembusan angin yang sepoi-sepoi, Zainuddin melanjutkan mengisap rokok di tangannya. Dia melihat ke arah pohon besar itu, kemudian berbalik melanjutkan ceritanya.

"Di situ ada satu masapi besar yang seperti sudah diiris-iris. Ada bekas luka di bagian belakangnya. Katanya, dulu ada yang pernah menangkapnya di sini, menggunakan bantuan strum listrik," katanya.

"Sesampai di rumahnya, dia mengiris-iris lalu dimasak, namun masapinya tidak kunjung matang. Kabarnya orang itu meninggal. Itulah dikaitkan kenapa ada salah satu di antaranya penuh luka-luka belakangnya," sambungnya.

Yang saya dengar-dengar dari orang tua dulu, memang ada tempat tinggalnya di bawah air.

Jika ingin ke Bejo, sangat dilarang menggunakan pakaian berwarna merah. Dia memastikan tak ada belut yang mendekat jika ada di antaranya menggunakan baju warna merah. Jika ada yang hendak mendekat ke sungai Bejo dengan pakaian merah, pengunjung lainnya akan menegur bahkan melarang.

"Tidak disuka itu kalau ada baju merah. Biasanya kalau tidak muncul-muncul pasti ada di antaranya dia rasuki," kata dia.

Kecelekaan Maut di Jembatan Batu Boddong

Di daerah hulu air terjun Baruttung terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan Kabupaten Bulukumba dan Sinjai. Namanya Jembatan Batu Boddong, tempat di mana kerap kali terjadi kecelakaan maut, kecelakaan tunggal pula.

Kecelakaan yang kerap kali terjadi itu sering dikaitkan dengan sosok penunggu di Sungai Afareng. Para korban kadang mengaku kecelakaan yang dia alami dengan alasan yang tidak bisa diterima akal sehat.

"Kadang ada yang terjung masuk ke tebing hingga ke bawah sungai. Karena kan ada tikungan disitu. Depan tikungan tebing, biasa ada yang melihat jalanannya lurus katanya," kata Adhy, warga Bikeru, Sinjai Selatan.

Menurut dia, jika ada bayi ataupun anak-anak yang pertama kali menyebrang di jembatan itu, biasanya membuang telur ke arah sungai. Tidak sedikit yang melakukan hal itu. Bahkan sebagian orang tidak hanya membuang telur, tapi beberapa makanan yang diolah secara tradisional turut dimasukan ke dalam sungai.

"Banyak sekali kecelakaan maut, hingga korban meninggal dunia. Pernah ada mobil truk tronton sepuluh roda tercebur ke dalam sungai," ungkapnya.

Tidak hanya itu saja, penampakan aneh juga sering kali terjadi di tempat itu, khususnya di malam hari. Tidak sedikit cerita yang berseleweran tentang orang yang pernah melihat menyerupai manusia.

"Intinya kalau lewat mengingat kepada Allah SWT. Orang-orang tua sering bilang harus ucapkan salam kalau lewat, atau kasih bunyi klakson kendaraan. Minta izinlah ceritanya," ujarnya. []

Baca Juga:

Berita terkait
Heboh Pemakaman Misterius di Pa'bineang Bantaeng
Warga Kampung Pabineang Bantaeng digegerkan dengan aksi misterius pemakaman di kuburan setempat. Sebuah peti berisi kain kafan.
Legenda Ular Besar Penunggu Rawa Pening Semarang
Rawa Pening Ambarawa, tempat yang indah. Ada rawa, gunung dan nelayan. Ada pula legenda di sana, tentang bocah kurapan dan ular besar penunggu.
Sumur Tua Menyeramkan di Pabbineang Bantaeng
Sumur tua di Kecamatan Bantaeng, banyak cerita seram tentangnya. Namun, sumur tua itu juga menjadi sumber kehidupan warga setempat.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.