Misteri Makam Keramat Syeh Rako di Pandeglang Banten

Makam itu berada di antara dua pohon besar berusia lebih dari 300 tahun di Desa Pagerbatu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Makam Syeh Rako di Majasari, Pandeglang, Banten, masuk cagar budaya di bawah perawatan Dinas Kebudayaan Kabupaten Pandeglang. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

Pandeglang - Sore itu saya mau ke Gunung Karang, tapi cuaca mendung membuat saya mengurungkan niat. Perjalanan sudah sampai di kampung terakhir di Kabupaten Pandeglang, Banten. Tepatnya di Kampung Paku Aji, Desa Pagerbatu, Kecamatan Majasari. 

Langkah kaki saya terhenti di sebuah tempat, mata terantuk pada papan hijau di antara dua pohon besar. Pada papan terbaca tulisan 'Makam Keramat Syekh Rako Simpeureum'.

Didorong rasa ingin tahu yang besar, saya mendekati tempat itu, berbicara dengan orang-orang. Sampai akhirnya saya tahu pohon super besar itu pohon lame dan angsana, usianya 300 tahun lebih.

Kata keramat pada makam lebih membuat penasaran. Apa maksudnya keramat? Dilihat sepintas dari luar, makam itu tidak berbeda dengan makam keluarga pada umumnya. Makam disekat dan tersedia saung untuk kenyamanan peziarah, agar tidak kehujanan atau kepanasan saat berkunjung ke sini.

Sore itu hari Kamis, 17 Oktober 2019, sunyi keadaan sekitar, seperti sedang menghadiri konser, burung-burung berkicau terdengar merdu di telinga. Rimbun dedaunan serupa payung yang meneduhkan.

Lokasi makam itu berjarak sekitar 500 meter dari perumahan penduduk.

Biasanya ada yang sampai pagi, bahkan menginap.

PandeglangMakam Syeh Rako di Majasari, Pandeglang, Banten, Kamis, 17 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

***

Mega 40 tahun, seorang warga, penjual kopi di dekat lokasi makam Syeh Rako. Ia mengatakan banyak orang berziarah dengan bermacam-macam tujuan, ada yang untuk keselamatan, ada juga yang karena ingin naik pangkat, dagangan lancar, kaya-raya.

"Banyak warga Paku Aji, Pandeglang, bahkan luar Banten datang berziarah ke sini. Biasanya mereka datang setiap malam Jumat dan Minggu. Biasanya ada yang sampai pagi, bahkan menginap," tutur Mega sambil mengaduk kopi.

Imanudin 42 tahun, warga Paku Aji, mengatakan sering mengikuti ritual ziarah ke makam Syeh Rako, biasanya malam Minggu atau Senin.

”Saya juga pernah membawa tamu dari Jakarta ke sini. Macam-macam tujuan mereka, untuk kebaikan dan kesuksesan dunia akhirat,” kata Imanudin.

Ia bercerita tradisi ziarah ke makam Syeh Rako sudah berlangsung sejak lama, turun-temurun. Sebagian masyarakat mempercayai daya magis makam Syeh Rako bisa mendatangkan kesuksesan. Orang-orang beranggapan berziarah ke makam Syeh Rako, apa yang diinginkan akan mudah dikabulkan.

Macam-macam tujuan mereka.

PandeglangKH Elut juru kunci atau kuncen makam Syeh Rako di Majasari, Pandeglang, Banten, Kamis, 17 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

***

Dengan hati dag dig dug, saya memberanikan diri menemui Kiai Haji Ki Elut, kuncen atau penunggu makam Syeh Rako. 

Ki Elut berusia 58 tahun, seorang guru ngaji, tinggal di Paku Aji. Ia biasanya dari pagi sampai sore menjaga makam Syeh Rako, dan pada malam mengajar ngaji anak-anak di sekitar rumahnya.

Ia menjaga makam Syeh Rako sejak 2003, tidak ada gaji bulanan, hanya kadang dapat penghasilan dari pemberian orang ziarah. Jumlahnya tidak menentu. Seikhlasnya penziarah.

Sore itu ia mengajak saya duduk di karpet yang terhampar di teras, berjarak 20 meter dari makam Syeh Rako.

Ki Elut mengatakan makam Syeh Rako ramai dikunjungi sejak 1970. Ia selanjutnya meriwayatkan pada awalnya makam itu biasa saja, sampai kemudian sebuah peristiwa ganjil terjadi. Pada saat itu sahabat kakek buyutnya sedang melintasi makam tersebut, melihat seekor burung terbang melintasi makam Syeh Rako. Burung itu kemudian mati. Peristiwa serupa terjadi berulang sampai tiga kali, membuat sahabat kakek buyut Ki Elut meyakini makam tersebut keramat yang harus dijaga. 

Ki Elut merupakan generasi kelima penjaga makam Syeh Rako. Empat generasi sebelumnya adalah Haji Salma kakek Ki Elut, Mang Rudi, Ki Karnad, dan Ki Sueb ayah Ki Elut.

"Syeh Rako ini satu angkatan dengan Syeh Mansur Ciakduen pejuang dari Kerajaan Banten pada masa kesultanan. Syeh Rako ini menantu Syeh Karan, sahabat Sultan Maulana Yusuf," ujar Ki Elut.

Seperti kata Mega dan Imanudin, Ki Elut juga mengatakan orang-orang yang berziarah ke makam Syeh Rako berasal dari mana-mana, tidak cuma warga setempat. Mereka datang dengan bermacam-macam permintaan. 

"Di sini tempatnya umum, selama untuk kebaikan insya Allah dikabulkan," kata Elut.

Kalau menteri, saya ingat Pak Suryadharma Ali.

PandeglangPohon besar berusia lebih dari 300 tahun di dekat makam Syeh Rako di Majasari, Pandeglang, Banten, Kamis, 17 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

***

Orang-orang yang datang, kata Ki Elut, ada juga yang dari luar negeri. Di antaranya dari Singapura, Malaysia, India, dan Arab Saudi. 

Suatu hari, cerita Ki Elut, pernah seorang pedagang sate dari Batam berziarah ke Syeh Rako. Pedagang sate itu meminta agar usahanya dikunjungi banyak pembeli. Selang beberapa tahun kemudian si pedagang sate kembali ke sini dengan membawa banyak tamu dari luar negeri. Si pedagang sate juga cerita, telah membuka cabang baru di Batam.

Ki Elut juga melihat banyak pejabat datang ke tempat ini.

"Kalau pejabat daerah sudah tidak terhitung, soalnya saya sendiri juga tidak begitu memperhatikan satu persatu. Kalau menteri, saya ingat Pak Suryadharma Ali,'' kata Ki Elut.

***

Sore menjelang pulang, pukul 17.00 WIB, muncul hasrat melihat langsung dengan kedua mata sendiri, wujud makam Syeh Rako. Seorang tokoh zaman lampau di Pandeglang, Banten, yang dikenal sakti, bisa mewujudkan keinginan semua orang, keinginan sukses yang dilandasi niat baik.

Sempat di dalam hati merasa was-was, mungkin karena tercium wangi-wangian. Entah memang pada saat itu saya sedang diterima Syeh Rako atau memang wangi-wangian tercium dari ruangan berukuran 6 x 5 itu sudah dipersiapkan oleh Ki Elut. Mulut saya terkatup rapat, tak berani bertanya wangi-wangian itu dari mana sumbernya, khawatir pertanyaan itu akan menyinggung perasaan Ki Elut.

Di dalam saung bertembok dan bertirai hijau itu terdapat banyak kain kafan, sebagian digunakan untuk membungkus nisan Syeh Rako.

Sebenarnya di dalam saung juga terdapat makam lain, cuma memang kondisi makam lain tak begitu terlihat angker dan mistis. Lebih seperti kuburan di kampung biasa tempat saya tinggal.

Ki Elut mengatakan sangat jarang pengunjung berani masuk ke dalam ruangan makam Syeh Rako. Ia terlihat cukup terkejut kemudian tersenyum lebar ketika saya meminta izin untuk masuk ke dalam ruangan makam Syeh Rako.

***

Dua tahun terakhir makam Syeh Rako masuk dalam cagar budaya, didata Dinas Kebudayaan Kabupaten Pandeglang. 

Masuk cagar budaya artinya makam Syeh Rako perlu dilestarikan, dilindungi dari bahaya kepunuhan. Keberadaannya dijamin undang-undang.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.

"Saya hanya menjaga dan merawat makam Syeh Rako. Ini wangsit dari kakek buyut. Tidak ada niat lain. Hanya wangsit itu yang saya yakini dan jalani," tutur Ki Elut. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Kamar Keramat Eyang Suto di Pendopo Jepara
Eyang Suto dipercaya adalah sosok gaib penjaga bumi Kartini di Jepara. Tagar mengunjungi kamar keramatnya di penpodo kabupaten.
Bebek Emas dan Harta Karun Gunung Brintik Semarang
Alkisah pada zaman Semarang lampau hiduplah seorang perempuan sakti mandraguna. Tubuhnya kecil, berparas cantik dengan rambut brintik.
Legenda Genderuwo Ki Poleng dan Nyi Poleng di Sleman
Gunung Gamping yang angker di Sleman, dijaga dua genderuwo yaitu Ki Poleng dan Nyi Poleng. Mereka yang menyebabkan kematian Kyai dan Nyai Wirosuto.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.