Minim Industri, Pertumbuhan Ekonomi di Aceh Lambat

Provinsi Aceh menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang pertumbuhan ekonominya tergolong lambat. Hal itu dikarenakan minim indsutri.
Perajin tempe menunjukkan butiran jagung yang dipisahkan dari kemasan karung kedelai impor di industri pengrajin tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Jumat (23/11/2018). Perajin tempe mengeluhkan adanya butiran jagung dan potongan kayu di setiap karung kedelai impor sehingga mereka terpaksa memilah-milah sebelum mengolahnya menjadi tempe. (Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto).

Sabang - Aceh menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang pertumbuhan ekonominya tergolong lambat, bahkan masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Zainal Arifin Lubis menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di sana masih menjadi tantangan besar bagi Aceh. Kurangnya industri dinilai menjadi salah satu alasan utama.

"Aceh ini memiliki industri yang masih sedikit, dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera, kita ini lebih kurang nomor dua di belakang yang punya industri," kata Zainal Arifin dalam kegiatan Edukasi Ekonomi dan Keuangan Syariah di Sabang, Selasa, 3 September 2019.

Kenapa penting industri di Aceh? Ini salah satu yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan ujungnya mengurangi tingkat kemiskinan.

Karena itu, kata Zainal, pertumbuhan ekonomi di Aceh sulit berkembang. Hal tersebut ia pandang semakin memperparah angka kemiskinan di Bumi Serambi Mekkah.

"Kenapa penting industri di Aceh? Ini salah satu yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan ujungnya mengurangi tingkat kemiskinan," ujar Zainal.

Industri di AcehKepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Zainal Arifin Lubis saat membuka kegiatan Edukasi Ekonomi dan Keuangan Syariah untuk Jurnalis Aceh di Sabang, Selasa 3 September 2019. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil) 

Dia menjelaskan, jika Aceh memiliki banyak industri, maka komoditas unggulan seperti padi, nilam, kelapa sawit, dan lain sebagainya, tidak harus dibawa ke luar daerah untuk diolah dan kemudian dijual kembali.

"Kita, sawit hanya jual Tandan Buah Segar (TBS), punya gabah padi melimpah tapi dikilang di luar Aceh, sehingga rata-rata tidak ada di sini. Perlu diketahui bahwa Aceh masih membeli beras sebagian dari luar, karena di dalam provinsi tidak cukup," tuturnya.

Zainal mengajak semua pihak untuk bersinergi, agar sama-sama memikirkan untuk membangun industri di Aceh. Hal tersebut tentunya perlu menyesuaikan dengan keunggulan yang dimiliki Aceh, seperti sektor pertanian dan perikanan.

"Bank Indonesia ajak semua pihak bangun industri di Aceh, sehingga komoditas keunggulan di Aceh bukan hanya dijual mentah-mentah ke luar, tetapi dijual saat sudah jadi, sehingga harganya mahal," kata Zainal. []

Berita terkait
388 Jemaah Haji Tiba di Aceh
Sebanyak 388 Jemaah haji asal Banda Aceh tiba di i Banda Aceh, Rabu 4 September 2019.
Kasus Kerusakan Lingkungan di Aceh, Pelaku Kebal Hukum?
Sangat miris kasus kerusakan lingkungan di Aceh tidak diatasi, bahkan seperti sengaja diabaikan. Para aktor perusak lingkungan seolah kebal hukum.
Janji Gubernur Aceh Soal Rekomendasi DPRA
Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan pihak eksekutif akan menindaklanjuti rekomendasi DPRS.