Jakarta - Undang-undang Cipta Kerja hingga kini masih menjadi bahan diskusi publik. Menteri ATR/BPN Sofyan A. Djalil turun langsung meluruskan informasi-informasi yang beredar di masyarakat tentang undang-undang ini. Yakni dengan menjadi narasumber pada diskusi bertajuk "Diskusi Terbuka: Quo Vadis UU Cipta Kerja?" di Universitas Muhammadiyah Bandung, Jumat, 13 November 2020.
Undang-Undang ini disusun dengan normal, pada saat pandemi Covid-19 ini
Dia menjelaskan bahwa UU ini telah mulai disusun pemerintah sejak akhir tahun 2019 lalu dan telah sesuai dengan kaidah penyusunan perundang-undangan. Pada saat pembahasan di DPR RI telah melibatkan organisasi profesi, masyarakat, akademisi, telah disiarkan pula melalui TV Parlemen dan juga media-media lainnya.
"Undang-Undang ini disusun dengan normal, pada saat pandemi Covid-19 ini, perhatian publik tersita pada masalah kesehatan, sehingga informasi pembahasan cipta kerja ini luput dari perhatian," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa pemerintah menyusun undang-undang ini dengan sistem omnibus law disusun dalam waktu cepat karena sangat dibutuhkan.
"Untuk membereskan ranjau-ranjau pada undang-undang sektoral yang saling bertentangan, yang membuat kita tidak dapat bergerak," jelasnya.
Sulit dan berbelitnya izin yang menghambat investasi dijelaskan Sofyan A. Djalil dengan mengambil contoh pengurusan izin pembuatan tambak pada suatu wilayah.
"Alur perizinan pertama adalah harus ada rekomendasi dari camat. Selanjutnya, harus ada persetujuan dari warga dan harus ada berita acara expose warga, harus ada rekomendasi dari kepala desa, setelah itu berkas-berkas tersebut dibawa ke kabupaten dan meminta expose kabupaten. Untuk expose ini butuh 21 hari. Tidak hanya itu saja, sungguh banyak izin yang harus dikantongi," jelas dia.
Menurut dia, apabila ini dialami oleh pelaku usaha kecil yang populasinya lebih dari 90 persen, maka pelaku usaha akan berhenti bahkan sebelum melangkah. "Tentu ini menghambat perekonomian," katanya.
Sofyan juga menyampaikan bahwa UU ini akan membawa perubahan pada dunia usaha di Indonesia, dari pendekatan berbasis izin menjadi berbasis risiko.
"Ini membuka kesempatan anak-anak muda untuk berusaha, tidak perlu lagi banyak izin, apabila usahanya tidak ada risiko. Risiko besar butuh izin, Anda tidak perlu tawaf dari meja ke meja lagi," ujarnya.
Baca juga:
- Kementerian ATR/BPN Sosialisasi Perijinan Melalui UU CK
- Kementerian ATR/BPN Inisiasi Pembuatan Sumur Resapan Air
- Menteri ATR/BPN: Perlu Pendekatan Baru Membangun Perkotaan