Mendagri Tito Akui Pemerintah Gagap Tangani Covid-19

Mendagri Tito Karnavian mengungkapkan pemerintah gagap dalam penanganan Covid-19 pada 4 bulan awal pandemi di Indonesia.
Mendagri Tito Karnavian bersama Ketua Umum TP PKK Tri Tito Karnavian saat meresmikan pemberangkatan tiga truk berisi masker untuk masyarakat di Kabupaten Malang, Jumat, 7 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Malang – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengakui pemerintah Indonesia cukup kebingungan dalam mengatasi pandemi Covid-19 atau virus corona. Dia beralasan karena belum adanya format atau cara benar-benar tepat dalam menghadapi situasi saat ini.

Dia mengungkapkan bahwa selama empat bulan yaitu mulai Maret, April, Mei dan Juni pemerintah masih gagap dalam penanganan Covid-19. Gagapnya tersebut, kata Tito, yaitu bagaimana menghadapinya, penularan dan pencegahan virus ini serta apa dampak sosial dan ekonomi jika diterapkan suatu kebijakan.

Kita kan tidak bisa mengorban salah satu. Harus balance (seimbang). Dan ini juga dialami semua pemimpin negara, termasuk pemimpin daerah.

”Awalnya kita gagap dengan Covid-19 ini. Seperti apa menghadapinya yang tepat dan bagaimana penularannya. Belum lagi bagaimana dampak sosial ekonominya,” kata dia kepada Tagar di Pendopo Agung Pemerintah Kabupaten Malang, Jumat, 7 Agustus 2020.

Tidak hanya Indonesia, Tito mengatakan hal serupa juga dialami beberapa pemimpin negara dibelahan dunia ketika menghadapi pandemi virus corona ini. Terutama berkaitan dilematika antara persoalan kesehatan kemanusiaan dengan ekonomi sosial dan keuangan.

Baca juga:

”Kita kan tidak bisa mengorban salah satu. Harus balance (seimbang). Dan ini juga dialami semua pemimpin negara, termasuk pemimpin daerah. Semua dihadapkan dengan permasalahan yang sama ini,” kata Tito.

Dia menjelaskan dilematikanya tersebut yaitu dihadapi dua pilihan sulit. Dia mencontohkan seperti ketika lebih memilih menyelamatkan kesehatan kemanusian, kondisi perekonomian akan tertekan.

Ketika seperti itu, dia menyebutkan kemampuan dalam upaya peningkatakan kapasitas untuk menangani kesehatan ini semakin lama semakin melemah. Untuk itu, semuanya perlu uang dan anggaran dalam pelaksanaannya.

Sebaliknya, lanjut Tito, ketika hanya fokus kepada kondisi perekonomian. Tentunya akan terjadi tidak diinginkan yaitu kondisi kesehatan tidak terkendali dengan banyak korban berjatuhan karena terpapar virus corona.

”Korban akan berjatuhan. Krisis kemanusiaan akan terjadi. Tapi, ini kan tidak. Dalam praktiknya, kita melihat, kami harus balance dalam menyelamatkan kedua-duanya (kesehatan dan ekonomi),” kata dia.

Persoalannya, kata dia, menyeimbangkan kedua persoalan itu yang sampai saat ini belum ada format atau jurusnya. Sedangkan, pemerintah Indonesia disebutkannya memiliki beban untuk tidak memilih atau meninggal salah satu diantara kedua sektor itu.

Oleh karena itulah, setiap daerah atau negara karakteristik tantangannya berbeda-beda. Dia menyampaikan semua pihak menggunakan diskresi dan berinovasi dengan berkreasi untuk menyelamatkan kedua-duanya tersebut.

”Nah, inilah persoalan kira-kira dihadapi kami sebagai pengambil kebijakan publik. Selama tiga empat bulan (mencari format menangani pandemi Covid-19). Akhirnya, kita mulai paham format untuk mem-balance-nya,” tuturnya.

Berkaca pada kondisi dilematika dua persoalan itu, mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ini mengungkapkan pemerintah Indonesia tidak semena-mena dalam membuat dan memutuskan sebuah kebijakan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus corona ini.

Salah satunya, diceritkan Tito saat ada saran agar Indonesia menerapkan kebijakan ekstrem berupa lockdown. Akan tetapi, saran kebijakan tersebut dikatakannya tidak serta merta diterima dan diterapkan di Indonesia.

Dia menjelaskan bahwa alasan pemerintah Indonesia tidak menerapkan kebijakan ekstrem itum karena ada beberapa pertimbangan. Selain lockdown dikatakannya tidak sesedarhana mengunci suatu daerah, ada dua syarat untuk bisa menerapkan kebijakan itu.

”Tidak sesederhana itu. Tapi, harus ada dua syarat untuk melakukan langkah ini,” kata dia.

Tito memaparkan pertama yaitu situasi dan kondisi geografinya harus mendukung yaitu harus ada batas alam di daerah atau suatu negara yang memungkinkan ketika dilakukan itu. Kemudian ada kekuatan ekonomi dan keuangan untuk masyarakat bisa tinggal di rumahnya masing-masing untuk upaya agar tidak terjadi penularan.

”Tapi kan saya kira, Indonesia berbeda dengan negara lainnya di Indonesia. Kita ada banyak daerah dengan jutaan penduduknya. Terutama di Jawa, ada 150 juta penduduk dalam satu pulau ini. Bagaimana akan melakukan lockdown, sulit,” ucapnya.

”Hampir tidak ada batas alam antar satu daerah dengan daerah lainnya. Satu provinsi ke provinsi lainnya. Kemudian, antara kabupaten kota. Itu hampir tidak ada batas alamnya,” ujarnya.

Belum lagi, lanjut Tito, pergerakan mobilitas masyarakat Indonesia sangat tinggi antar satu daerah dengan daerah lainnya. Sekalipun jalan raya dan jalan tol ditutup, penerbangan pesawat, perjalanan kereta api serta bus bisa dihentikan. Akan tetapi, dia menyebutkan jalan tikus sulit dan tidak bisa.

”Misalnya saja di daerah-daerah administrasi Jawa Timur. Ada rumah yang bersebelahan dengan satunya di Sidoarjo dan satunya di Surabaya. Nah, itu gimana mau nutupnya. Mungkin, mirip juga seperti Jakarta dan Makassar,” tuturnya.

Oleh sebab itu, dia menyampaikan pemerintah Indonesia lebih memilih menggunakan cara lain seperti penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain itu juga menguatkan karantina rumah dan rumah sakit dalam menangani orang yang terpapar virus corona.

”Makanya, harus menggunakan cara lain (tanpa kebijakan lockdown). Selain kita mengutamakan karantina rumah dan rumah sakit. Kita juga menerapkan pembatasan sosial berskala besar,” tuturnya.

Seiring berjalannya waktu, Tito menyampaikan pemerintah Indonesia menemukan formula baru dalam menangani pandemi ini. Disebutkannya yaitu semua masyarakat harus ikut membantu penanganannya dengan melakukan proteksi diri seperti memakai masker, cuci tangan, jaga jarak dan menghindari kerumunan sosial.

”Cara dengan proteksi inilah yang paling efektif. Tapi, ini kan hanya mudah untuk diucapkan. Sedangkan untuk prakteknya di lapangan ketika sudah menyangkut negara sebesar Indonesia dan provinsi sebesar Jawa Timur yang memiliki penduduku 40 juta orang sangat sulit,” kata dia.

Dia menyinggung negara New Zealand boleh berbangga dengan informasi bahwa sudah terbebas dari virus corona. Akan tetapi, Tito meyebutkan negara tersebut sangat kecil dengan hanya memiliki penduduk sekitar 3,5 juta. Sehingga cukup mudah, bahkan untuk melakukan lockdown.

”Tapi ini kan beda. Dia negara dengan hanya 3,5 juta penduduk. Mungkin, kalau dibandingkan dengan Kabupaten Malang hanya separuhnya. Jadi, persoalannya tidak sesederhana itu di Jawa Timur yang wilayahnya sebesar negara Korea ini atau delapan kali negara Singapura,” kata dia.

Maka dari itu, Tito menjelaskan pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan bagaimana bisa menerapkan empat protokol itu bisa dipatuhi dan diikuti oleh masyarakatnya yang heterogen ini. Selain berpula-pulau, karakteristik setiap daerah juga berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

”Ini yang menjadi tantangan. Kalau bicara tentang negara yang besarnya hanya se-Pulau dengan jumlahnya seribu orang atau hanya satu desa di Jawa. Ya gampang. Ini bicara tentang negara sebesar Indonesia dan terbesar keempat di dunia,” ujarnya.

Belum lagi, kata Tito, adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat satu dan tingkat dua dengan masing-masing otonominya. Sehingga untuk membuat kebijakan tidak mudah dan menjadi tantangan tersendiri.

”Makanya, ketika kesungguhan pemerintah pusat sudah all out. Pemerintah daerah juga harus all out. Baik ditingkat provinsi hingga kabupaten kota. Kalau kita ingin sukses dalam pengendalian pandemi ini,” ucapnya. []

Berita terkait
Tugas Bupati dan Wabup Dairi Usai Dipanggil Mendagri
Pasca dipanggil Kemendagri, Bupati Dairi dan Wakil Bupati Jimmy Andrea Lukita Sihombing, menandatangani berita acara penyelesaian masalah.
Tito Karnavian dan Momentum Pilkada Lawan Covid-19
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengajak kepala daerah untuk beradu gagasan melawan corona Covid-19 pada Pilkada serentak 2020.
Nurdin Curhat ke Tito, Warga Sulsel Enggan Pakai Masker
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah curhat ke Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat kunjungan kerja di Sulsel. Ini Curhatannya.
0
Kesengsaraan dalam Kehidupan Pekerja Migran di Arab Saudi
Puluhan ribu migran Ethiopia proses dideportasi dari Arab Saudi, mereka cerita tentang penahanan berbulan-bulan dalam kondisi menyedihkan